Termasuk kedalam hukum hudud adalah hukuman
bagi para pembuat makar dari para perampok dan begal, mereka menghadang manusia dengan memakai senjata di jalan-jalan
atau di tempat-tempat lainya, dengan
tujuan untuk mengambil dan merampas
harta yang lewat secara terang-tengan.
إِنَّمَا
جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ
فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ
وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلَافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ۚ ذَٰلِكَ لَهُمْ
خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا ۖ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang
yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah
mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan
bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian
itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka
beroleh siksaan yang besar. (QS. Al-Maidah : 33).
Diriwayatkan dari imam syafii radhiyaLLahu
‘anhu dari musnadnya, dari Ibnu Abbas
RadhiayaLLahu ‘anhu telah berkata, “ tentang hukuman para perampok dan begal
jika mereka mengambil harta dan membunuh,
maka mereka harus di salib, dan apabila mereka membunuh tanpa mengambil harta maka mereka dibunuh dan
tidak disalib, dan jika mereka mengambil
harta
dan tidak membunuh maka mereka
tidak dibunuh tetapi hanya dipotong
tangan dan kaki mereka secara bersilang, dan jika merka hanya meneror atau hanya
menakut-nakuti di jalan dan tidak
mengambil harta maka hukuma bagi mereka
adalah diasingkan.
Dan pendapat ini adalah pendapat
mayoritas dari ahli ilmu seperti imam
syafii, Ahmad dan hampir sama dengan
pendapat Abu Hanifah, dan diantara mereka ada yang membolehkan pemimpin berijtihad
mengenai masalah tersebut, jika membunuh para begal dianggap mengandung banyak
maslahat, maka diperbolehkan pemimpin mengambil
keputusan itu,
Jika memotong tangan para begal dipandang perlu dan mengandung maslahat maka diperbolehkan walaupun mereka tidak
mengambil harta, karena pelaku kejahatan memiliki potensi untuk berbuat hal
yang dikemudian hari .
Jika para perampok, begal mereka telah membunuh maka imam/pemimpin
wajib membunuhnya sebagi had baginya,
dan tidak boleh diberikan maaf dan ampun, hal ini karena menjadi kesepakatan ulama, sebagaimana yang
dijelaskan oleh ibnu Sirin dalam al-ijma (h: 69). Urusan Had para
perampok yang membunuh ini tidak diserahkan kepada keluarga yang dibunuh, berbeda halnya dengan yang membunuh karena
faktor permusuhan atau sengketa antara keduanya atau karena sebab-sebab khusus,
maka untuk pembunuhan seperti ini diserahkan kepada keluarga korban jika mereka
hendak membalas dengan membunuh,
mengampuni atau hendak mengambil diyat
darinya maka diperbolehkan, karena pembunuhan ini adalah tujuan yang khusus.
Adapun perampok yang membunuh karena ingin
mengambil harta, maka hal ini memberikan madharat bagi banyak orang seperti
halnya pencuri, maka membunuh mereka
merupakan sebuah had, dan hal ini merupakan kesepakatan ulama fiqih.
Pembunuh Tang Tidak Semartabat
Jikalah perampok yang membunuh itu tidak
sederajat dengan yang dibunuh, seperti pembunuh adalah orang yang merdeka, dan
yang dibunuh adalah hamba sahaya, atau pembunuh adalah orang muslim dan yang
dibunuh adalah orang kafir dimmi atau
yang membunuhnya adalah remaja, maka untuk hal ini para ulama berbeda pendapat,
apakah mereka harus dibunuh?, dan
pendapat yang paling kuat adalah pembunuh harus dibunuh, ini merupakan pendapat
Malik, Ahmad dan Imam syafi’i.
Kenapa demikian?, karena mereka membunuh dan menimbulkan
kerusakan secara umum , sebagaimana dipotong tangan apabila mereka mengambil
harta dan sebagaimana mereka ditahan dari hak-hak mereka.
Jika perampok beraksi secara perkelompok dan salah dari mereka bertugas sebagia
eksekotor pembunuh, dan sisa membantu
dia dalam memuluskan aksinya, maka ada yang berpendapat bahwa yang
dibunuh adalah pelaku eksekutornya saja, tetapi berbeda dengan jumhur mereka
berpendapat bahwa semua gerombolan tersebut wajib dibunuh semuanya, walaupun jumlahnya mencapai 100 orang, yang membantu eksekutor pembunuhan sama status
hukumnya dengan pembunuh.
Hal ini terjadi di zaman khulafau Ar-Rasyidin,
Umar Bin Khattab telah membunuh seorang
mata-mata yang dia sering duduk di
tempat yang tinggi untuk memantau dan melihat yang lewat di jalan, dan eksekutor perampokan atau pembunuhan bisa
melakuannya dengan mulus karena bantuan dari si mata-mata tersebut.
Maka golongan yang saling tolong
menolong antara satu dengan yang lainnya
sehingga mereka menjadi pasukan yang kuat, maka mereka berserikat didalam
pahala atau hukuman.
Rasulullah bersabda, “ orang-orang muslim
itu setara darah mereka, dan yang paling
rendah dari mereka adalah yang menjaga
perjanjian, mereka adalah penolong bai yang lainnya, dan yang ikut
dalam sariyyah berbagi ghanimah dengan yang tidak berangkat. (HR. Ahmad)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar