Minggu, 14 Februari 2021

MEMAHAMI PROSES TURUNNYA WAHYU

 

Oleh : Misbahudin

 

 

*Dunia Metafisik Di Balik  Dunia Nyata*

 

Perkembangan ilmu pengetahuan begitu pesat, sehingga mampu menyinari relung relung hati yang gelap dengan kebodohan  dan menyingkirkan kebekuan akal untuk berfikir kritis dan maju,  ilmu pengetahuan telah membawa manusia menuju tatanan budaya dan peradaban yang lebih maju.  Penelitian ilmu pengetahuan bisa menghantarkan  para ilmuan kepada cahaya Islam, karena mereka merasa menemukan sebuah kebenaran  dalam Islam, dimana kebenaran Islam ini terbukti nyata dalam phenomena alam semesta.

 

Oleh karena itu, penemuan-penemuan yang dilakukan oleh para saintifik ternyata banyak yang semakin memperjelas kebenaran Al-Qur’an.  Sebagaimana firman Allah yang akan menunjukan bukti-bukti kebenaran melalui alam semesta bahkan lewat diri mereka sendiri

 


سَنُرِيۡهِمۡ اٰيٰتِنَا فِى الۡاٰفَاقِ وَفِىۡۤ اَنۡفُسِهِمۡ حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَهُمۡ اَنَّهُ الۡحَـقُّ‌ ؕ اَوَلَمۡ يَكۡفِ بِرَبِّكَ اَنَّهٗ عَلٰى كُلِّ شَىۡءٍ شَهِيۡدٌ

 

_Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kebesaran) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur'an itu adalah benar. Tidak cukupkah (bagi kamu) bahwa Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?_(QS. Al-Fusilat : 53)

 

 

Tetapi disisi lain, mereka yang menyingkirkan fitrah keimanan mereka dan menguburnya dalam-dalam,  mereka menjadi para penentang Tuhan, mereka anti dengan agama, karena merasa semua phenomena semesta, mereka dapat menemukan jawabannya seperti halnya ilmuan modern yang terkenal dengan teori “Big Bang”, yaitu  hawking. Dia Ilmuan yang Ateis menganggap Tuhan itu hanya sebuah hayalan dan ilusi.

 

Pembahasan tentang ilmu jiwa atau psikologi menjadi sebuah titik terang, dimana para ilmuan “murni” mau tidak mau harus mengatakan bahwa ada sebuah unsur yang tidak terlihat dalam sesuatu yang terlihat,  bagaimana manusia yang mempunyai sebuah potensi fisik yang sama tetapi ternyata mereka memiliki karakter, kecerdasan dan keunggulan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.

 

Maka tentunya hal tersebut, ada sesuatu yang sangat mendasar yang membedakan mereka, yaitu “kualiatas ruhiyah” dan “kualitas mentalitas” mereka.  Dalam Islam, konsep jiwa lebih detail  dan lebih dalam.  Islam memberikan sebuah gambaran bahwa dalam diri manusia itu, Allah sudah berikan kecendrungan iman dalam artian sebuah kecendrungan untuk  menjadi pribadi yang baik, produktif dan segala hal yang bersifat baik dan sebaliknya dalam diri manusia juga sudah ada kecendrungan untuk berbuat kerusakan, jiwanya dipenuhi dengan keberukan


فَاَلۡهَمَهَا فُجُوۡرَهَا وَتَقۡوٰٮهَا

“Maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya” (QS. Asy-Syam:8)

 

 

Maka tentunya, manusia-manusia pilihan yang diangkat menjadi Rasul dan Nabi, mereka adalah manusia berjiwa suci, berbudi pekerti yang agung. Hal itu menjadi seolah menjadi “persiapan” mereka untuk membuka sebuah ruang komukasi “metafisik”  dengan alam yang lebih luhur  yaitu alam malakut yang dipenuhi dengan kesucian.

 

 

*Jiwa Suci Yang Terpilih Menerima Wahyu*

 

 

Sugguh bukanlah hal  yang sulit bagi Allah untuk memilih  jiwa yang suci dan hati nan murni di antara hambanya untuk  dicurahkan kepadanya limpahan sinar ilahiyah, wahyu langit dan dapat berhubungan dengan mahluk yang lebih tinggi yaitu malaikat,   agar bisa disampaikan kepadanya  risalah  ilahiyah yang memenuhi kegersangan jiwa manusia dan kebutuhan mansuia akan petunjuk kebenaran (taufiq dan hidayah). mereka adalah para Nabi dan Rasul-Nya yang memilki ketinggiam budi, ketinggian rasa dan kecerahan jiwa  yang utuh.

 

 

Syekh mana’il Qathan memberikan sebuah ilustrasi dalam bukunya ‘ulumul qur’an. Beliau menggambarkan  bagaimana proses wahyu turun kepada manusia pilihannya dengan peristiwa yang dianggap mustahil di zaman ketika manusia belum mengenal teknologi. Mereka  melakukan komunikasi jarak jauh antara daerah atau bahkan antar negara. Maka ketika teknologi sudah canggih hal itu menjadi logis, biasa dan dianggap lumrah.  Maka turunnya wahyu kepada nabi dan Rasul-Nya, lebih dianggap logis dan bisa  dengan keterbatasannya sebagai mahluk, bisa melakukan sesuatu yang dulunya dianggap mustahil. Apalagi Allah yang maha kuasa atas segala sesuatu. maka hanya hati dan pikitan yang buta yang menolak adanya agama samawi.

 

 

 

*Testimoni Para Saksi Turunnya Wahyu *

 

Orang-orang yang sezaman Rasul, mereka menyaksikan  wahyu, kemudian menukilnya  secara mutawatir  sehingga memenuhi  syarat-syarat  menjadi ilmu  yang meyakinkan “’ilmu Qathi” dari generasi ke generasi.  Dan manusia pada saat itu sungguh menyaksikan pengaruh wahyu  pada budaya dan kultur kehidupan mereka, kemampuan para pengikutnya yang mempunyai karakteristik yang istimewa dan mengangumkan sehingga menjadikan mereka pribadi-pribadi yang luhur ketika mereka benar-benar berpegang teguh dan mengikuti kebenaran wahyu. Dan sebaliknya,  ketika manusia itu ingkar  dan mengabaikan kebenaran wahyu,   maka akan hancurlah eksistensinya  dan menjadi kaum yang hina seperti kaum kafir quraisy.

 

 

Sungguh tidak ada ruang keraguan  akan  kemungkinan dan logisnya turunya wahyu kepada manusia pilihan  dan urgensi adanya wahyu untuk menjadi cahaya petunjuk kehidupan  yang hakiki, menyingkap tabir kegelapan jiwa dan pikiran,  serta menyirapi kegersangan jiwa dalam usaha menemukan kedamaian dan kebahagiaan yang sesungguhnya.  

 

Nabi Muhammad adalah manusia terakhir yang Allah jadikan sebagai penutup para Nabi dan Rasulnya. Para nabi dan Rasul sebelum nabi Muhammad membawa sebuah visi msis yang sama, yaitu menyeru manusia kepada ketauhidan. Sehingga Rasulullah mengumpamakan  dirinya dengan nabi dan rasul sebelumya seperti orang yang membangun bangunan yang megah, dan Rasulullah ada bagian finishing dari keindahan bangunan tersebut.

 

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « إِنَّ مَثَلِى وَمَثَلَ الأَنْبِيَاءِ مِنْ قَبْلِى كَمَثَلِ رَجُلٍ بَنَى بَيْتًا فَأَحْسَنَهُ وَأَجْمَلَهُ ، إِلاَّ مَوْضِعَ لَبِنَةٍ مِنْ زَاوِيَةٍ ، فَجَعَلَ النَّاسُ يَطُوفُونَ بِهِ وَيَعْجَبُونَ لَهُ ، وَيَقُولُونَ هَلاَّ وُضِعَتْ هَذِهِ اللَّبِنَةُ قَالَ فَأَنَا اللَّبِنَةُ ، وَأَنَا خَاتِمُ النَّبِيِّينَ »

 

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan aku dengan Nabi sebelumku ialah seperti seorang lelaki yang membangun sebuah bangunan kemudian ia memperindah dan mempercantik bangunan tersebut kecuali satu tempat batu bata di salah satu sudutnya. Orang-orang ketika itu mengitarinya, mereka kagum dan berkata, “Amboi, jika batu bata ini diletakkan, akulah batu bata itu dan aku adalah penutup para nabi.” (HR. Bukhari, no. 3535 dan Muslim, no. 2286)



Para Nabi dan Rasul terdahulu memiliki  sebuah keistimewaan yang sama, yaitu Allah menurunkan wahyu  kepada mereka sebagai pola komunikasi yang dibangun antara mahluk bumi dan mahluk langit. Hal ini menjadi sebuah sarana  agar manusia yang tersesat kembali kepada jalan yang benar dengan petunjuk dan bimbingan wahyu yang dibawa oleh para nabi dan Rasulnya.

 


اِنَّاۤ اَوۡحَيۡنَاۤ اِلَيۡكَ كَمَاۤ اَوۡحَيۡنَاۤ اِلٰى نُوۡحٍ وَّالنَّبِيّٖنَ مِنۡۢ بَعۡدِهٖ‌ ۚ وَاَوۡحَيۡنَاۤ اِلٰٓى اِبۡرٰهِيۡمَ وَاِسۡمٰعِيۡلَ وَاِسۡحٰقَ وَيَعۡقُوۡبَ وَالۡاَسۡبَاطِ وَعِيۡسٰى وَاَيُّوۡبَ وَيُوۡنُسَ وَهٰرُوۡنَ وَسُلَيۡمٰنَ‌ ۚ وَاٰتَيۡنَا دَاوٗدَ زَبُوۡرًا‌. وَرُسُلًا قَدۡ قَصَصۡنٰهُمۡ عَلَيۡكَ مِنۡ قَبۡلُ وَرُسُلًا لَّمۡ نَقۡصُصۡهُمۡ عَلَيۡكَ‌ ؕ وَكَلَّمَ اللّٰهُ مُوۡسٰى تَكۡلِيۡمًا

 

_“Sesungguhnya Kami mewahyukan kepadamu (Muhammad) sebagaimana Kami telah mewahyukan kepada Nuh dan nabi-nabi setelahnya, dan Kami telah mewahyukan (pula) kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub dan anak cucunya; Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami telah memberikan Kitab Zabur kepada Dawud. Dan ada beberapa rasul yang telah Kami kisahkan mereka kepadamu sebelumnya dan ada beberapa rasul (lain) yang tidak Kami kisahkan mereka kepadamu. Dan kepada Musa, Allah berfirman langsung”_ (QS. An-Nisa : 163-164)

 

Bagi manusia yang  berfikir jernih dan jiwa yang bersih turunya wahyu kepada Nabi dan rasulnya bukan sesuatu yang aneh,  sehingga melahirkan keingkaran dan kedurhakaan. Karena jiwa yang bersih pasti akan membutuhkan banyak pencerahan jiwa  agar mereka bisa menjalani hidup sebaik mungkin, tentunya dengan tuntunan sang pemilik kehidupan.

 


اَكَانَ لِلنَّاسِ عَجَبًا اَنۡ اَوۡحَيۡنَاۤ اِلٰى رَجُلٍ مِّنۡهُمۡ اَنۡ اَنۡذِرِ النَّاسَ وَبَشِّرِ الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡۤا اَنَّ لَهُمۡ قَدَمَ صِدۡقٍ عِنۡدَ رَبِّهِمۡ ؕ قَالَ الۡكٰفِرُوۡنَ اِنَّ هٰذَا لَسٰحِرٌ مُّبِيۡنٌ‏

“Pantaskah manusia menjadi heran bahwa Kami memberi wahyu kepada seorang laki-laki di antara mereka, "Berilah peringatan kepada manusia dan gembirakanlah orang-orang beriman bahwa mereka mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi Tuhan." Orang-orang kafir berkata, "Orang ini (Muhammad) benar-benar pesihir." (QS. Yunus : 2)

 

 

Reverensi

1.      Mabahis fil ‘ulumul Qur’an li syaikh mana’il qathan

2.      At-Tibyan fi ‘ulumul Qur’an li Syaikh Ali Ash-Shobuni

 

 

==============================

*💰Investasi Akhirat* : Pembangunan Kelas Pondok Tahfidz Zaid bin Tsabit -Bekasi. (Bank Syariah Mandiri (BSM). No Rek. : (451) 7112 5781 23 a.n. Ade Suhairi. #Konfirmasi Transfer (0813 8622 4142)

🌐 *Blog* : http://bit.ly/literasi-islam

📹 *Youtube* : http://bit.ly/misbahchannel

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar