Rabu, 17 Maret 2021

MEMBONGKAR SYUBHAT PARA PEMBANGKANG (2)

 

MEMBONGKAR SYUBHAT PARA PEMBANGKANG (2)

Oleh : Misbahudin

 

 

Al-Qur’an,  Produk Kecerdasan Dan Ketajaman Mata Bathin Muhammad

 

Para pembangkang di jaman jahiliyyah  dan jaman modern mempunyai sebuah anggapan, bahwa Rasulullah mempunyai sebuah kelebihan yang  jarang dimiliki oleh orang kebanyakan di lingkungan Rasulullah hidup dan berinteraksi,  mereka mengasumsikan bahwa Rasulullah memiliki sebuah ketajaman  berfikir, kecerdasan yang tinggi, sebuah mata bathin yang tajam,  firasat yang selalu benar,  kuatnya kejeniusan dan sebuah kejernihan jiwa.  Sehingga jiwa yang suci ini dan fikiran yang tajam ini menghasilkan sebuah produk karya yang luar biasa , yaitu Al-Qur’an. dimana para ahli sastra dan retorika bangsa arab saat itu tidak mampu menandinginya.

 

Sehingga dengan lebihan-kelebihan tersebut menjadikan Rasulullah  memiliki sebuah kelebihan diatas rata-rata orang, beliau mampu  mendapatkan sebuah ukuran dan cita  kebaikan dan keburukan secara global, konseptual dan secara  praktek. Mampu mengurai Batasan-tabatan kebenaran dan kebatilan yang dirangkai dalam sebuah kalimat yang singkat tetapi sarat dengan makna (jawamiul kalam) sehingga memiliki sebuah fleksibelitas hikmah dan fungsi yang mampu mengisi sebuah ruang kosong  dari tuntutan dan tantangan  zaman dimana pun dan kapanpun.

 

Rasulullah pun dianggap mempunyai sebuah “ilham kebenaran”  karena dampak dari bersihnya jiwa dan fikirannya,  sehingga dapat memaknai kehidupan dengan mendalam dan dapat memberikan sebuah kesegaran bagi jiwa-jiwa gersang yang merindukan kebahagiaan dan kebenaran yang hakiki, sehingga beliau menjadi bak oase di padang pasir yang tandus nan gersang.

 

Ilham kebenaran ini,  mereka meyebutnya dengan istilah “ Wahyu An-Nafs”. Dengan bisiskan jiwa ini, beliau mampu mengungkap rahasia-rahasia tersembunyi yang tidak dijangkau oleh akal dan jiwa orang kebanyakan. Sehingga  mereka beranggapan bahwa Al-Qur’an adalah sebuah produk maha karya dari sebuah kecerdasan akal dan ketajaman mata bathin Muhammad, kemudian dia mengungkapkannya  dalam sebuah diksi kalimat  dengan susunan dan   gaya bahasa  yang tinggi dan penjelasnya yang begitu terang penderang, bak terangnya matahari di siang hari.

 

Jawaban Syubhat  Al-Qur’an sebagai Produk Muhammad

 

Dari perfektif sejarah, kita mendapati sebuah kisah dan cerita yang disampaikan Al-Qur’an. Hal ini dapat menjadi sebuah “senjata” ampuh yang  dapat menyumpal mulut syubhat mereka, di dalam Al-Qur’an banyak cerita yang membicarakan umat-umat terdahulu, kejadian dan peristiwa lampau bahkan menembus ruang waktu yang begitu jauh yaitu penciptaan Adam-Hawa dan bagaimana kisah mereka digoda iblis sehingga turun ke muka bumi.

 

Orang yang berakal lurus pasti tidak akan memungkiri bahwa cerita-cerita sejarah pasti didapat dengan metodologi peyampaian secara langsung atau sebuah hasil pembelajaran dari sumber tertulis atau para pelaku sejarah. Karena mengungkap sebuah peristiwa sejarah pasti harus ada sebuah medium yang menghantarkan cerita tersebut sampai kepada Muhammad. Tidak mungkin akal dan kecerdasan secerdas apapun dapat menceritakan cerita umat terdahulu yang tidak diketahui oleh orang di lingkungan sekitarnya.

 

Akal yang memaksakan untuk mencoba menerka-nerka dengan  berfikir untuk mencoba menyentuh dan  menerawang masa lalu pasti  tidak akan menghasilkan sebuah kebenaran, tetapi hanya akan menghasilkan sebuah cerita dan kisah hoax atau sebuah karya fiksi   yang lahir dari sebuah renungan pemikiran dan daya imajenasi yang tinggi. Seperti halnya kisah Harry Potter atau karya tulis hasil imagnesi yang lainnya.

 

Maka hal ini menunjukan bahwa Al-Qur’an bukanlah produk Nabi Muhammad, tetapi sebuah firman Allah yang diwahyukan kepadanya, sehingga tidak heran di dalam Al-Qur’an mampu menceritakn sebuah peristiwa masa lalu dan bahkwan episode kehidupan selanjutnya setelah kematian, karena Al-Qur’an ini datang dari Tuhan semesta Alam yang mengetahui segala sesuatu, tidak luput dari pengetahuannya walaupun jatuhnya daun dari pohon di tengah malam.

وَمَا كُنْتَ بِجَانِبِ الْغَرْبِيِّ اِذْ قَضَيْنَآ اِلٰى مُوْسَى الْاَمْرَ وَمَا كُنْتَ مِنَ الشّٰهِدِيْنَ ۙ وَلٰكِنَّآ اَنْشَأْنَا قُرُوْنًا فَتَطَاوَلَ عَلَيْهِمُ الْعُمُرُۚ وَمَا كُنْتَ ثَاوِيًا فِيْٓ اَهْلِ مَدْيَنَ تَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِنَاۙ وَلٰكِنَّا كُنَّا مُرْسِلِيْنَ

 

“Dan engkau (Muhammad) tidak berada di sebelah barat (lembah suci Tuwa) ketika Kami menyampaikan perintah kepada Musa, dan engkau tidak (pula) termasuk orang-orang yang menyaksikan (kejadian itu). Tetapi Kami telah menciptakan beberapa umat, dan telah berlalu atas mereka masa yang panjang, dan engkau (Muhammad) tidak tinggal bersama-sama penduduk Madyan dengan membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka, tetapi Kami telah mengutus rasul-rasul”. (QS. Al-Qashas : 44-45)

 

 

Al-Qur’an menceritakan  berita-berita dari  umat-umat terdahulu,  cerita para Nabi dan Rasul dan kejadian-kejadian di pentas sejarah. Diungkapkan dengan cermat dan mendetail seperti  Ketika kita mendapatkan sebuah penuturan cerita dari orang yang benar-benar melihat dengan kedua mata kepalanya sendiri mengenai sebuah kejadian. Al-Qur’an mengangkat sejarah  yang terjadi dalam kurun waktu yang jauh  dari Nabi Muhammad hidup, sampai kepada penciptaan pertama  kalinya alam semesta. Tentu hal ini  tidak akan bisa disentuh oleh akal yang cerdas sekalipun dan tidak akan ditembus oleh mata bathin siapapun walaupun nabi dan Rasul sendiri kecuali dengan pelantara wahyu yang  memberi khabar kepada mereka.

 

 

تِلْكَ مِنْ اَنْۢبَاۤءِ الْغَيْبِ نُوْحِيْهَآ اِلَيْكَ ۚمَا كُنْتَ تَعْلَمُهَآ اَنْتَ وَلَا قَوْمُكَ مِنْ قَبْلِ هٰذَاۚ فَاصْبِرْۚ اِنَّ الْعَاقِبَةَ لِلْمُتَّقِيْنَ

 

Itulah sebagian dari berita-berita gaib yang Kami wahyukan kepadamu (Muhammad); tidak pernah engkau mengetahuinya dan tidak (pula) kaummu sebelum ini. Maka bersabarlah, sungguh, kesudahan (yang baik) adalah bagi orang yang bertakwa. (QS. Hud : 49)

 

نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ اَحْسَنَ الْقَصَصِ بِمَآ اَوْحَيْنَآ اِلَيْكَ هٰذَا الْقُرْاٰنَۖ وَاِنْ كُنْتَ مِنْ قَبْلِهٖ لَمِنَ الْغٰفِلِيْنَ

“Kami menceritakan kepadamu (Muhammad) kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al-Qur'an ini kepadamu, dan sesungguhnya engkau sebelum itu termasuk orang yang tidak mengetahui”. (QS. Yusuf : 3)

 

ذٰلِكَ مِنْ اَنْۢبَاۤءِ الْغَيْبِ نُوْحِيْهِ اِلَيْكَ ۗوَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ اِذْ يُلْقُوْنَ اَقْلَامَهُمْ اَيُّهُمْ يَكْفُلُ مَرْيَمَۖ وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ اِذْ يَخْتَصِمُوْنَ

 

“Itulah sebagian dari berita-berita gaib yang Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), padahal engkau tidak bersama mereka ketika mereka melemparkan pena mereka (untuk mengundi) siapa di antara mereka yang akan memelihara Maryam. Dan engkau pun tidak bersama mereka ketika mereka bertengkar”. (QS. Ali-Imran :44).

 

 

Perhitungan Hisab di dalam Al-Qur’an

 

Adanya sebuah indikasi perbedaan hitungan tahun masehi dan syamsiah di dalam Al-Qur’an. Hal ini membawa  renungan manusia dan peneliti khususnya mempunyai sebuah kesimpulan “conclution”  bahwa jika benar Al-Qur’an adalah praduk Muhammad,  maka tidak mungkin Muhammad mendapatkan sebuah hasil hitungan yang benar, karena tidak dapat dipungkiri beliau tidak pernah belajar kepada ahli hisab dan astronomi sehingga bisa mendapat sebuah kesimpulan yang akurat yang tidak mampu dilakukan oleh manusia pada zamannya.

 

Hal ini membuktikan bahwa Rasulullah hanya mendapatkan khabar dari wahyu sehingga dapat mengetahui perbedaan hitungan antara qamariah dan syamsiah.

 

وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا نُوْحًا اِلٰى قَوْمِهٖ فَلَبِثَ فِيْهِمْ اَلْفَ سَنَةٍ اِلَّا خَمْسِيْنَ عَامًا ۗفَاَخَذَهُمُ الطُّوْفَانُ وَهُمْ ظٰلِمُوْنَ

 

Dan sungguh, Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka dia tinggal bersama mereka selama seribu tahun kurang lima puluh tahun. Kemudian mereka dilanda banjir besar, sedangkan mereka adalah orang-orang yang zalim. (QS. Al-An-Kabut : 14)

 

وَلَبِثُوْا فِيْ كَهْفِهِمْ ثَلٰثَ مِائَةٍ سِنِيْنَ وَازْدَادُوْا تِسْعًا

 

“Dan mereka tinggal dalam gua selama tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun”. (QS. Al-Kahfi:25)

 

Imam al-Zajjaj berpendapat yang dimaksud adalah 300 tahun Syamsiyah (Masehi) atau 309 Qamariyah (Hijriyah).



Bagaimanakah Muhammad mendapatkan  sebuah hitungan yang terperinci dan tepat  jika tidak mendapatkan khabar dari wahyu?, karena Muhammad adalah seorang yang  umi, sosok seorang yang tidak mampu membaca dan menulis,  pasti dia  tidak akan memmpu untuk dapat menghitung-hitung ilmu hisab tersebut.

 

Reverensi

1.      Mabahis fil ‘ulumul Qur’an li syaikh mana’il qathan

2.      At-Tibyan fi ‘ulumul Qur’an li Syaikh Ali Ash-Shobuni

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar