Minggu, 09 Mei 2021

RISALAH CINTA

 

*RISALAH CINTA*

_(Edisi Kajian Kitab Risalah Min Al-Qalbi- Korp Mubaligh Pusdiklat-1)_

 

 

Dalam buku kecilnya “Risalah Min Al-Qalbi”,  Syekh Wahid Ibnu Abdi Salam Bali memulai bukunya dengan memberikan sebuah stimulus dengan sebuah diksi pertanyaan yang retoris untuk mencoba mengajak pembaca untuk melanglang buana melakukan renungan hati yang dalam  dan menceburkan jiwa dan pikiran dalam ruang tafakur yang tiada  bertepi.

 

_“Ini adalah sebuah renungan hati untuk mu. Aku yang senantiasa menginginkan sebuah kebahagiaan hati untuk mu, Sebuah risalah hati untuk mu yang sedang mencari hakikat kehidupan, Siapakah dirimu?, untuk apa engkau terlahir di dunia ini? Dan apa yang akan terjadi setelah kematian itu datang?, bagaimanah agar dirimu mendapatkan kebahagiaan di dalam kubur?, bagaimana agar dirimu mendapatkan kenikmatan surga?, dan bagaimanakah  jalan yang akan mengantarkan mu kedalam surga keabadian di surga?”_.

 

*Siapakah kamu?*

 

Kamu adalah manusia  yang Allah muliakan dengan diberikan akal fikiran yang  dengannya kamu bisa membedakan mana baik dan mana yang buruk.  Kamu adalah manusia yang Allah berikan keutamaan di atas mahluk Allah yang lain.

 

وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ ۙ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

 

_“Dialah yang menjadikan kalian memiliki pendengaran, penglihatan, dan hati, supaya kalian bersyukur”_ [an-Nahl/16:78]


لَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ فِيْٓ اَحْسَنِ تَقْوِيْمٍۖ

 

“Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”, (QS. At-Tien :4)

 

kamu adalah mahluk yang Allah muliakan  dengan diutusnya para nabi dan rasul untukmu, Mereka yang akan menuntunmu kepada jalan kebenaran dan jalan keselamatan.  Kamu adalah mahluk yang Allah muliakan dan memgangkat kedudukanmu di alam semesta, semua mahluk tunduk patuh kepadamu, seperti hewan-hewan, burung, tumbuhan, lautan, ikan-ikan dan lain-lainnya

 

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِيْٓ اٰدَمَ وَحَمَلْنٰهُمْ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنٰهُمْ مِّنَ الطَّيِّبٰتِ وَفَضَّلْنٰهُمْ عَلٰى كَثِيْرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيْلًا

 

_”Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna”_ (QS. Al-Isra : 70)

 

وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ ِانِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً ۗ قَالُوْٓا اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاۤءَۚ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۗ قَالَ اِنِّيْٓ اَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ

 

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah :30)

 

وَهُوَ الَّذِيْ سَخَّرَ الْبَحْرَ لِتَأْكُلُوْا مِنْهُ لَحْمًا طَرِيًّا وَّتَسْتَخْرِجُوْا مِنْهُ حِلْيَةً تَلْبَسُوْنَهَاۚ وَتَرَى الْفُلْكَ مَوَاخِرَ فِيْهِ وَلِتَبْتَغُوْا مِنْ فَضْلِهٖ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

 

_“Dan Dialah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daging yang segar (ikan) darinya, dan (dari lautan itu) kamu mengeluarkan perhiasan yang kamu pakai. Kamu (juga) melihat perahu berlayar padanya, dan agar kamu mencari sebagian karunia-Nya, dan agar kamu bersyukur.” _. (QS. Anahl: 14)

 

*Untuk Apa Engkau Diciptakan*

 

Kamu terlahir ke dunia ini, tentu bukanlah  sebuah phenomena ketidak sengajaan, apalagi sebagai sebuah lelucon kehidupan, kamu diciptakan dengan tujuan yang mulia,  engkau diberikan kesempatan terlahir kedunia ini adalah untuk beribadah dan ta’at kepadanya.

 

فَحَسِبْتُمْ اَنَّمَا خَلَقْنٰكُمْ عَبَثًا وَّاَنَّكُمْ اِلَيْنَا لَا تُرْجَعُوْنَ

 

_“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?”_ (Q.S Al Mu’minun: 115).

 

اَيَحْسَبُ الْاِنْسَانُ اَنْ يُّتْرَكَ سُدًىۗ

 

_“Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)?_” (Q.S Al Qiyamah: 36).

 

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

 

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat: 56)

 

Kamu tidak mungkin mengetahui tujuan hidup  kecuali dengan petunjuk dan cahaya kebenaran yang dibawa oleh Nabi dan Rasul-Nya,  karena dengan petunjuk mereka, kamu akan benar-benar tahu apa yang Allah sukai, ridhai  dan apa yang Allah benci. Apa yang Allah sukai maka ikutilah dan apa yang Allah benci maka jauhilah sekuat kamu bisa.

 

اَللّٰهُ وَلِيُّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا يُخْرِجُهُمْ مِّنَ الظُّلُمٰتِ اِلَى النُّوْرِۗ وَالَّذِيْنَ كَفَرُوْٓا اَوْلِيَاۤؤُهُمُ الطَّاغُوْتُ يُخْرِجُوْنَهُمْ مِّنَ النُّوْرِ اِلَى الظُّلُمٰتِۗ اُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ

 

“Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. (QS. Al-Baqarah ayat 257)

 

 

Allah menciptakan adam dan akar ketauhidan pun tertancap kuat dalam jiwa manusia sehingga beberapa generasi setelahnya, Kemudian mulailah manusia tersesatkan oleh perangkap-perangkap setan  dengan membisikan suatu ide pemikiran yang sesat yang akan melemparkan mereka ke dalam kubagan lumbur kesyirikan.

 

 

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوْا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ.

 

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , dia berkata: “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,‘Apa saja yang aku larang terhadap kalian, maka jauhilah. Dan apa saja yang aku perintahkan kepada kalian, maka kerjakanlah semampu kalian. Sesungguhnya apa yang membinasakan umat sebelum kalian hanyalah karena mereka banyak bertanya dan menyelisihi Nabi-nabi mereka’.” [Diriwayatkan oleh al-Bukhâri dan Muslim]

 

Akar tauhid tercabut dari hati mereka, mereka mulai mengikuti bisikan-bisikan setan dengan membuat patung-patung orang shaleh untuk dijadikan  sebuah monument yang akan menginspirasi mereka agar bisa menjadi pribadi yang shaleh seperti orang-orang shaleh terdahulu. Tetapi seiring berjalannya waktu, anak cucu mereka terlahir ke muka bumi, mereka tumbuh dan berkembang dan menjadikan patung-patung sebagai berhala-hala yang mereka anggap dapat memberikan manfaat dan madharat.


وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا

“Dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa’, yaghuts, ya’uq dan nasr” (QS. Nuh: 23).

 

Ibnu Abbas radhiallahu’anhu menafsirkan ayat ini:

 

أسماء رجال صالحين من قوم نوح، فلما هلكوا أوحى الشيطان إلى قومهم أن انصبوا إلى مجالسهم التي كانوا يجلسون أنصاباً وسموها بأسمائهم ففعلوا، فلم تعبد، حتى إذا هلك أولئك وتنسخ العلم عبدت

 

“Ini adalah nama-nama orang shalih di zaman Nabi Nuh. Ketika mereka wafat, setan membisikkan kaumnya untuk membangun tugu di tempat mereka biasa bermajelis, lalu diberi nama dengan nama-nama mereka. Dan itu dilakukan. Ketika itu tidak disembah. Namun ketika generasi tersebut wafat, lalu ilmu hilang, maka lalu disembah” (HR. Bukhari no. 4920).



Maka, Allah pun mengutus  kepada mereka para Nabi dan Rasul  untuk memberikan sebuah pencerahan dan petunjuk agar umat manusia Kembali kepada cahaya keimanan dan petunjuk kebenaran yang hakiki. Sedikit sekali diantara mereka yang beriman dan banyak sekali diantara mereka yang menolak kebenaran walaupun diberikan bukti-bukti kebenaran yang nyata dan jelas, sejelas mentari siang hari.


وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ ۖ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ ۚ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ

 

_"Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)." (Surat an Nahl ayat 36).

 

Maka umat pertama yang Allah binasakan adalah kaum Nuh, Allah mengazab mereka dengan banjir besar karena keingkaran mereka kepada ajaran Nabi Nuh. Begitulah ritme kehidupan yang Allah buat. Setiap ada ketergelinciran manusia kedalam kesyirikan, Maka Allah akan mengutus Nabi dan Rasulnya  agar umat manusia Kembali kepada frekuensi keimanan yang benar.  

 

Allah membekali para utusannya dengan mukjizat-mukjizat agar mnegutakan kedudukan mereka di tengah-tengah umat manusia, dan  sebagai salah satu cara agar manusia pada saat itu terperangah dan terbukalah hati pikirannya untuk  merenungi dan mengimani ajaran yang dibawa oleh Nabi dan Rasul.

 

By : Misbahudin

#Tulisan ini adalah merupakan permentasi dari hasil kajian bareng Mubaligh Pusdiklat Dewan Dakwah

Kamis, 29 April 2021

AL-QUR’AN DAN TANTANG ZAMAN

 

AL-QUR’AN DAN TANTANG ZAMAN

Oleh : Misbahudin

 

 

Konsep Islam Yang Syamil Dan Mutakamil

 

Islam adalah agama yang Allah turunkan untuk pedoman hidup manusia, sebagai tanda kasih sayangnya, tidak membiarkan manusia berjalan hidup begitu saja, hanya mengandalkan fitrah keimanan kepadanya saja. Tetapi Allah menurunkan Islam sebagai Agama yang sempurna, dan Allah memberikan penegasan barang siapa yang agama selain Islam, Maka amal-amalannya tidak akan diterima.

 

“Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab, kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barangsiapa yang ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sesungguhnya Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” [Ali ‘Imran: 19].

 

Agama Islam  berbeda dengan agama bumi (ardhi), yang mengandalkan penjelasahan akal dan perenungan bathin akan hakikat kehidupan, tetapi Islam mempunyai sebuah ajaran yang jelas bersumber dari wahyu ilahi yang menjadi sumber dan pondasi dalam Bergama Islam yaitu Al-Qur’an dan As-sunnah.

 

”Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.” (Hadits Shahih Lighairihi, H.R. Malik; al-Hakim, al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm)

 

Allah pun menjamin Akan mengjaga dan memelihara  Al-Qur’an dari perubahan dan kerusakan, karena jika sumber suatu agama sudah mengalami perubahan, apalgi dalam hal-hal pundamental, maka bisa dipastikan agama tersebut akan mengalami sebuah penyimpangan dan akan menjauh dari apa yang sebenarnya Allah perintahkan.

 

”Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan adz-Dzikr (al-Qur’an), dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjaganya” [al-Hijr/15:9]

 

 

Oleh karena Islam adalah agama langit yang Allah wahyukan ajaran-ajaranya secara bertahadap kepada manusia pilihanya, yaitu nabi Muhammad, maka pasti memiliki sebuah konsep ajaran yang senantiasa uptodate dalam setiap jaman, karena tidak mungkin Islam sebagai agama ilahi mempunyai lingkup tempat dan waktu yang terbatas.

 

Maka Islam adalah sebuah ajaran yang syamil mutakamil (sempurna dan menyeluruh).  Kesempurnaan Islam akan senantiasa meliputi semua zaman, tempat, dan  eksistensi umat manusia di bumi ini. Ia mengatur mulai urusan pribadi, keluarga, masyarakat, hingga urusan negara. Islam juga mengatur masalah sosial, budaya, ekonomi, politik, hukum, keamanan, pendidikan, bahkan masalah lingkungan. Sehingga menjadikan Islam menjadi sebuah agama yang paripurna, tinggi dan tidak ada yang bisa menandingi keluhuran dan ketinggian ajarannya.

 

”Islam itu tinggi dan tidak ada yang mengalahkan ketinggiannya.” (HR. Ad-Daruquthni)

 

Syumuliyatul Islam mencakup tiga hal. Pertama,  Syumuliyatul zaman (kesempurnaan waktu), syumuliyatul minhaj (kesempurnaan pedoman hidup), dan syumuliyatul makan(kesempurnaan tempat/ruang).

 

Pertama, syumuliyatul zaman.  Islam agama yang akan tetap relevan dengan berbagai situasi dan kondisi. Dari berbagai lapirasan kultur, budaya dan priode generas. Jika para nabi sebelum Islam hanya bersifat lokal dan waktu yang terbatas. Tetapi Islam akan berlaku sampai akhir zaman.

 

”Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku". (QS. Al-Anbiya:25).

 

 

”Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama-lamanya berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.” (Hadits Shahih Lighairihi, H.R. Malik; al-Hakim, al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm)

 

Kedua, syumuliyatul minhaj.  Islam sebagai pedoman hidup dalam dimensi aqidah sebagai asas kehidupan, alam semesta, manusia dan hal-hal yang bersifat metafisik, tidak terkecuali  hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan  setelah kematian datang, hal itu tidak akan bisa dicerna oleh akal yang terbatas, kecuali dengan bimbingan wahyu.

 

“Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah; menunaikan shalat; menunaikan zakat; menunaikan haji ke Baitullah; dan berpuasa Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim) [HR. Bukhari, no. 8; Muslim, no. 16].

 

“Pada hari ini, telah Kusempurnakan agama kalian untuk kalian, dan telah Kucukupkan Nikmat-Ku bagi kalian, dan telah Kuridhai Islam sebagai agama kalian.” (al-Maidah: 3)

 

Ketiga, syumuliyatul makan. Islam menjadi sebuah “way Of life” untuk semua umat  meliputi ras suku, Bahasa dan bangsa manapun  tanpa batas-batas geografis tertentu.

 

”Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk". (QS. Al-Araf : 158).

 

 

 

Menghadapi tantangan, Menaklukan Zaman

 

Islam adalah agama dengan ajaran yang sempurna yang memberikan sebuah landasan-landasan pokok di dalam Al-Qur’an dan As-sunnah yang bisa menjadi petuntuk dan inspirasi untuk menundukan tantangan dan kemajuan zaman.  Beberapa contoh yang menggmabrkan kepada kita bahwa Rasulullah memberikan ruang gerak yang bebas dalam Batasan-batasan tertentu untuk berijtihad, mencurrahkan segala kemampuan akal untuk mencari sebuah solusi (problem solving) dari setiap permasalahan yang ada.  Diantara petuntuk itu adalah

 

Pertama, kisah Mu’adz bin Jabal yang akan memutuskan suatu hukum berdasarka ijtihadnya, jika tidak didapati secara spesifik masalah tersebut di dalam Al-Qur’an dan as-sunnah.

 

Dari orang-orang Himsh murid, dari Mu’adz bahwa Rasulullah saw. mengutusnya ke Yaman. Rasulullah saw. bertanya, “Bagaimana caramu memberi keputusan, ketika ada permasalahan hukum?” Mu’adz menjawab, “Aku akan memutuskan berdasar kitabullah.” Rasulullah bertanya, “. ”Jika engkau tak menemukan dasar dalam kitabullah?”,  Mu’adz berkata, “Aku akan menghukumi berdasarkan sunnah Rasulullah saw.” Rasul berkata, “Jika kau tidak menemukan dalam sunnah Rasul?”,  Mu’adz menjawab, “Aku akan memutuskan berdasarkan pendapatku”,  Rasulullah saw. menepuk-nepuk dada Mu’adz sambil berkata, “Segala puji bagi Allah yang menuntun utusan Rasulullah kepada apa yang diridai Rasulullah” (HR. Al-Baihaqi No. 3250)

 

Kedua, Sabda Rasulullah yang mengapresiasi dengan dua pahala kebaikan bagi siapa yang berijtihad dengan benar, dan satu pahala bagi yang berijtihad dengan salah.

 

Dari Amr bin Ash bahwa ia mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Ketika seorang hakim hendak memutuskan hukum, lalu berijtihad, kemudian benar, ia mendapatkan dua pahala. Jika ia hendak memutuskan hukum, lalu berijtihad kemudian ternyata salah, ia dapat satu pahala.” (HR. Muslim)

 

Dari keterangan-keterangan diatas, maka dapat kita mengambil hikmah bahwa Al-Qur’an dan as-sunnah sudah menancapkan landasan-landasan pokok yang bisa digali dengan ketajaman analisas akal dan pemahana dalil-dalil Islam secara mendalam untuk mencari berbagai pemahaman, produk hukum yang baru yang sesuai dengan tantangan dan tuntutan zaman. 

 

Reformulasi Tafsir Al-Qur’an Untuk Menaklukan Zaman

 

Jika kita membuka lembaran sejarah, maka kita akan dapati dalam setiap generasi jaman senantiasa lahir kitab-kitab tafsir dengan keunikan masing-masing. Tetapi ada sebuah pertanyaan yang menarik, apakah  dengan senantiasa hadir produk-produk tafsir “kontemporer” menandakan kekuarangan-kekurangan produk-produk tafsir zaman klasik?. Karena jika toh sama tafsir untuk menafsirkan Al-Qur’an kenapa harus ada yang tafsir baru?.

 

Sejarah mencatat bahwa penafsiran selama ini cenderung  mengalami perkembangan. Hal ini disebabkan oleh berbagai kondisi seperti munculnya ilmu pengetahuan baru yang mengharuskan munculnya suatu penafsiran baru. Sehingga tidak dapat disangkal lagi perkembangan tafsir semakin pesat dari waktu ke waktu, karena telah melalui banyak periode sehingga sampai kepada corak dan bentuk yang beraneka ragam, mulai zaman sahabat hingga zaman kontemporer saat ini.

 

Penafsiran yang dihasilkan pun bermacam-macam, ada penafsiran dengan corak bi al-riwayah, bi al-ra’yi, dan masih banyak macam lainnya. Semuanya mengalami pembiasan sesuai dengan pemikiran dan keilmuan masing-masing mufassir yang hidup pada zaman itu.

 

Marilah kita memami “phenoma” tersebut dari perfektif fari dari dalam, tidak menilai hal itu dari penampakan dari luar saja, Islam adalah agama yang syamil dan mutakamil maka disana kita akan mendapat sebuah konsep  perkara-perkara –“tsawabit”_ dalam Islam  dan  perkara-perkara yang _ “mutaghoyyirot”_.

 

Tsawabit (hal-hal baku yang bersifat tetap dan permanen) adalah masalah-masalah ushul (prinsip) di dalam ajaran Islam, dan Mutaghayyirat (hal-hal non baku yang mungkin dan bisa dan berpotensi berubah-ubah) adalah masalah-masalah furu’ (non prinsip) dari ajaran Islam.

 

Tsawabit adalah masalah-masalah prinsip yang berdalil qath’i (mutlak dan pasti), baik qath’iyyuts-tsubut (kehujjahannya mutlak dan pasti serta tidak diperselisihkan diantara para ulama), maupun qath’iyyud-dilalah (makna dan pengertiannya mutlak, pasti dan tidak diperdebatkan di antara para ulama Ahlussunnah Waljama’ah). Adapun Mutaghayyirat adalah masalah-masalah furu’ yang berdalil dzanni (tidak mutlak dan pasti, serta multi interpretasi), baik dalam hal tsubut (kehujjahan)-nya, dilalah (kandungan makna dan pengertian)-nya, maupun kedua-duanya.

 

Tsawabit adalah masalah-masalah ijma’ yang telah menjadi konsensus yang disepakati di antara para imam berbagai madzhab Ahlussunnah Waljama’ah, dan Mutaghayyirat adalah masalah-masalah ijtihadiyah khilafiyah yang merupakan wilayah ijtihad para ulama, dan yang telah diperselisihkan atau berpotensi untuk diperselisihkan di antara para imam mujtahidin dari kalangan Ahlussunnah Waljama’ah.

 

Tafsir adalah sesuatu yang karya intelektual bersifat uptodate,  karena tafsir lahir stimulasi permasalahan, tantangan dan kemajuan zaman.  Otomatis penafsiran-penafsiran ulama tafsir akan mengalami perubahan untuk hal-hal yang sifatnya tidak bersifat prinsip aqidah, karena aqidah adalah sebuah perkara yang “take for granted”. Tetapi reformulasi tafsir ini  berkaitan dengan kontektualisasi Al-Qur’an terhdapap kemajuan zaman.

 

Karena Sebuah penafsiran tidak lahir dari ruang yang kosong begitu saja, tapi selalu tridialektik antara teks, konteks dan pengarang, Sekaligus masuk dalam dimensi sejarah, secara sinkronik  (bersangkutan dengan peristiwa yang terjadi dalam suatu masa yang terbatas)  atau diakronik (berkaitan kronologis atau urutan).

 

Masalah-masalah  komtemporer tentu baik fiqhul ayat maupun fiqhul hadis harus sesuai zamannya, situasi dan kondisi. Bahkan barbagai-bagai hukum bisa berubah disebabkan perubahan zaman atau situasi dan kondisi  yang berbeda.

 

Kita ambil beberapa contoh kasus Al-Qur’an yang melahirkan pemahaman tafsir yang berbeda,  contoh dalam surat  Ar-rum ayat 41.  “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

 

Dalam  Tafsir Klasik kerusakan di laut diinterpretasikan dengan  pembajak laut. Berbeda dengan tafsir kontemporer,  susunan Dr. Z. Najar Tafsir Ayat al-Kauniyah,  ia memasukan  kerusakan dibumi itu adalah limbah industri, pencemaran nuklir, sampah pabrik, dan lain sebagainya. Penafsiran Al-Qur’an akan senantiasa uptodate karena Al-Qur’an menggunkan sebuah Bahasa yang umum yang bisa menyesuaikan dengan kemajuan-kemajuan zaman.

 

 

Contoh lainya, dalam sebuah hadits  dari Abu Ali Tsumamah bin Syufayi bahwa dia mendengar 'Uqbah bin 'Amir berkata, "Saya pernah mendengar Rasulullah menyampaikan ketika beliau di atas mimbar: '(Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi) ' (QS. Al Anfaal: 60), ketahuilah sesungguhnya kekuatan itu adalah memanah, ketahuilah sesungguhnya kekuatan itu adalah memanah, ketahuilah sesungguhnya kekuatan itu adalah memanah."

 

 

Maka kata “kekuatan”  adalah “rimayah”, kata rimayah secara Bahasa adalah melempar, maka  “rimayah”  dalam kontek zaman itu adalah memanah, tetapi jika dikontekstualisasikan untuk zaman modern ini, dimana kemajuan teknologi sudah canggih, tidak terkecuali dalam masalah persenjataan, maka yang lebih relevan untuk saat in, kata “rimayah”  ditafsikan menjadi senjata-senjata canggih seperti layak pistol, drone yang bisa menembaki musuh tanpa resiko korban pasukan atau persenjataan lainnya yang muktakhir.  Intinya yang menjadi ilatnya (Ratio Logic) “rimayah” disini adalah sesuatu senjata yang dapat menggetarkan musuh dan senjata itu efektif dan efesien dalam kontek tantangan dan kemajuan zaman.

 

Gerak Tafsir yang lincah Asalkan tetap On the Track

 

Sejarah mencatat bahwa penafsiran selama ini cenderung memuai, dalam artian selalu mengalami perkembangan. Hal ini disebabkan oleh berbagai kondisi seperti munculnya ilmu pengetahuan baru yang mengharuskan munculnya suatu penafsiran baru. Sehingga tidak dapat disangkal lagi perkembangan tafsir semakin pesat dari waktu ke waktu, karena telah melalui banyak periode sehingga sampai kepada corak dan bentuk yang beraneka ragam, mulai zaman sahabat hingga zaman kontemporer saat ini.

 

Penafsiran yang dihasilkan pun bermacam-macam, ada penafsiran dengan corak bi al-riwayah, bi al-ra’yi, dan masih banyak macam lainnya.  Semuanya mengalami pembiasan sesuai dengan pemikiran dan keilmuan masingmasing mufassir yang hidup pada zaman itu. Tidak aneh jika kemudian muncul berbagai tafsir dengan corak yang berbeda-beda di antara para mufassir. Mulai tafsir alfiqhy, tafsir al-shufiy, tafsir adabi al-ijtima’i, tafsir alfalsafiy, tafsir madzhabi, dan tafsir  ilmy.

 

Menyadari bahwa isyarat ilmiah dalam al-Qur‘an masih bersifat umum dan universal.  Jika terjadi pertentangan antara dilalah nash yang pasti dengan teori ilmiah, maka teori ini harus ditolak, karena nash adalah wahyu dari Allah yang ilmunya mencakup segala sesuatu. Jika terjadi kesesuaian, maka nash merupakan pedoman dan kebenaran teori tersebut. Dan jika nash-nya tidak pasti, sedangkan hakikat alam pasti, maka nash tersebut harus ditakwilkan . Mufassir tafsir ‘ilmy tidak menjadikan penafsiran yang dikemukakannya sebagai ajaran aqidah qur’aniyah (teologi) dan tidak bertentangan dengan prinsip atau ketentuan kaidah kebahasaan.

 

Dalam memahami kata bahasa Arab hanya  mengenal  dua pendekatan. Yaitu mantuq dan  mafhum, mantuq diperoleh dari dzahir  ayat atau haditt,  sementara mafhum diperoleh dari tawil ayat atau hadits. Dalam kaidah pokok,  sebelum kita masuk ke tawil atau mafhum, maka ada mantuq atau dzahirnya kita dahulukan.

 

Ketika dzahir tidak diperoleh makna yg sesuai atau tak difahami, maka baru bergeser kepada opsi selanjutnya, yaitu  mafhum,  dengan jalan mena'wil ayat atau hadits yg ingin diketahui maksudnya. dan cara menakwil ayat itu tidak sembarangan, harus pake kaidah-kaidah  yg berlaku, misal memakai kaidah, bahasa, logika, sejarah, syariah, fiqh atau  ushul fiqh, kaidah fiqih dan lain sebagainya.

 

Khusus dalam masalah metafisik (ghoib), spesifiknya sesuatu yang berkaitan dengan  Allah, maka ulama Ahlu Sunnah  cenderung untuk menposisikan  hal tersebut apa adanya (tafwidh), menghindari takwil, karena dengan meyikini lapadz atau keterangan  yang berbau metafisik dan teologis   lebih aman dan lebih maslahat, karena ijtihad manusia untuk mencoba menerobos dimenasi ghaib tersebut terbatas dan hanya bersifat spekulasi akal yang tidak ada jaminan kebenarnnya.

Senin, 26 April 2021

BEBERAPA AYAT YANG TURUN MENGENAI SATU ORANG

 

*BEBERAPA AYAT YANG TURUN MENGENAI SATU ORANG*

Oleh : Misbahudin

 

 

Terkadang salah seorang sahabat mengalami sebuah kajadian dan peristiwa yang cukup banyak dalam kehidupan bersama Rasulullah. Uniknya, Ternyata Al-Qur’an pun turun berkali-kali membicarakan sahabat yang sama tersebut  dalam beberapa ayat Al-Qur’an.

 

Contohnya adalah sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori  dalam kitabnya _“Adabul Mufrad”_, terkait masalah kebaikan kepada kedua orang tua “birul walidain”. Dari Abi Waqas semoga Allah meridhainya, dia berkata, _empat ayat Al-Qur’an sungguh telah turun karena sebab diriku.

 

*Pertama*, terkait ibuku tercinta, sungguh ia telah bertekad bulat tidak mau makan dam minum sehingga aku meninggalkan Rasulullah.  Maka turunlah surat luqman ayat 15

 

وَاِنْ جَاهَدٰكَ عَلٰٓى اَنْ تُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِى الدُّنْيَا مَعْرُوْفًا ۖوَّاتَّبِعْ سَبِيْلَ مَنْ اَنَابَ اِلَيَّۚ ثُمَّ اِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَاُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ

 

_“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian hanya kepada-Ku tempat kembalimu, maka akan Aku beritahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”_.

 

*Kedua*, suatu Ketika, disudut hari, aku mengambil sebuah pedang dari rampasan perang, pedang itu sungguh memukau hatiku, sehingga aku tertarik untuk memilikinya. sehingga aku pun berkata kepada Rasulullah, _”Wahai paduka tuan, berikanlah pedang indah ini kepadaku!”_. Maka turunlah ayat

 


يَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْاَنْفَالِۗ قُلِ الْاَنْفَالُ لِلّٰهِ وَالرَّسُوْلِۚ فَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاَصْلِحُوْا ذَاتَ بَيْنِكُمْ ۖوَاَطِيْعُوا اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗٓ اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ

 

“Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah, “Harta rampasan perang itu milik Allah dan Rasul (menurut ketentuan Allah dan Rasul-Nya), maka bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesamamu, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Anfal:1)

 

 

Ketiga, Ketika aku dirundung sakit yang parah, maka Rasulullah menjenguku, dan aku pun tidak menyia-nyiakan kesempatan itu untuk bertanya tentang suatu hal yang penting, yaitu tentang wasiat hartaku, “Wahai Rasulullah boleh aku mewasiatkan separuh dari hartaku?, Maka Rasulullah menjawab,”tidakk!”. Maka aku bertanya Kembali,”jika sepertiga?”, maka Rasulullah diam membisu, Maka wasiat dengan sepertiga itu diperbolehkan.

 

 

كُتِبَ عَلَيْكُمْ اِذَا حَضَرَ اَحَدَكُمُ الْمَوْتُ اِنْ تَرَكَ خَيْرًا ۖ ۨالْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَ بِالْمَعْرُوْفِۚ حَقًّا عَلَى الْمُتَّقِيْنَ ۗ

 

“Diwajibkan atas kamu, apabila maut hendak menjemput seseorang di antara kamu, jika dia meninggalkan harta, berwasiat untuk kedua orang tua dan karib kerabat dengan cara yang baik, (sebagai) kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa”. (QS. Al-Baqarah :180).

 

Keempat, sesungguhnya aku pernah minum khamar bersama segolongan kaum anshar. Maka salah seorang pemuda dari mereka memukul hidung ku dengan tulang rahang unta, Maka aku mendatangi Rasulullah untuk mengadukan hal tersebut, Maka turunlah firman Allah yang mengharamkan tentang khamar.

 

Mana’ Al-Qathan mengangkat sebuah contoh lain tentang pembahasan ini, yaitu  kesesuain sikap dan keputusan Umar Bin Khattab  dengan wahyu,  dalam hal ini sungguh telah turun beberapa ayat tentangnya.  Ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan Umar Bin Khattab yaitu :

 

قُلْ لِلَّذِينَ آمَنُوا يَغْفِرُوا لِلَّذِينَ لَا يَرْجُونَ أَيَّامَ اللَّهِ لِيَجْزِيَ قَوْمًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

 

“Katakanlah kepada orang-orang yang beriman hendaklah mereka memaafkan orang-orang yang tiada takut hari-hari Allah karena Dia akan membalas sesuatu kaum terhadap apa yang telah mereka kerjakan”. (QS. Al-Jasiyah (45) Ayat 14).

 

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ أَسَاءَ فَعَلَيْهَا ۖ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّكُمْ تُرْجَعُونَ


“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, maka itu adalah untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, maka itu akan menimpa dirinya sendiri, kemudian kepada Tuhanmulah kamu dikembalikan”.

 

مَنْ عَمِلَ صَٰلِحًا فَلِنَفْسِهِۦ ۖ وَمَنْ أَسَآءَ فَعَلَيْهَا ۖ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّكُمْ تُرْجَعُونَ

 

Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, maka itu adalah untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, maka itu akan menimpa dirinya sendiri, kemudian kepada Tuhanmulah kamu dikembalikan. (QS. Al-Jasyiah : 15).

 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَرْفَعُوْٓا اَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوْا لَهٗ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ اَنْ تَحْبَطَ اَعْمَالُكُمْ وَاَنْتُمْ لَا تَشْعُرُوْنَ

 

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu terhadap yang lain, nanti (pahala) segala amalmu bisa terhapus sedangkan kamu tidak menyadari” (QS. Al-hujurat :2).

 

 

 

Mabahis fil ‘ulumul Qur’an li syaikh mana’il qathan

1.     At-Tibyan fi ‘ulumul Qur’an li Syaikh Ali Ash-Shobuni

2.     Dan lain-lain