Jumat, 09 Agustus 2019

HUKUMAN HAD BAGI PENCURI




Hukuman bagi pencuri adalah dengan memotong tanganya yang kanan,  berdasarkan al-qur’an, as-sunnah dan ijma,

Allah berfirman
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Maidah 38-39)

Dan tidak boleh setelah tetapnya hukuman had atasnya dengan sebuah bukti  ditunda-tunda atau di penjara dulu atau menebus dengan harta  ataupun yang lainnya,  bahkan hukuman potong tangan harus tetap dilaksanakan  di hari-hari besar ataupun hari-hari lainnya.

Karena sesungguhnya menegakan hudud  adalah sebuah ibadah dan nihad di jalan Allah dan seyogyanya  untuk mengetahui  sesunggunya menegakan had Allah merupakan sebab didatangkanya rahmat bagi seorang  hamba.

Pemimpin harus tegas dalam melaksanakan hal ini,  jangan memutuskan dengan perasaan  dalam hal-hal yang berkaitan dengan agama dengan cara membatalkannya, maka pemimpin harus meniatkan menegakan hudud itu demi rahmat bagi semua mahluk dengan menjaga  manusia dari perbuatan munkar bukan demi melampiaskan kedongkolannya atau karena ingin disegani manusia.

Seperti halnya pendidikan yang dilakukan seorang ayah kepada anaknya, maka jikalau ayag mendidimya dengan memakai perasaan iba dan kasing sayang seorang ibu tentu anak itu akan rusak secara moral, maka ayah mendidik anaknya anaknya dengan ketegaskan adalah bentu kasih sayang yang benar karena akan membentuk karakter kebaikanannya walaupun dalam hatinya yang paling dalam sang ayah  tidak mau menyakiti dan menyusahkan yang anak.

KETEGASAN PEMIMPIN DALAM MENEGAKAN HAD

Ketegasan seorang pemimin demi mencapai tujuan mulia dan kemaslahatan untuk semua maka hal ini sangat di butuhkan walapun dalam relung jiwanya dia merasa iba dan kasihan. Maka pemimpin harus seperti dokter yang ingin menyembuhkan penyakit yang ada dalam diri pasien dengan cara memberi obat yang dibenci si pasien, atau  memotong sebagian anggota badanya yang digerogiti penyakit, atau bekam yang membuat luka untuk mengeluarkan darah-darah kotor .  atau seperti  orang minum obat  yang dia benci atau ramuan yang lainnya yang dimasukan kedalam  badanya  walaupun dengan perasaan berat hati untuk mendapatkan kesembuhan.

Begitulah hukuman hudud disyariatkan, dan demikianlah seharusnya  seharusnya niat pemimpin dalam menegakan hukum hudud, jika tujuannya untuk memperbaiki keadaan kondisi rakyat, mencegah mereka dari perbuatan-perbuatan mungkar  dengan mendatang kemanfaatn-kemanfaatn bagi mereka  dan mencegah dari hal-hal yang merugikan mereka dan dengan ditegakannya hukuman had  dia mengharapkan  wajah Allah  dan sebagai bentuk ketaatan  kepada perintahnya, Maka Allah pun akan lembut hati-hati manusia kepadanya,  dan dimudahkan bagianya pintu-pintu kebaikan,  dan Allah akan menjaganya dari akibat-akibat yang jelek. Dan terkadang yang dikenai hukuma had dia ridha atas hukuman yang diterimanya.

Akan tetapi jika tujuannya adalah  untuk menindas  rakyatnya, dan melanggengkan kekuasaanya atau agar masyarakat segan  kepadanya atau menginginkan agar rakyat memberikan upeti  maka dia akan mendapatkan kebalikan dari apa yang dia tuju.

Sesungguhnya khalifa Umar bin Abdul Aziz  radhiyaLLahu ‘anhu sebelum diangkat khalifah  dia adalah seorang gubernur  bagi walid bin abdul malik di madinah,  ketika itu dia menjalan roda kepemimpinannya dengan sangat baik,  Maka datanglah Hajaj dari irak yang terkenal dengan kepemimpinannya yang kejam,  Maka dia bertanya kepada penduduk Madinah tentang Umar, “ Bagaimanakah wibawanya di tengah-tengah kalian?” , mereka menjawab, “  kami segan untuk menatap  langsung wajahnya”,  lalu hajaj bertanya lagi, “bagaiman kecintaan kalian kepadanya?”, mereka menjawab, “  dia lebih kami cintai daripada keluarga kami sendiri”, Haja bertanya lagi, “  bagaiman dia memberikan hukuman kepada kalian?”. Mereka menjawab, “  antara 3 sampai 10 x cambukan,  Hajaj pun berkata, “  seperti itu wibawanya, dan seperti itu kecintaan kalian kepadanya dan seperti itu hukuman yang diberikannya, sungguh  ini merupakan sebuah ketetapan dari langit.

DAFTAR PENCARIAN ORANG (DPO)




Semua hukum yang sudah dijelaskan berlaku ketika seorang pembunh telah terciduk,  maka apabila penguasa  atau pihak berwenang mengejar mereka untuk menegakan had tanpa kedzaliman, tetapi mereka melakukan perlawanan, maka wajib bagi kaum muslimin untuk memerangi mereka  menurut kesepakatan ulama sehingga mereka tertangkap.

Dan jika mereka tidak bisa tunduk dengan peperangan  maka lakukanlah serangan walaupun mereka terbunuh, penyerangan tetap dilakukan walaupun mereka  terlibat pembunuhan ataupun tidak.

Mereka dibunuh dalam penyergapan itu dengan cara yang dapat dilakukan baik dipenggal lehernya ataupun  dengan cara lain.

Dan orang yang melindungi dan berbaris dengan barisan mereka  dan membantu mereka maka boleh diperangi, karena hal ini dalam kontek perang, dan  dalam penjelasan bab sebelumnya konteknya adalah penegakan hukum had.

Dan memerangi mereka lebih ditekankan  daripada memerangi kelompok bersenjata  yang membangkang dari syariat-syariat Islam, karena sesungguhnya mereka  melakukan penghancuran jiwa dan hart, merusak lading dan perternakan  bukan bermaksud untuk golongan yang hendak mendirikan idiologi atau pemerintahan baru dan mereka seperti perampok yang mendiami benteng, gua, pedalaman hutan, lembah,  dan lain sebagainya.

Mereka senantiasa membegal orang yang lewat  dan jika datang pasukan  pasukan ulul amri meminta mereka  kembali kepada pangkuan jamaah dan  taat untuk melaksanakan hudud mereka menolak dan memilih untuk berperang.

Maka status mereka dalam ekpansi penyerangan tidak disamakan dengan penyerangan kepada kafir harbi,  karena mereka bukan orang kafir, maka harta mereka tidak diambil kecuali jika mereka  mengambil harta  harta manusia tanpa hak, karena mereka harus mempertanggung jawabkan, maka harta mereka diambil seukuran dengan harta yang mereka ambil  walaupun tidak diketahui siapa yang mengambil,  demikian juga jika sudah diketahui, karena yang membantu dan pelaku sama saja dalam pandangan hukum.

Jika diketahui pelakunya maka  dialah bertanggung jawab dalam untuk mengembalikan harta yang sudah diambil dan mengembalikanya kepada pemiliki harta dan jika tidak bisa dikembalikan kepada para pemilik harta dengan alasan yang logis  maka  harta itu di pergunakan untuk kemashlahatan kaum muslimin, seperti untuk membiayai pasukan perang  dan lainnya sebagainya.

TUJUAAN PEMBURUAN DPO

Maksud dari pemburuan para pelaku criminal  adalah untuk menegakan hukum hudud  dan mencegah mereka melakuan hal yang sama  di kemudian hari dari kerusakan-kerusakan harta dan jiwa manusia.

Dalam penyergapan DPO tersebut jika ada yang terluka dengan luka yang mematikan maka tidak boleh dieksekusi mati  sehingga dia mati, kecuali dia termasuk orang yang wajib dibunuh, dan jika dia meloloskan diri dan dia tidak melakukan perlawanan  maka kita tidak mesti mengejarnya, tetapi jika ditakutkan dia akan melakukan criminal yang sama  maka wajib untuk mengejarnya sampai terciduk.

Para Kriminal  Yang Bergabung Dengan Penolak Syariat

Dan apabila para perampok bergabung dengan para penolak syariat dan mereka membantu dalam pergerakannya,  maka mereka diperangi sebagai mana para pengingkar syariat diperangi.

Adapun  yang bukan para perampok atau begal, melainkan mereka yang suka meminta  uang keamanan, pajak, dari para musafir bersadarkan jumlah jiwa, hewan atau barang bawaaan, maka orang yang seperti ini adalah “nakhasun” tukung pungut pajak, dihukum seperti hukuman bagi tukang pungut pajak.

Dan ulama berbeda pendapat mengenai kebolehkan membunuhnya, karena orang seperti ini bukanlah begal atau perampok, karena  tidak menganggu secara keamanan jiwa dan harta para musafir,  tetapi mereka termasuk orang yang akan mendapatkan siksaan yang paling berat hari kiamat, seperti sabda RasuluLLah
Terhadap wanita ghomidiah yang mencuri, “ sesungguhnya jika dia bertaubat seperti taubatnya pemungut pajak bertaubat maka akan diambuni baginya”.  (HR. Muslim).

MELAWAN PARA PERAMPOK
Maka dibolehkan pagi yang didzalimi yang direbut hartanya untuk melawan para perampok menurut ijma kaum muslimin, dan tidak wajib memberikan kepada mereka  harta apapun, jika memungkin melawan mereka.

Nabi Bersabda,

“ barang siapa yang dibunuh karena membela hartanya maka dia syahid, barang siapa yang dibunuh karena  darahnya maka dia syahid,  dan barang siapa yang dibunuh karena membela agamanya, maka di syahid. Dan barang siapa yang membela kehormatannya maka dia syahid. (HR. Ahmad).

Para fuqaha menamakan mereka dengan “as-shaail” para musuh yang menyerang, dan dia adalah dzalim tanpa sebuah keraguan dan kekuasaan, Maka apabila  yang diminta adalah harta maka lawanlah sebisa mungkin, dan jika tidak melawan  kecuali dengan menyerang maka seranglah,  dan jika tidak  mau melawan dan memberikan kepada mereka hartanya maka diperbolehkan.

HUKUMAN SALIB




Adapun hukuman salib  adalah dengan mengangkat para pelaku  ke tempat yang tinggi  agar dapat dilihat oleh manusia dan mengumumkan penyebab mereka dihukum setelah mereka mati.  Ini merupakan pendapat jumhur. Dan pendapat yang lain mengatakan  bahwa mereka disalib kemudian dibunuh dalam keadaan mereka disalib.

Dan sebagian ulama membolehkan membunuh mereka tanpa  menggunakan pedang,  dan mereka ditinggalkan di tempat yang tinggi  sehingga mereka mati  dengan alami tanpa dibunuh.

Adapun mencincang  dalam membunuh, maka sesungguhnya hal itu tidak diperbolehkan atau memotong bagian hidung,  telingga atau merobek perut,  kecuali mereka telah melakukan hal tersebut kepada kita, maka kita bisa melakukan hal yang sama  seperti yang mereka lakukan. Tetapi tidak membalas hal tersebut lebih utama. Sebagaimana Firman Allah Ta’ala

وَلِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۚ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ مُحِيطًا

Kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi, dan adalah (pengetahuan) Allah Maha Meliputi segala sesuatu. (QS. AN-Nahala 126)

Ayat diatas turun ketika  orang-orang musrik  mencingcang hamzah dan yang lainnya dari para syuhada uhud, Maka Nabi Bersabda,
“Jikalau aku ditakdirkan oleh Allah untuk mengalahkan mereka maka aku akan mencingcang mereka seperti mereka mencingcang saudara kita”. (HR. Hakim).

Maka Allah menurunkan ayat

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ ۖ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا

Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (QS. Al-Isra : 85)

وَأَقِمِ الصَّلَاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ ۚ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ۚ ذَٰلِكَ ذِكْرَىٰ لِلذَّاكِرِينَ

Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat. (QS. Hud : 114)

Dan masih banyak ayat-ayat yang lainnya  yang menerangkan hal tersebut yang  turun di Makkah. Maka  muncul kembali asbabun nujul ayat yang turun  untuk kedua kalinya, sehingga Nabipun berkata, “  kita akan bersabar”.

Dari Buraidah bin hushaib telah berkata, “ keadaan RasuluLLah  shalaLLahu ‘alahi wasalam apabila  mengutus seorang pemimpin detasemen dan pasukan, beliau mewasiatkan  untuk dirinya wasiat ketaqwaan dan berbuat baik  untuk kaum muslimin . kemudian bersabda, “ berperanglah dengan menyebut nama Allah di jalan Allah dan perangilah orang-orang yang ingkar kepada Allah, dan jangalah berlebih-lebihan dan janganlah berkhianat  dan jangan memutilasi  dan janganlah membunuh anak-anak”. (HR. Muslim).

Dan jika para perampok menodongkan senjata di dalam sekitar perumahan  atau ditempat terbuka yang sepi hukumnya sama, ini menurut Imam Malik, syafi’I, dan mayoritas pengikut Imam Ahmad, dan sebagian pengikut Abu Hanifah,

Bahkan  perampok yang menggelar aksinya di perumahan harus  dihukum dengan hukuman yang lebi berat daripada mereka yang  beraksi di tempat yang sunyi,  karena di perumahan  adalah tempat prospektif dan tempat yang sangat mudah mendapatkan pertolongan manusia, maka kebenaranian untuk melakukan aksi itu lebih besar dan lebih beresiko, dan  jika mereka merampok di perumahan mereka bisa menggasak  semua harta yang di dalam rumah yang dimiliki oleh korban,  berbeda dengan korban perampokan di tempat yang sunyi dalam sebuah perjalanan, mereka biasanya membawa harta yang terbatas.

PEMBUNUHAN SECARA DIAM-DIAM

Adapun membunuh jiwa secara dam-diam  untuk mengambil harta seperti pengintai di sebuah tempat yang strategis  untuk menggelar aksinya,  dan apabila musafir terpisah dengan kelompoknya lalu membunuhnya dan mengambil hartanya atau  mengundang ke rumahnya, lalu ketika sampai di rumahnya dia membunuh dan mengambil hartanya, maka pembunahan ini dinamai  pembunuhan “ghilaah” dan secara umum dinamai “mu’aridhien”.

Maka dalam status hukum mereka sama dengan para perampok atau berlaku hukum qishas.

Maka para fuqaha berbeda pendapat tentang hal ini

Pertama,  sesungguhnya  mereka sama dengan perampok karena membunuh dengan cara tipu muslihat sama dengan membunuh para perampok yang secara terang-terangan, keduanya tidak bisa dihindari, bahkan membunuh dengan diam-diam  madharatnya lebih besar karena korban tidak tahu akan dibunuh.

Kedua, sesunggunya perampok yang membunuh secara terang-terangan dan pembunuhan secara tipu muslihat  maka hukumannya dikembalikan kepada keluarga korban apakah mau diqishahs, dimaafkan atau membayar diat.

Maka pendapat yang pertama adalah lebih mendekati syariat, bahkan pembunuhan secara diam-diam lebih bahaya lebih besar karena korban tidak mengetahui rencana pembuhan itu






HUKUMAN BAGI PARA MAKAR




Termasuk kedalam hukum hudud adalah hukuman bagi para pembuat makar dari para perampok dan begal,  mereka menghadang  manusia dengan memakai senjata di jalan-jalan atau di tempat-tempat lainya,  dengan tujuan untuk mengambil dan merampas  harta yang lewat secara terang-tengan.

إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلَافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ۚ ذَٰلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا ۖ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ

Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar. (QS. Al-Maidah : 33).


Diriwayatkan dari imam syafii radhiyaLLahu ‘anhu dari musnadnya,  dari Ibnu Abbas RadhiayaLLahu ‘anhu telah berkata, “ tentang hukuman para perampok dan begal jika  mereka mengambil harta  dan membunuh,  maka mereka harus di salib, dan apabila mereka membunuh  tanpa mengambil harta maka mereka dibunuh dan tidak disalib,  dan jika mereka mengambil  harta  dan tidak membunuh maka mereka  tidak dibunuh tetapi hanya dipotong  tangan dan kaki mereka secara bersilang,  dan jika merka hanya meneror atau hanya menakut-nakuti di jalan  dan tidak mengambil harta maka hukuma bagi mereka  adalah diasingkan.


Dan pendapat ini adalah pendapat mayoritas  dari ahli ilmu seperti imam syafii, Ahmad  dan hampir sama dengan pendapat Abu Hanifah,  dan  diantara mereka  ada yang membolehkan pemimpin berijtihad mengenai masalah tersebut, jika membunuh para begal dianggap mengandung banyak maslahat, maka diperbolehkan pemimpin mengambil  keputusan itu,

Jika memotong tangan para begal  dipandang perlu  dan mengandung maslahat  maka diperbolehkan walaupun mereka tidak mengambil harta, karena pelaku kejahatan memiliki potensi untuk berbuat hal yang dikemudian hari .


Jika para perampok, begal  mereka telah membunuh maka imam/pemimpin wajib membunuhnya sebagi had baginya,  dan tidak boleh diberikan maaf dan ampun, hal ini karena  menjadi kesepakatan ulama, sebagaimana yang dijelaskan  oleh ibnu Sirin  dalam al-ijma (h: 69). Urusan Had para perampok yang membunuh ini tidak diserahkan kepada keluarga yang dibunuh,  berbeda halnya dengan yang membunuh karena faktor permusuhan atau sengketa antara keduanya atau karena sebab-sebab khusus, maka untuk pembunuhan seperti ini diserahkan kepada keluarga korban jika mereka hendak  membalas dengan membunuh, mengampuni  atau hendak mengambil diyat darinya maka diperbolehkan, karena pembunuhan ini adalah tujuan yang khusus.


Adapun perampok yang membunuh karena ingin mengambil harta, maka hal ini memberikan madharat bagi banyak orang seperti halnya pencuri,  maka membunuh mereka merupakan sebuah had, dan hal ini merupakan kesepakatan ulama fiqih.


Pembunuh Tang Tidak Semartabat


Jikalah perampok yang membunuh itu tidak sederajat dengan yang dibunuh, seperti pembunuh adalah orang yang merdeka, dan yang dibunuh adalah hamba sahaya, atau pembunuh adalah orang muslim dan yang dibunuh adalah  orang kafir dimmi atau yang membunuhnya adalah remaja, maka untuk hal ini para ulama berbeda pendapat, apakah mereka harus dibunuh?,  dan pendapat yang paling kuat adalah pembunuh harus dibunuh, ini merupakan pendapat Malik, Ahmad dan Imam syafi’i.

Kenapa demikian?,  karena mereka membunuh dan menimbulkan kerusakan secara umum , sebagaimana dipotong tangan apabila mereka mengambil harta dan sebagaimana mereka ditahan dari hak-hak mereka.

Jika perampok beraksi secara perkelompok  dan salah dari mereka bertugas sebagia eksekotor pembunuh, dan sisa membantu  dia dalam memuluskan aksinya, maka ada yang berpendapat bahwa yang dibunuh adalah pelaku eksekutornya saja, tetapi berbeda dengan jumhur mereka berpendapat bahwa semua gerombolan tersebut wajib dibunuh semuanya,  walaupun jumlahnya mencapai 100 orang,  yang membantu eksekutor pembunuhan sama status hukumnya dengan pembunuh.

Hal ini terjadi di zaman khulafau Ar-Rasyidin, Umar Bin Khattab  telah membunuh seorang mata-mata  yang dia sering duduk di tempat yang tinggi untuk memantau dan melihat yang lewat di jalan,  dan eksekutor perampokan atau pembunuhan bisa melakuannya dengan mulus karena bantuan dari si mata-mata tersebut.


Maka golongan yang saling tolong menolong  antara satu dengan yang lainnya sehingga mereka menjadi pasukan yang kuat, maka mereka berserikat didalam pahala atau hukuman.


Rasulullah bersabda, “ orang-orang muslim itu  setara darah mereka, dan yang paling rendah  dari mereka adalah yang menjaga perjanjian, mereka adalah penolong bai yang lainnya,  dan yang ikut  dalam sariyyah berbagi ghanimah dengan yang tidak  berangkat. (HR. Ahmad)






HUKUM HUDUD




۞ إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا


Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS.An-Nisa : 58)


Maka sesungguhnya hukum diantara manusia  adalah hudud dan huquq (hak dan kewajiban) , dan keduanya terbagi menjadi dua macam :

Pertama, hudud dan huquq  yang tidak berkaiatn dengan individu tertentu,  tetapi terkait dengan manfaat kaum muslimin secara umum,  atau sekelompok kaum muslimin,  artinya semua orang membutuhnya, inilah yang disebut hudud dan huquq.


Misalnya seperti had  terhadap para perampok, pencuri, penzina,  dan lain sebagainya,  dan seperti hukum terhadap masalah-masalah yang berkaiatan dengan kekuasaan, seperti harta waqaf, wasiat yang tidak berkaiatan dengan personal tertentu.  Maka hal ini merupakan sebuah  tugas pemiminpin  yang paling penting,


Oleh karena itu, urgensi mengangkat seorang pemimpin tergambar dalam hadits dari Ali Bin abi thalib,  radhiyaLLahu ‘anhu, “ manusia sangat perlu untuk memiliki pemimpin yang baik atau bahkan pemimpin yang fajir (pendosa),  maka ada yang bertanya, wahai amirul mu’minin, pemimpin yang baik tentu kami  mengetahui kemaslahatannya, tetapi bagaimana dengan pemimpin yang pendosa?,  maka Ali bin abi thalib berkata,  pemimpin yang fadjir berguna untuk terlaksananya  hukum hudud dan huquq,  mengamankan situasi masyarakat, melawan musuh-musuh Islam, dan membagikan fai. (HR. Baihaqi).

Pemerintah wajib  menyelidiki dan  dan menegakan hukum-hukum diatas yang merupakan urgensi dari sebuah kewajiban pemimpin  walaupun tanpa tuntutan  dari siapapun,  dan demikian juga terlaksanya persaksian tentangnya walaupun tanpa tuntutan siapapun.


Hukum para pencuri

Para ulama berbeda pendapat mengenai  memotong tangan pencuri, apakah hal tersebut membutuhkan dihadirkannya harta yang dicuri atau tidak?,  mengenai hal ini  ada dua pendapat dalam madhab Imam ahmad dan yang lainnya,   tetapi mereka sepakat  bahwa potong tangan dilakukan tanpa harus menghadirkan barang curiannya,  menghadirkan barang curian hanya sebatas untuk meyakinkan tanpa ragu bahwa dialah pencurinya.


Maka hukum potong tangan ini harus ditegakan tanpa memandang bulu,  hukum harus ditegakan walaupun pelakunya adalah orang yang punya kedudukan ataupun rakya jelata,  orang yang kuat ataupun orang yang lemah.


Hukum hudud ini tidak boleh dianulir atau dibatalkan karena faktor  adanya pembelaan,  adanya hadiah sogokan ataupun yang lainnya, dan barang siapa yang membatal hukum hudud ini, padahal dia mampu melaksanakannya maka baginya laknat Allah, malaikat,  dan manusia semuanya.


Allah tidak akan menerima tebusan untuk hal ini, pelakunya termasuk  orang yang menjual belikan ayat Allah dengan harga yang murah.


Dari Abdillah Ibnu Umar RadhiyaLLahu ‘ahnu, dia berkata, telah bersabda RasuluLLah  shalaLLahu ‘alahi wasalam, “  Barang siapa yang memberi pertolongan untuk  menghalangi hukum hudud Allah, maka sungguh Ia telah  melawan perintah Allah, dan barang siapa yang bertikai  dalam kebatilan dan dia mengetahui  bahwa kemurkaan Allah tidak akan sirna sampai mereka berhenti, dan barang siapa yang menuduh kepada seorang muslim, maka dia harus ditahan di “radghatul khobal” sehingga dia mencabut perkataanya,  lalu ada yang bertanya, Ya RasuluLLah apakah radghatul khobal itu?,  lalau RasuluLLah menjawab, itu adalah perasaan nanah penghuni api neraka. (HR. Abu Daud dalam sunannya).


RasuluLLah menjelaskan tentang hakim, para saksi, dan orang yang bersengketa, karena mereka adalah bagaian-bagian pokok  dalam dunia hukum.


Dari Asiyah RadhiyaLLahu ‘anha berkata, “  sesungguhnya penduduk kaum qurasiy pernah resah dengan  pencurian yang dilakukan oleh wanita kaum makhzum,  mereka berkata, “  siapakah yang berani melaporkan hal ini kepada RasuluLLah?,  maka sebagian mereka menjawab, “ usamah lah yang pasti berani mengutarakan hal kepada RasuluLLah”,  dia berkata, “ Hai usamah apakah kamu hendak memberikan  pertolongan  pada orang yangdikenai hudud Allah,  sesungguhnya kebinasaan bani Israil adalah karena mereka  tebang plih dalam menegakan hukum hudud, jika yang memcuri adalah orang yang punya pengaruh dan kekuasaan mereka meninggalkan hukum hudud,  tetapi apabila yang menjadi pelaku adalah  rakyat biasa  yang lemah maka hukum hudud itu dilaksanakan, dan demi jiwaku berada ditangannya, jikalah Fatimah Binti Muhammad  mencuri, maka sungguh aku yang akan memotongnya.

Dalam kisah ini ada sebuah pelajaran yang berharga, bagaimana sebuah hukum dibisa dipermainkan, hukum menjadi bak pisah yang tumbul diatas dan tajam ke bawah, hukum tidak memban untuk orang-orang yang punya kekuasaan  dan tajam  kepada masyakarat jelata yang tidak punya apa-apa.


Bani makhzum  merupakan salah satu suku yang terkemuka di suku bani Quraisy selain bani abdul manaf,  maka ketika wanita dari bani makhzum itu mencuri  dan ternyata pencuriannya itu bukan hanya terjadi sekali saja, tapi kata ulama terjadi berkali-kali sebelum dia terciduk,   dan Usamah selaku sahabat kesayangan RasuLuLLah  dalam peritiwa ini hendak memberian pertolongan kepada wanita tersebut,  Maka RasuluLLahpun marah  dan mengecam Usamah agar jangan sampai dia tergelincir kepada hal-hal yang Allah haramkan,  yaitu memberikan pertolongan kepada orang yang kena sanksi had.


Nabipun memberikan sebuah afirmasi untuk menguatkan prinsip hidupnya, agar melakukan segala hal karena perintah dan larangan Allah, bukan karena pertimbangan perasaan, “ Jikalau anaknya sendiri, Fatimah mencuri maka sungguh, RasuluLLah sendiri yang akan menghukumnya dengan memotong tanganya.


Dalam sebuah riwayat, wanita bani makhzum ini bertaubat setelah tangannya di potong,  dan setelah itu datang ke rumah Nabi  dan Nabipun memberikan kebutuhan hajat kehidupannya.


“ apabila pencuri,  bertaubat, maka tangan yang dipotongnya akan  mendahului  masuk surge, dan jika tidak bertaubat, maka potongan tangannya mendahuluinya masuk ke dama neraka “. (HR. Ibnu Adie).


HUKUMAN TIDAK AKAN DIBATALKAN JIKA SUDAH SAMPAI KE PEMIMPIN MUSLIM


Imam Malik RahimahuLLah menceritakan dalam kitabnya Al-muwatha, bahwanya  sekolompok orang menangkap seorang pencuri,  untuk diseret  agar dihukum oleh Utsman radhiyaLLahu ‘anhu, maka Zubair menemui mereka  dan berkata, “ jika dia dibawa kepada Utsman  untuk diadili, maka dia minta ampunan kepadanya,  maka Utsmanpun berkata, “  Jika hukuman hudud telah sampai kepada pemimpin, maka Allah akan melaknat  orang yang memberi syafaat  dan yang meminta syafaat.


Shafwan Ibnu Umayah pernah tidur diatas  Kain selendangnya di Masjid Nabi  shalaLLahu “alahi wasalam,  maka datanglah pencuri yang diam-diam mengambi selendangnya,  Maka shafwan pun menangkapnya dan membawanya kepada Nabi Muhammad, Maka Nabi memerintahkannya untuk memotong tanganya,  Maka shofwan berkata, “ ya RasuluLLah apakah karena selendang ini, tanganya di potong?,  jika seperti itu, aka berikan saja kepadanya. Maka RasuluLLah menjawab, “  mengapa engkau tidak lakukan sebelum mendatangiku,dan akhirnya tangan si pencuripun dipotong. (HR. Ahmad).


Maksud RasuluLLah adalah  jika shofwan memaafkan sebelum kasus itu diangkat kepada RasuluLLah maka hukum hudud bisa di batalkan, tetapi jika kasus itu sudah dilaporkan kepada penguasa maka tidak boleh untuk membatalkan hukum had dengan pertolongan, meaafkan, dengan hadiah  atau yang lainnya yang memiliki tujuan yang sama untuk menganulir.

Oleh karena itu ulama bersepakat, bahwa jika perampok, pencuri  atau kejatahan lainnya dilaporkan kepada ulil amri kemudian dia bertaubat setelah itu, maka tidak dapat membatalkan  had itu  atas pelaku kejahatan,  bahkan wajib melaksankana had  walaupun dia sudah bertaubat.


Jika dia bertaubat, maka sesungguhnya had itu merupakan penghapus dosanya,  dan kesiapannya untuk menerima hukuman had merupakan sebuah tanda dari kesungguhnya untuk bertaubat.  Sama seperti  mengembalikan hak yang sudah direngggut kepada keluarganya,  dan kesiapan untuk diqishas pada hak-hak manusia yang diambil.


إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلَافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ۚ ذَٰلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا ۖ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ

Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.


إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا مِنْ قَبْلِ أَنْ تَقْدِرُوا عَلَيْهِمْ ۖ فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ


Kecuali orang-orang yang taubat (di antara mereka) sebelum kamu dapat menguasai (menangkap) mereka; maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Maidah : 33-34)