Jumat, 09 Agustus 2019

HUKUMAN SALIB




Adapun hukuman salib  adalah dengan mengangkat para pelaku  ke tempat yang tinggi  agar dapat dilihat oleh manusia dan mengumumkan penyebab mereka dihukum setelah mereka mati.  Ini merupakan pendapat jumhur. Dan pendapat yang lain mengatakan  bahwa mereka disalib kemudian dibunuh dalam keadaan mereka disalib.

Dan sebagian ulama membolehkan membunuh mereka tanpa  menggunakan pedang,  dan mereka ditinggalkan di tempat yang tinggi  sehingga mereka mati  dengan alami tanpa dibunuh.

Adapun mencincang  dalam membunuh, maka sesungguhnya hal itu tidak diperbolehkan atau memotong bagian hidung,  telingga atau merobek perut,  kecuali mereka telah melakukan hal tersebut kepada kita, maka kita bisa melakukan hal yang sama  seperti yang mereka lakukan. Tetapi tidak membalas hal tersebut lebih utama. Sebagaimana Firman Allah Ta’ala

وَلِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۚ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ مُحِيطًا

Kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan apa yang di bumi, dan adalah (pengetahuan) Allah Maha Meliputi segala sesuatu. (QS. AN-Nahala 126)

Ayat diatas turun ketika  orang-orang musrik  mencingcang hamzah dan yang lainnya dari para syuhada uhud, Maka Nabi Bersabda,
“Jikalau aku ditakdirkan oleh Allah untuk mengalahkan mereka maka aku akan mencingcang mereka seperti mereka mencingcang saudara kita”. (HR. Hakim).

Maka Allah menurunkan ayat

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ ۖ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا

Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (QS. Al-Isra : 85)

وَأَقِمِ الصَّلَاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ ۚ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ ۚ ذَٰلِكَ ذِكْرَىٰ لِلذَّاكِرِينَ

Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat. (QS. Hud : 114)

Dan masih banyak ayat-ayat yang lainnya  yang menerangkan hal tersebut yang  turun di Makkah. Maka  muncul kembali asbabun nujul ayat yang turun  untuk kedua kalinya, sehingga Nabipun berkata, “  kita akan bersabar”.

Dari Buraidah bin hushaib telah berkata, “ keadaan RasuluLLah  shalaLLahu ‘alahi wasalam apabila  mengutus seorang pemimpin detasemen dan pasukan, beliau mewasiatkan  untuk dirinya wasiat ketaqwaan dan berbuat baik  untuk kaum muslimin . kemudian bersabda, “ berperanglah dengan menyebut nama Allah di jalan Allah dan perangilah orang-orang yang ingkar kepada Allah, dan jangalah berlebih-lebihan dan janganlah berkhianat  dan jangan memutilasi  dan janganlah membunuh anak-anak”. (HR. Muslim).

Dan jika para perampok menodongkan senjata di dalam sekitar perumahan  atau ditempat terbuka yang sepi hukumnya sama, ini menurut Imam Malik, syafi’I, dan mayoritas pengikut Imam Ahmad, dan sebagian pengikut Abu Hanifah,

Bahkan  perampok yang menggelar aksinya di perumahan harus  dihukum dengan hukuman yang lebi berat daripada mereka yang  beraksi di tempat yang sunyi,  karena di perumahan  adalah tempat prospektif dan tempat yang sangat mudah mendapatkan pertolongan manusia, maka kebenaranian untuk melakukan aksi itu lebih besar dan lebih beresiko, dan  jika mereka merampok di perumahan mereka bisa menggasak  semua harta yang di dalam rumah yang dimiliki oleh korban,  berbeda dengan korban perampokan di tempat yang sunyi dalam sebuah perjalanan, mereka biasanya membawa harta yang terbatas.

PEMBUNUHAN SECARA DIAM-DIAM

Adapun membunuh jiwa secara dam-diam  untuk mengambil harta seperti pengintai di sebuah tempat yang strategis  untuk menggelar aksinya,  dan apabila musafir terpisah dengan kelompoknya lalu membunuhnya dan mengambil hartanya atau  mengundang ke rumahnya, lalu ketika sampai di rumahnya dia membunuh dan mengambil hartanya, maka pembunahan ini dinamai  pembunuhan “ghilaah” dan secara umum dinamai “mu’aridhien”.

Maka dalam status hukum mereka sama dengan para perampok atau berlaku hukum qishas.

Maka para fuqaha berbeda pendapat tentang hal ini

Pertama,  sesungguhnya  mereka sama dengan perampok karena membunuh dengan cara tipu muslihat sama dengan membunuh para perampok yang secara terang-terangan, keduanya tidak bisa dihindari, bahkan membunuh dengan diam-diam  madharatnya lebih besar karena korban tidak tahu akan dibunuh.

Kedua, sesunggunya perampok yang membunuh secara terang-terangan dan pembunuhan secara tipu muslihat  maka hukumannya dikembalikan kepada keluarga korban apakah mau diqishahs, dimaafkan atau membayar diat.

Maka pendapat yang pertama adalah lebih mendekati syariat, bahkan pembunuhan secara diam-diam lebih bahaya lebih besar karena korban tidak mengetahui rencana pembuhan itu






Tidak ada komentar:

Posting Komentar