Rabu, 16 Oktober 2019

TUJUAN UTAMAN KEKUASAAN DAN KEKAYAAN



Oleh : Misbahudin

Ibnu Taimiyyah Rahimahullah menegaskan bahwa Islam mengarahkan kekuasaan dan kekayaan di jalan Allah. Jika tujuan dalam berkuasa dan meraih harta kekayaan  adalah mendekatkan diri kepada Allah dan menginfakan di jalan Allah, niscaya hal itu dapat menjadikan baik agama dan dunianya.

Jika kekuasaan politik dipisahkan dari agama atau agama dipisahkan dari kekuasaan, kondisi manusia pasti akan rusak, hidup dan kehidupan akan semraut  tak beraturan, hanya hawa nafsu yang menjadikan rujukan untuk bertindak dan membuat kebijakan.

Orang yag patuh kepada Allah berbeda dengan orang yang bermaksiat kepada_Nya melalui niat dan amal shalih. Sebagaimana disebut dalam sabda RasuluLLah

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-  إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ 

Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk rupa dan harta kalian. Akan tetapi, Allah hanyalah melihat pada hati dan amalan kalian.” (HR. Muslim no. 2564).

Tatkala banyak penguasa yang ketika berkuasa terlalu  mengejar kekayaan dan pangkat, niscaya mereka pun semakin jauh dari iman serta agama yang hakiki dan sempurna. Ada juga diantara para penguasa  yang lebih mengutamakan  agama tapi mengabaikan sarana penyempurnanya  dari urusan-urusan dunia.

Sebaliknya, ada yang merasa dirinya tergantung kepada sarana tersebut lalu dia menempuhnya  dan mengabaikan pertimbangan agama, karena menurutnya agama bertolak belakang  dengan sarana tersebut. Ia menganggap agama yang difungsikan pada posisi-posisi memberi kasih sayang dan kerendahan, tidak pada tempat-tempat ketinggian dan kemuliaan.

Begitulah kondisi pengikut dua agama  (yahudi dan Nasrani). Ketika mereka sudah tidak mampu menjalankan agama secara sempurna  dan berkeluh kesah menghadapi ujian yang datang ketika menegakan agama, ajaran mereka  dianggap lemah dan rendah oleh orang yang meyakini bahwa kemaslahatan manusia tidak akan dicapai melalui agama.

Inilah dua jalan sama-sama rusak, jalan kaum yang menisbatkan  diri kepada agama tapi tidak menjalankannya secara sempurna  melalui perantara kekuasaan, jihad, dan kekayaan yang menjadi kebutuhan  dan jalan orang-orang yang menjalankan kekuasaan, kekayaan dan peperangan bukan untuk tujuan menegakan agama. Keduanya adalah jalan orang-orang yang dimurkai dan jalan orang-orang  yang sesat.

Jalan pertama ditempuh oleh kaum nasrani dan jalan yang kedua ditempuh oleh kaum-kaum yahudi. Sementara jalan yang lurus  adalah jalan orang yang Allah beri rahmat  dan nikmat dari kalangan para Nabi, oarng-orang sidiq, para syuhada dan orang-orang yang shalih.

Itulah jalan yang ditempuh RasuluLLah, para khalifah ar-rasyidin, para sahabat RasuluLLah dan  siapa saja yang meniti jalan mereka, jalan orang yang bersegera  menuju Islam  dari kalangan muhajirin dan ashar, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan kebaikan, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridho kepada Allah.

Allah menyediakan untuk mereka surga-surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, mereka kekal didalamnya, itulah keberuntungan yang  besar.

Ÿw tbqç7è%ötƒ Îû ?`ÏB÷sãB ~wÎ) Ÿwur Zp¨BÏŒ 4 šÍ´¯»s9'ré&ur ãNèd šcrßtG÷èßJø9$# ÇÊÉÈ  
 “Mereka tidak memelihara (hubungan) Kerabat terhadap orang-orang mukmin dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. dan mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas”. (QS. At-taubah : 10)

Mengangkat Pemimpin Shalih Lebih Baik Daripada Orang Kafir

Kewajiban bagi seorang muslim adalah berusaha dengan maksimal sesuai dengan kemampuan yang dia miliki, siapa saja yang mengemban  suatu tugas kepemimpinan dengan niat menaati Allah, menjalankannya sesuia dengan ajaran Islam, memenuhi maslahat kaum muslimin serta melarang hal-hal yang haram kepada mereka sesuai dengan kemampaunnya, niscaya tidak akan disalahkan dalam hal-hal yang ia tidak mampu.

Bagaimanapun mengangkat pemimpin  dari kalangan orang-orang yang shalih itu lebih baik bagi umat Islam  daripada mengakat pemimpin dari kalangan orang-orang kafir.

Siapa saja yang tidak mampu menegakan agama Islam melalui  kekuasaan  dan jihad, lalu ia melakukan  apa yang ia sanggupi  seperti memberikan kesetiaan  hati dan doa  terhadap  umat Islam , mencintai kebaikan  dan menjalankan  kebaikan  yang ia mampu, niscaya ia tidak akan di bebani menjalankan apa yang ia tidak mampu.

Agama Tegak Dengan Tegaknya Al-Qur’an

Sesungguhnya agama itu hanya tegak dengan Al-Qur’an pemberi petunjuk dan besi sebagai pembela, sebagaimana disebutkan oleh Allah.

Oleh karena itu, kita harus berusaha maksimal  untuk mendahulukan Al-Qur’an secara ikhlas karena Allah dan mengharapkan pahala disisi-nya , seraya memohon pertolongan darinya dalam menjalankan tugas tersebut.

Dunia pada hakikatnya adalah berfungis  sebagai pelayan agama , sebagimana perkataan Muadz Bin Jabal, “ wahai anak adam, engkau membutuhkan bagianmu  dari dunia, tetapi bagian akhiratmu lebih membutuhkannya. Jika kamu lebih mengutamakan sebagian duniamu maka bagian akhiratmu akan luput, sedangkan bagian duniamu juga dalam keadaan mengkhwatirkan. “

Dasar ucapan  Muadz ini adalah riwayat tirmidzi dari Nabi Muhammad ShalaLLahu ‘Alahi wasalam.

مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ ، فَرَّقَ اللهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ ِ، وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ ، وَمَنْ كَانَتِ الْآخِرَةُ نِيَّـتَهُ ، جَمَعَ اللهُ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ غِنَاهُ فِيْ قَلْبِهِ ، وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ.

Barangsiapa tujuan hidupnya adalah dunia, maka Allâh akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia tidak mendapatkan dunia kecuali menurut ketentuan yang telah ditetapkan baginya. Barangsiapa yang niat (tujuan) hidupnya adalah negeri akhirat, Allâh akan mengumpulkan urusannya, menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina. ”

Dan Firman Allah Subhanahu Wata’ala

$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur žwÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ   !$tB ߃Íé& Nåk÷]ÏB `ÏiB 5-øÍh !$tBur ߃Íé& br& ÈbqßJÏèôÜムÇÎÐÈ   ¨bÎ) ©!$# uqèd ä-#¨§9$# rèŒ Ío§qà)ø9$# ßûüÏGyJø9$# ÇÎÑÈ  

“ Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha pemberi rezki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh. (QS. Adz-dzariayat : 56-58).

# Disarikan Dari Kajian Kitab Siasah Syariyyah Ibnu Taimiyyah_  Bareng :
 Syekh  DR. Jeje Zaenudin, M.Ag_(WAKETUM PERSIS & Direktur  An-Nahala Research Forum)




                                 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar