Kamis, 04 Februari 2021

AL-QUR’AN LENTARA KEHIDUPAN

 

Oleh : Misbahudin

 


*Al-Qur’an Dan Fitrah Manusia*

 

Diantara tanda karunia dan kasih sayang Allah atas umat manusia, Dia tidak meninggalkan manusia begitu saja dalam  mengarungi  kehidupannya tanpa arahan dan bimbingan dari-Nya. Manusia tidak dibiarkan hidup hanya berdasarkan akal, insting dan  “sinyal” fitrah semata dalam mencari hakikat sebenanarnya dan memaknai kehidupannya.

 

كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ

 

Setiap manusia yang lahir, mereka lahir dalam keadaan fitrah. Orang tuanya lah yang menjadikannya Yahudi atau Nasrani” (HR. Bukhari-Muslim)



Fitrah keimanan sebagai petunjuk hati yang berbisik lembut dan membing jiwa manusia untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Tetapi adakalnya fitrah keimanan jika tidak bersambut dengan wahyu, bisa menjadi salah sasaran atau salah penyaluran sehingga manusiapun terperosok kedalam jurang kekeliruan dan kesesatan.

 

Maka penting fitrah itu bersenyawa dengan wahyu. Agar fitrah itu bisa terpimpin dengan benar dan manusiapun bisa menjalani kehidupan di jalan yang benar sesuai dengan apa yang Tuhan semesta alam inginkan.

 

تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ

 

_”Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya”_. ( H.R. Malik)


Bayangkan bagaimana kehidupan manusia tanpa bimingan wahyu?, manusia pasti hidup dalam kekacauan dan kekeringan jiwa, jika ada yang menempuh jalan spiritual alami tanpa bimbingan ilahi, maka akan melahirkan manusia yang tidak seimbang dalam menjalani kehidupannya. Ada mereka memutuskan dari kehidupan dunia, menyepi sendiri dan “bertapa” tidak menikah, sedikit makan dan lain sebagainya dalam usaha mereka mencari pemaknaan hidup.

 

Sebagaimana ada tiga orang sahabat yang berkunjung ke rumah Nabi dan menanyakan hal ikhwal ibadah nabi, mereka berambisi untuk melakukan yang terbaik tetapi tanpa bimbingan wahyu.

 

جَاءَ ثَلاَثَةُ رَهْطٍ إِلَى بُيُوتِ أَزْوَاجِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – يَسْأَلُونَ عَنْ عِبَادَةِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَلَمَّا أُخْبِرُوا كَأَنَّهُمْ تَقَالُّوهَا فَقَالُوا وَأَيْنَ نَحْنُ مِنَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَدْ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ . قَالَ أَحَدُهُمْ أَمَّا أَنَا فَإِنِّى أُصَلِّى اللَّيْلَ أَبَدًا . وَقَالَ آخَرُ أَنَا أَصُومُ الدَّهْرَ وَلاَ أُفْطِرُ . وَقَالَ آخَرُ أَنَا أَعْتَزِلُ النِّسَاءَ فَلاَ أَتَزَوَّجُ أَبَدًا . فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ « أَنْتُمُ الَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا أَمَا وَاللَّهِ إِنِّى لأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ ، لَكِنِّى أَصُومُ وَأُفْطِرُ ، وَأُصَلِّى وَأَرْقُدُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِى فَلَيْسَ مِنِّى

 

“Ada tiga orang yang pernah datang ke rumah istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka bertanya tentang ibadah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika mereka diberitahu, tanggapan mereka seakan-akan menganggap apa yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa-biasa saja.

 

Mereka berkata, “Di mana kita dibandingkan dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam? Padahal dosa beliau yang lalu dan akan datang telah diampuni.” Salah satu dari mereka lantas berkata, “Adapun saya, saya akan shalat malam selamanya.” Yang lain berkata, “Saya akan berpuasa terus menerus, tanpa ada hari untuk tidak puasa.”


Yang lain berkata pula, “Saya akan meninggalkan wanita dan tidak akan menikah selamanya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Kaliankah yang berkata demikian dan demikian. Demi Allah, aku sendiri yang paling takut pada Allah dan paling bertakwa pada-Nya. Aku sendiri tetap puasa namun ada waktu untuk istirahat tidak berpuasa. Aku sendiri mengerjakan shalat malam dan ada waktu untuk tidur. Aku sendiri menikahi wanita. Siapa yang membenci ajaranku, maka ia tidak termasuk golonganku.” (HR. Bukhari no. 5063 dan Muslim no. 1401)



Maka penting hati untuk merenungi wahyu ilahi, pendengaran mendengarkan nasihat kebenaran, dan mata untuk melihat tanda-tanda bukti kebaran. Karena jika semua itu tidak dilakukan, maka fitrah keimanan itu akan terkubur kedalam dasar jiwa yang gelap.  Dan mata hatipun akan buta untuk menemukan dan melaksanakan kebanaran.  Ketika mata hati manusia buta, maka mereka akan berelovusi menjadi tak ubahnya hewan liar. 

 

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا ۚ أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ

 

 

“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai”. (QS. Al-Araf : 179)

 

Manusia dalam perkembangan  pemikiran dan kemajuan teknologi,  akan senantiasa  membutuhkan wahyu untuk  tempat berpijak dan menjadikannya sebagai lenteran kebenaran untuk mencari solusi dari setiap permasalah  dan tantangan yang dihadapi pada setiap kurun zaman. Wahyu yang berkolaborasi dengan fitrah manusia dan kemajuan zaman akan melahirkan sebuah peradaban ilahiyah dan menjadikan tempat dimana mereka tinggal menjadi sebuah negeri yang subur Makmur dan penuh dengan ampunan Allah, _“badatun thayyibun warobul ghafur”_.

 

==============================

🌐 Blog : http://bit.ly/literasi-islam

📹 Youtube : http://bit.ly/misbahchannel

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar