Jumat, 12 Februari 2021

PERBEDAAN AL-QUR’AN DAN HADITS QUDSI

 

Oleh : Misbahudin

 

Salah satu bukti kasih sayang Allah kepada manusia, Ia menurunkan wahyu kepada manusia melalui perantara manusia pilihan   yaitu Rasul dan Nabinya, hal ini penting untuk menjadi sebuah “clue” atau jalan kehidupan (way of life) bagi manusia untuk menapaki hidup dan kehidupan dengan benar.

 

Wahyu mempunyai sebuah posisi tertinggi dalam mencapai sebuah puncak kebenaran hakiki,  karena datang dari Tuhan semesta alam yaitu Allah. Maka  tentunya Ia mengetahui secara global dan secara detail semua kehidupan yang diciptakannya, tidak terkecuali mengenai bagaimana seharusnya  manusia menjalani hidup secara personal, bertetangga, bermasyarat dan dimensi yang lebih besar dari itu.

 

Wahyu yang Allah turunkan kepada Nabinya dapat kita klasifikasikan  menjadi tiga macam, yaitu Al-Qur’an yang menjadi mukjizat Rasulullah yang abadi, hadits nabawi dan  hadits qudsi. Berbicara mengenai hadits qudsi kita bisa memahami  dengan pendekatan bahasa dan istilah.

 

Asal mula kata “qudsi” adalah sebuah nisbat atau penyandaran kepada Allah yang maha suci “al-Qudus”.  Hal ini sebuah nisbah yang menunjukan pengaguan dan penyucian, karena subtansi dari kalimat-kalimat yang terucap adalah datang dari Allah, Maka kata Qudsi atau Taqdiis  memiliki arti “ at-tathir”. Sebagaimana firman Allah  yang menggambarkan sebuah kebiasaan malaikat-malaikat-Nya.  Dalam surat Al-Baqarah ayat 30

 

وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ ِانِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً ۗ قَالُوْٓا اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاۤءَۚ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۗ قَالَ اِنِّيْٓ اَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ

 

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”

 

 

Maka Kata “nuqoddisu” mempunyai makna “nuthohhiru” yaitu menyucikan.  Sedangkan hadits qudsi secara istilah adalah apa-apa yang Rasulullah sandarkan kepada Allah, atau Nabi menjadi sebagai rowi yang meriwayatkan apa yang Allah wahyukan kepadanya dengan menggunakan lafadz kalimat dari Nabi sendiri, sedangkan subtansi maknanya dari Allah.   Maka apabila salah seorang sahabat meriwayatkan dari Nabi dengan menyandarkannya kepada Allah dengan menggunkan kalimat.


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : “يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي، وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي، فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ، ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي، وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَإٍ، ذَكَرْتُهُ فِي مَلَإٍ خَيْرٌ مِنْهُمْ، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ بِشِبْرٍ، تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ ذِرَاعًا، تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا(1) وَإِنْ أَتَانِي يَمْشِي، أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً
(
رواه البخاري (وكذلك مسلم والترمذي وابن ماجه

 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., beliau berkata, telah bersabda Rasulullah , “Telah berfirman Allah Subhanahu wa ta’ala, ‘Aku adalah sebagaimana prasangka hambaku kepadaku, dan Aku bersamanya ketika dia mengingatku, dan jika hambaku mengingatku dalam sendirian, maka Aku mengingatnya dalam diri-Ku sendiri, dan jika dia mengingatku di dalam sebuah kelompok/jama’ah, (maka) Aku mengingatnya dalam kelompok yang lebih baik dari kelompok tersebut, dan jika dia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta, dan jika dia mendekat kepadaku sehasta, Aku mendekat kepadanya satu depa, dan jika dia mendatangiku dengan berjalan, Aku mendatanginya dengan berjalan cepat’ ” (HR. Imam Bukhari dan Muslim).

 


عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فِيمَا يَرْوِي عَنْ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ، قَالَ: “إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ، ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ: فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا، كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً، فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا، كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ، إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ، إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيرَةٍ، وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا، كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً، فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا، كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً
رواه البخاري ومسلم

 

Diriwayatkan oleh Ibn ‘Abbas r.anhumaa, dari Nabi , Sesungguhnya Alloh menulis semua kebaikan dan keburukan. Barangsiapa berkeinginan berbuat kebaikan, lalu dia tidak melakukannya, Alloh menulis di sisi-Nya pahala satu kebaikan sempurna untuknya. Jika dia berkeinginan berbuat kebaikan, lalu dia melakukannya, Alloh menulis pahala sepuluh kebaikan sampai 700 kali, sampai berkali lipat banyaknya. Barangsiapa berkeinginan berbuat keburukan, lalu dia tidak melakukannya, Alloh menulis di sisi-Nya pahala satu kebaikan sempurna untuknya. Jika dia berkeinginan berbuat keburukan, lalu dia melakukannya, Alloh menulis satu keburukan saja. (HR. Bukhari dan Muslim).

 


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَن النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ: الصَّوْمُ لِي، وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَأَكْلَهُ وَشُرْبَهُ مِنْ أَجْلِي، وَالصَّوْمُ جُنَّةٌ(1)، وَلِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ: فَرْحَةٌ حِينَ يُفْطِرُ، وَفَرْحَةٌ حِينَ يَلْقَى رَبَّهُ، وَلَخُلُوفُ(2) فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ”.
 

 

Diriwayatkan dari Abi Hurairah r.a., dari Nabi , beliau bersabda, ”Allah Azza wa Jalla berfirman, ‘Puasa itu untukku, dan Aku yang akan memberikan ganjarannya, disebabkan seseorang menahan syahwatnya dan makannya serta minumnya karena-Ku, dan puasa itu adalah perisai, dan bagi orang yang berpuasa dua kebahagiaan, yaitu kebahagian saat berbuka, dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Tuhannya, dan bau mulut orang yang berpuasa lebih harum disisi Allah, daripada bau minya misk/kesturi’ ”. (HR. Bukhari).

 

Sebagaimana beberapa contoh hadits qudis dibawah ini, semua hadits tersebut memiliki perbedaan dengan hadits  Nabawi, yaitu dengan ciri khas ada kalimat  yang menyandakan sabda nabi tersebut kepada Allah.

 

Perbedaan Al-Qur’an dan Hadits Qudsi

 

Mungkin jika kita baru mengenal istilah hadits qudsi akan sedikit mengerutkan dahi, mencoba merenungkan apa sieh perbedaan antara Al-Qur’an hadits qudsi dan hadits Nabawi.  Berikut perbedaan-perbedaan mendasar antara Al-Qur’an dan hadits Nabawi.

 

1.      Al-Qur’an  adalah firman Allah  yang diwahyukan kepada rasulullah  dengan makna sekaligus dengan lafadznya, sehingga dari susunan redaksi kalimat-kalimat Al-Qur’an memiliki sebuah keistimewaan  yang mengandung mukjizat. Maka Al-Qur’an dengan kemukjizatanya menantang para sastrawan arab untuk membuat  sesaatu yang bisa menandingi kemukjizatan Al-Qur’an.  Maka Al-Qur’an menjadi sebuah kemukjizatan abadi sampai hari akhir yang menantang semua manusia yang ragu dengan kebenaran Al-Qur’an untuk  mendatangkan sesuatu yang bisa menandingi Al-Qur’an.

 

 

 

2.      Al-Qur’an hanya dinisbatkan atau disandarkan kepada Allah secara Mutlaq, sedangkan hadits qudsi dinisbatkan dengan cara dibuatkan oleh Nabi, dengan ciri khas menggunakan kalimat “Rasulullah bersabda dari apa yang diriwayatkan  tuhannya Aza wajala”. Atau “Rasulullah bersabda, telah berfirman Allah subhanahu wata’ala”. 

 

 

3.      Al-Qur’an secara keseluruhan  diriwayatkan dengan mutawatir (banyak jalan penyampaian) yang menjadikan Al-Qur’an dalam segi kekuatan argumentasi kebeneran menjadi kepastian yang Mutlaq ( Qathi tsubut), sedangkan hadits qudsi kebanyakan adalah khabar ahad (jalan periwayatan yang sedikit), maka hal ini menjadikan hadits qudsi dari segi kekuatan argumentasi dalil menjadi kepastiaan yang masih dugaan (dhonni tsubut). Kadang kala juga hadits qudsi  kedudukan shahih, terkadang hasan dan bahkan dho’if sebagai mana hadits Nabawi.

 

 

4.      Al-Qur’an diwahyukan kepada Rasulullah dengan subtansi makna dan susunan kalimat dari Allah secara utuh, sedangkan hadits qudsi diwahyukan hanya secara subtansi makna saja, sedangkan susunan kalimatnya dari sisi Rasulullah sendiri,  oleh karena itu para jumhur ahli hadits  membolehkan meriwayatkan hadits qudsi  hanya dengan makna saja.

 

 

5.      Al-Qur’an dianggap sebagai ibadah Ketika membacanya oleh karena itu dibaca di dalam shalat.

 

إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فَكَبِّرْ، ثُمَّ اقْرَأْ مَا تَيَسَّرَ مَعَكَ مِنَ القُرْآنِ  

رواه البخاري (757) ، ومسلم (397(

 

“Jika kamu mendirikan shalat, maka bertakbirlah, lalu bacalah yang mudah bagimu dari Al Qur’an”. (HR. Bukhari: 757 dan Muslim: 397).

 

 

Membaca Al-Qur’an diberikan sebuah pahala ibadah yang benar-benar spesifik, sebagaimana sabda Rasulullah

 


عَن ابنِ مَسعُودٍ رَضيَ اللٌهُ عَنهُ قَالَ:قَالَ رَسُولُ اللٌهِ صَلَى اللٌهُ عَلَي وَسَلَمَ مَن قَرَأ حَرفًا مٍن كَتَابِ اللٌه فَلَه بِه حَسَنَةُ وَالحَسَنَةُ عَشُرُ اَمُثَالِهَا لآ اَقُولُ الم حَرفُ وَلكِنُ اَلِفُ وَلآمُ حَرفُ وَميمُ حــَرُفُ. (رواه الترمذي وقال هذا حديث حسن صحيح غريب اسنادا والدارمى)




Dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, "Barangsiapa membaca satu huruf dari Kitab Allah (Al-Qur'an), maka baginya satu hasanah (kebaikan) dan satu hasanah itu sama dengan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan Alif Lam Mim itu satu huruf, tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf dan Mim satu huruf." (HR at-Tirmidzi)

 

 

Sedangkan membaca hadits qudsi tidak mendapat pahala kebaikan secara spesifik sebagaimana hadits diatas,  oleh karena itu membaca hadits qudsi mendapatkan pahala hanya secara umum. Dan hadits qudsi tidak boleh dibaca dalam shalat menggantikan bacaan Al-Qur’an.

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar