MEMBONGKAR
SYUBHAT PARA PEMBANGKANG (2)
Oleh :
Misbahudin
Al-Qur’an, Produk
Kecerdasan Dan Ketajaman Mata Bathin Muhammad
Para pembangkang di jaman jahiliyyah dan jaman modern mempunyai sebuah anggapan, bahwa Rasulullah mempunyai sebuah kelebihan
yang jarang dimiliki oleh orang
kebanyakan di lingkungan Rasulullah hidup dan berinteraksi, mereka mengasumsikan bahwa Rasulullah memiliki
sebuah ketajaman berfikir, kecerdasan
yang tinggi, sebuah mata bathin yang tajam,
firasat yang selalu benar,
kuatnya kejeniusan dan sebuah kejernihan jiwa. Sehingga jiwa yang suci ini dan fikiran yang
tajam ini menghasilkan sebuah produk karya yang luar biasa , yaitu Al-Qur’an.
dimana para ahli sastra dan retorika bangsa arab saat itu tidak mampu
menandinginya.
Sehingga dengan lebihan-kelebihan tersebut
menjadikan Rasulullah memiliki sebuah
kelebihan diatas rata-rata orang, beliau mampu
mendapatkan sebuah ukuran dan cita kebaikan dan keburukan secara global, konseptual
dan secara praktek. Mampu mengurai
Batasan-tabatan kebenaran dan kebatilan yang dirangkai dalam sebuah kalimat
yang singkat tetapi sarat dengan makna (jawamiul kalam) sehingga
memiliki sebuah fleksibelitas hikmah dan fungsi yang mampu mengisi sebuah ruang
kosong dari tuntutan dan tantangan zaman dimana pun dan kapanpun.
Rasulullah pun dianggap mempunyai sebuah “ilham
kebenaran” karena dampak dari bersihnya
jiwa dan fikirannya, sehingga dapat
memaknai kehidupan dengan mendalam dan dapat memberikan sebuah kesegaran bagi
jiwa-jiwa gersang yang merindukan kebahagiaan dan kebenaran yang hakiki,
sehingga beliau menjadi bak oase di padang pasir yang tandus nan gersang.
Ilham kebenaran ini, mereka meyebutnya dengan istilah “ Wahyu
An-Nafs”. Dengan bisiskan jiwa ini, beliau mampu mengungkap rahasia-rahasia
tersembunyi yang tidak dijangkau oleh akal dan jiwa orang kebanyakan.
Sehingga mereka beranggapan bahwa
Al-Qur’an adalah sebuah produk maha karya dari sebuah kecerdasan akal dan
ketajaman mata bathin Muhammad, kemudian dia mengungkapkannya dalam sebuah diksi kalimat dengan susunan dan gaya bahasa
yang tinggi dan penjelasnya yang begitu terang penderang, bak terangnya
matahari di siang hari.
Jawaban Syubhat Al-Qur’an sebagai Produk Muhammad
Dari perfektif sejarah, kita mendapati sebuah
kisah dan cerita yang disampaikan Al-Qur’an. Hal ini dapat menjadi sebuah “senjata”
ampuh yang dapat menyumpal mulut syubhat
mereka, di dalam Al-Qur’an banyak cerita yang membicarakan umat-umat terdahulu,
kejadian dan peristiwa lampau bahkan menembus ruang waktu yang begitu jauh
yaitu penciptaan Adam-Hawa dan bagaimana kisah mereka digoda iblis sehingga
turun ke muka bumi.
Orang yang berakal lurus pasti tidak akan
memungkiri bahwa cerita-cerita sejarah pasti didapat dengan metodologi peyampaian
secara langsung atau sebuah hasil pembelajaran dari sumber tertulis atau para
pelaku sejarah. Karena mengungkap sebuah peristiwa sejarah pasti harus ada
sebuah medium yang menghantarkan cerita tersebut sampai kepada Muhammad. Tidak
mungkin akal dan kecerdasan secerdas apapun dapat menceritakan cerita umat
terdahulu yang tidak diketahui oleh orang di lingkungan sekitarnya.
Akal yang memaksakan untuk mencoba
menerka-nerka dengan berfikir untuk
mencoba menyentuh dan menerawang masa
lalu pasti tidak akan menghasilkan
sebuah kebenaran, tetapi hanya akan menghasilkan sebuah cerita dan kisah hoax
atau sebuah karya fiksi yang lahir dari sebuah renungan pemikiran dan
daya imajenasi yang tinggi. Seperti halnya kisah Harry Potter atau karya tulis
hasil imagnesi yang lainnya.
Maka hal ini menunjukan bahwa Al-Qur’an
bukanlah produk Nabi Muhammad, tetapi sebuah firman Allah yang diwahyukan
kepadanya, sehingga tidak heran di dalam Al-Qur’an mampu menceritakn sebuah
peristiwa masa lalu dan bahkwan episode kehidupan selanjutnya setelah kematian,
karena Al-Qur’an ini datang dari Tuhan semesta Alam yang mengetahui segala
sesuatu, tidak luput dari pengetahuannya walaupun jatuhnya daun dari pohon di
tengah malam.
وَمَا كُنْتَ بِجَانِبِ الْغَرْبِيِّ اِذْ قَضَيْنَآ اِلٰى
مُوْسَى الْاَمْرَ وَمَا كُنْتَ مِنَ الشّٰهِدِيْنَ
ۙ وَلٰكِنَّآ
اَنْشَأْنَا قُرُوْنًا فَتَطَاوَلَ عَلَيْهِمُ الْعُمُرُۚ وَمَا كُنْتَ ثَاوِيًا
فِيْٓ اَهْلِ مَدْيَنَ تَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِنَاۙ وَلٰكِنَّا كُنَّا
مُرْسِلِيْنَ
“Dan engkau (Muhammad) tidak berada di
sebelah barat (lembah suci Tuwa) ketika Kami menyampaikan perintah kepada Musa,
dan engkau tidak (pula) termasuk orang-orang yang menyaksikan (kejadian itu). Tetapi Kami telah menciptakan
beberapa umat, dan telah berlalu atas mereka masa yang panjang, dan engkau
(Muhammad) tidak tinggal bersama-sama penduduk Madyan dengan membacakan
ayat-ayat Kami kepada mereka, tetapi Kami telah mengutus rasul-rasul”. (QS.
Al-Qashas : 44-45)
Al-Qur’an menceritakan berita-berita dari umat-umat terdahulu, cerita para Nabi dan Rasul dan
kejadian-kejadian di pentas sejarah. Diungkapkan dengan cermat dan mendetail
seperti Ketika kita mendapatkan sebuah
penuturan cerita dari orang yang benar-benar melihat dengan kedua mata
kepalanya sendiri mengenai sebuah kejadian. Al-Qur’an mengangkat sejarah yang terjadi dalam kurun waktu yang jauh dari Nabi Muhammad hidup, sampai kepada
penciptaan pertama kalinya alam semesta.
Tentu hal ini tidak akan bisa disentuh
oleh akal yang cerdas sekalipun dan tidak akan ditembus oleh mata bathin
siapapun walaupun nabi dan Rasul sendiri kecuali dengan pelantara wahyu
yang memberi khabar kepada mereka.
تِلْكَ مِنْ اَنْۢبَاۤءِ الْغَيْبِ نُوْحِيْهَآ اِلَيْكَ
ۚمَا كُنْتَ تَعْلَمُهَآ اَنْتَ وَلَا قَوْمُكَ مِنْ قَبْلِ هٰذَاۚ فَاصْبِرْۚ
اِنَّ الْعَاقِبَةَ لِلْمُتَّقِيْنَ
Itulah sebagian dari berita-berita gaib yang
Kami wahyukan kepadamu (Muhammad); tidak pernah engkau mengetahuinya dan tidak
(pula) kaummu sebelum ini. Maka bersabarlah, sungguh, kesudahan (yang baik)
adalah bagi orang yang bertakwa. (QS. Hud : 49)
نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ اَحْسَنَ الْقَصَصِ بِمَآ
اَوْحَيْنَآ اِلَيْكَ هٰذَا الْقُرْاٰنَۖ وَاِنْ كُنْتَ مِنْ قَبْلِهٖ لَمِنَ
الْغٰفِلِيْنَ
“Kami menceritakan kepadamu (Muhammad) kisah
yang paling baik dengan mewahyukan Al-Qur'an ini kepadamu, dan sesungguhnya
engkau sebelum itu termasuk orang yang tidak mengetahui”. (QS. Yusuf
: 3)
ذٰلِكَ مِنْ اَنْۢبَاۤءِ الْغَيْبِ نُوْحِيْهِ اِلَيْكَ
ۗوَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ اِذْ يُلْقُوْنَ اَقْلَامَهُمْ اَيُّهُمْ يَكْفُلُ
مَرْيَمَۖ وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ اِذْ يَخْتَصِمُوْنَ
“Itulah sebagian dari berita-berita gaib yang
Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), padahal engkau tidak bersama mereka ketika
mereka melemparkan pena mereka (untuk mengundi) siapa di antara mereka yang
akan memelihara Maryam. Dan engkau pun tidak bersama mereka ketika mereka
bertengkar”. (QS. Ali-Imran :44).
Perhitungan Hisab di dalam Al-Qur’an
Adanya sebuah indikasi perbedaan hitungan
tahun masehi dan syamsiah di dalam Al-Qur’an. Hal ini membawa renungan manusia dan peneliti khususnya
mempunyai sebuah kesimpulan “conclution” bahwa jika benar Al-Qur’an adalah praduk
Muhammad, maka tidak mungkin Muhammad
mendapatkan sebuah hasil hitungan yang benar, karena tidak dapat dipungkiri beliau
tidak pernah belajar kepada ahli hisab dan astronomi sehingga bisa mendapat
sebuah kesimpulan yang akurat yang tidak mampu dilakukan oleh manusia pada
zamannya.
Hal ini membuktikan bahwa Rasulullah hanya
mendapatkan khabar dari wahyu sehingga dapat mengetahui perbedaan hitungan
antara qamariah dan syamsiah.
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا نُوْحًا اِلٰى قَوْمِهٖ فَلَبِثَ
فِيْهِمْ اَلْفَ سَنَةٍ اِلَّا خَمْسِيْنَ عَامًا ۗفَاَخَذَهُمُ الطُّوْفَانُ
وَهُمْ ظٰلِمُوْنَ
Dan sungguh, Kami telah mengutus Nuh kepada
kaumnya, maka dia tinggal bersama mereka selama seribu tahun kurang lima puluh
tahun. Kemudian mereka dilanda banjir besar, sedangkan mereka adalah
orang-orang yang zalim. (QS. Al-An-Kabut : 14)
وَلَبِثُوْا فِيْ كَهْفِهِمْ ثَلٰثَ مِائَةٍ سِنِيْنَ
وَازْدَادُوْا تِسْعًا
“Dan mereka tinggal dalam gua selama tiga
ratus tahun dan ditambah sembilan tahun”. (QS. Al-Kahfi:25)
Imam al-Zajjaj berpendapat yang dimaksud
adalah 300 tahun Syamsiyah (Masehi) atau 309 Qamariyah (Hijriyah).
Bagaimanakah Muhammad mendapatkan sebuah
hitungan yang terperinci dan tepat jika
tidak mendapatkan khabar dari wahyu?, karena Muhammad adalah seorang yang umi, sosok seorang yang tidak mampu membaca
dan menulis, pasti dia tidak akan memmpu untuk dapat
menghitung-hitung ilmu hisab tersebut.
Reverensi
1.
Mabahis fil ‘ulumul Qur’an li syaikh mana’il
qathan
2.
At-Tibyan fi ‘ulumul Qur’an li Syaikh Ali
Ash-Shobuni
Tidak ada komentar:
Posting Komentar