*WAHYU TURUN, SANG LANGIT PUN BERGUNCANG DAHSAT*
Oleh : Misbahudin
Firman Allah
adalah sesuatu yang agung dan suci,
digambarkan bagaimana ketika Allah berfiman untuk memutuskan sesuatu dan mengkhabarkan suatu hal, maka sang langit
pun berguncang dasyat karena rasa pengagungan dan rasa takut kepada Allah,
tidak berhenti sampai disini, para
mahluk langit pun pun merunduk bersujud kepada
Allah karena pengaruh yang luar biasa yang mereka rasakan dan yang paling
pertama mengangkat kepalanya yaitu Jibril ‘alahi salam.
Hal ini
tergambarkan dalam sebuah hadits
وعن
النَّواس بن سمعان قال: قال رسولُ الله ﷺ: إذا أراد الله تعالى أن يُوحي
بالأمر تكلَّم بالوحي، أخذت السَّماوات منه رجفة -أو قال: رعدة- شديدة؛ خوفًا من
الله ، فإذا سمع ذلك أهلُ السَّماوات صعقوا وخرُّوا لله سُجَّدًا، فيكون أول
مَن يرفع رأسه جبريل، فيُكلمه الله من وحيه بما أراد، ثم يمرّ جبريل على الملائكة،
كلما مرَّ بسماءٍ سأله ملائكتُها: ماذا قال ربنا يا جبريل؟ فيقول: قال الْحَقَّ
وَهُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ [سبأ:23]، فيقولون كلهم مثلما قال جبريل، فينتهي جبريلُ بالوحي إلى
حيث أمره الله .
Dari An-Nawas Bin Samaan, ia berkata: Rasulullah
SAW bersabda: Jika Tuhan Yang Maha Esa ingin mewahyukan sesuatu, maka Ia
berfiman melalui wahyu, langit berguncang dahsat takut kepada Allah, dan apabila penduduk langit mendengar firman Allah itu, mereka merunduk
dan sujud kepada Allah, maka mahluk yang pertama yang mengangkat kepalanya adalah
Jibril, dan Allah akan berbicara kepadanya dengan wahyu tentang apa yang dikehendakinya,
kemudian Jibril. akan melewati para malaikat, setiap kali dia melewati langit, malaikat
bertanya kepadanya: Apa yang Tuhan kita firmankan wahai Jibril? Dan dia
berkata: “sebuah Kebenaran, dan Dia adalah Yang Mahatinggi (Saba: 23). Kemudian
mereka semua berkata, seperti yang dikatakan Jibril, maka Jibril menunaikan tugas wahyu tersebut, dimana Tuhan telah memerintahkannya. (HR. Ibnu
Huzaimah.
Dalam hadits yang lain, digambarkan bahwa Ketika
Allah berfirman, memutuskan sesuatu hal, maka malaikat mengepak-ngepakan kedua
sayapnya sehingga menghasilakn sebuah suara seperti rantai
إذا
قَضَى اللَّهُ الأمْرَ في السَّماءِ، ضَرَبَتِ المَلائِكَةُ بأَجْنِحَتِها
خُضْعانًا لِقَوْلِهِ، كالسِّلْسِلَةِ علَى صَفْوانٍ
“Apabila Allah menetapkan satu perkara di
atas langit maka para malaikat mengepakkan sayap-sayap mereka karena tunduk
kepada firman-Nya, seakan-akan rantai yang berada di atas batu besar”. (HR. Bukhari)
Dalam penggalan ayat Al-Qur’an yang lain,
kita mendapat sebuah gambaran bahwa Allah mengajak bicara langsung kepada malaikat
tanpa sebuah perantara dengan bahasa yang mereka pahami, sebagaimana yang sudah masyhur ketika Allah hendak menjadikan di bumi ini
seorang khalifah
وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ ِانِّيْ جَاعِلٌ فِى
الْاَرْضِ خَلِيْفَةً ۗ قَالُوْٓا اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا
وَيَسْفِكُ الدِّمَاۤءَۚ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۗ قَالَ
اِنِّيْٓ اَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman
kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata,
“Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di
sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia
berfirman, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah : 30)
اِذْ يُوْحِيْ رَبُّكَ اِلَى الْمَلٰۤىِٕكَةِ اَنِّيْ
مَعَكُمْ فَثَبِّتُوا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْاۗ سَاُلْقِيْ فِيْ قُلُوْبِ الَّذِيْنَ
كَفَرُوا الرُّعْبَ فَاضْرِبُوْا فَوْقَ الْاَعْنَاقِ وَاضْرِبُوْا مِنْهُمْ كُلَّ
بَنَانٍۗ
(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada
para malaikat, “Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah (pendirian)
orang-orang yang telah beriman.” Kelak akan Aku berikan rasa ketakutan ke dalam
hati orang-orang kafir, maka pukullah di atas leher mereka dan pukullah
tiap-tiap ujung jari mereka.(QS. Al-Anfal : 12)
Menurut Mana’ Al-Qatthan bahwa dari ayat-ayat Al-Qur’an yang terdapat
sebuah percakapan atau perintah Allah kepada malaikat menunjukan bahwa Allah
berbicara kepada para malaikat tanpa pelantara dengan kalam yang mereka pahami.
Kalam Allah kepada Para Nabi dan Rasul
Bagi manusia tidaklah mungkin mereka dapat
melihat Allah dan berbicara dengan-Nya, Karena Allah menegaskan bahwa ada tiga
acara Allah mengajak komunikasi dengan manusia, yaitu dengan perantara wahyu,
dibelakang tabir dan diutusnya malaikat sebagai medium untuk menyampaikan pesan
Allah. Dan manusia yang diajak komunikasi ini bukanlah manusia biasa, mereka
pasti adalah Nabi atau Rasul pilihan dari hamba-hambanya yang shaleh.
وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ اَنْ يُّكَلِّمَهُ اللّٰهُ اِلَّا وَحْيًا اَوْ
مِنْ وَّرَاۤئِ حِجَابٍ اَوْ يُرْسِلَ رَسُوْلًا فَيُوْحِيَ بِاِذْنِهٖ مَا
يَشَاۤءُ ۗاِنَّهٗ عَلِيٌّ حَكِيْمٌ
“Dan tidaklah patut bagi seorang manusia bahwa Allah akan
berbicara kepadanya kecuali dengan perantaraan wahyu atau dari belakang tabir
atau dengan mengutus utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan
izin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sungguh, Dia Mahatinggi, Mahabijaksana”. (QS. Asy-Syura : 51)
1)
Wahyu secara
langsung lewat mimpi
Tetapi mengirimkan
pesan wahyu melalui mimpinya. Hal ini terjadi kepada Nabi Ibrahim ‘alahi salam Ketika
Allah memerintahkan untuk menyembelih anak kesayangannya yang selama ini dinanti
yaitu Ismail ‘alaihi salam.
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ
الصَّالِحِينَ (100) فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ (101) فَلَمَّا بَلَغَ
مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي
أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ
سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ (102)
“Maka Kami beri kabar gembira kepadanya
dengan (kelahiran) seorang anak yang sangat sabar (Ismail). Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha
bersamanya, (Ibrahim) berkata, "Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi
bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!" Dia
(Ismail) menjawab, "Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan
(Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang
sabar." (QS.
Ash-Shafat : 101-122).
2)
Berfirman
dibalik Tabir
Selain melalui
mimpi, Allah menyampaikan wahyunya secara langsung dibalik tabir keghaiban.
Contohnya adalah apa yang terjadi pada
diri Nabi Musa ‘alahi salam ketika
berada di gunung sinai. Tergambar dalam surat Thaha 9-23.
“ Apakah telah sampai
kepadamu kisah Musa?, Ketika itu melihat api, lalu berkatalah ia kepada
keluarganya: “Tinggalah kamu (di sini) sesungguhnya aku melihat api,
mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit daripadanya kepadamu atau aku akan
mendapat petunjuk di tempat api itu.” Maka ketika ia datang ke tempat api itu,
ia dipanggil: “Hai Musa, Sesungguhnya Aku ini adalah Tuhanmu, maka
tanggalkanlah kedua Thuwa. Dan aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa
yang akan diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada
Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah solat untuk mengingati Aku.
Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang. Aku merahasiakan (waktunya) agar
supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang diusahakannya. 16. Maka
sesekali janganlah kamu dipalingkan daripadanya oleh orang yang tidak beriman
kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu
menjadi binasa.” Apakah itu yang ditangan kananmu, hai Musa?” Berkata Musa:
“Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya dan aku memukul (daun) dengannya
untuk kambingku dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya.” Allah
berfirman: “Lemparkanlah ia, hai Musa!” Lalu dilemparkanlah tongkat itu, maka
tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat. Allah berfirman:
“Peganglah ia dan jangan takut. Kami akan mengembalikannya kepada keadaan
asalnya.” Dan kepitkanlah tanganmu di ketiakmu, niscaya ia keluar menjadi putih
cemerlang tanpa cacat, sebagai mukjizat yang lain (pula). untuk Kami
perlihatkan kepadamu sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang sangat
besar.” terompahmu, sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci”. (Thaahaa : 9 – 23 ).
وَلَمَّا
جَاۤءَ مُوْسٰى لِمِيْقَاتِنَا وَكَلَّمَهٗ رَبُّهٗۙ قَالَ رَبِّ اَرِنِيْٓ
اَنْظُرْ اِلَيْكَۗ قَالَ لَنْ تَرٰىنِيْ وَلٰكِنِ انْظُرْ اِلَى الْجَبَلِ فَاِنِ
اسْتَقَرَّ مَكَانَهٗ فَسَوْفَ تَرٰىنِيْۚ فَلَمَّا تَجَلّٰى رَبُّهٗ لِلْجَبَلِ
جَعَلَهٗ دَكًّا وَّخَرَّ مُوْسٰى صَعِقًاۚ فَلَمَّآ اَفَاقَ قَالَ سُبْحٰنَكَ
تُبْتُ اِلَيْكَ وَاَنَا۠ اَوَّلُ الْمُؤْمِنِيْنَ
“Dan ketika
Musa datang untuk (munajat) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah
berfirman (langsung) kepadanya, (Musa) berkata, “Ya Tuhanku, tampakkanlah
(diri-Mu) kepadaku agar aku dapat melihat Engkau.” (Allah) berfirman, “Engkau
tidak akan (sanggup) melihat-Ku, namun lihatlah ke gunung itu, jika ia tetap di
tempatnya (sebagai sediakala) niscaya engkau dapat melihat-Ku.” Maka ketika
Tuhannya menampakkan (keagungan-Nya) kepada gunung itu, gunung itu hancur luluh
dan Musa pun jatuh pingsan. Setelah Musa sadar, dia berkata, “Mahasuci Engkau,
aku bertobat kepada Engkau dan aku adalah orang yang pertama-tama beriman.”
(QS.
Al-A’raf : 143)
3)
Mengutus
seorang utusan
Pesan Allah
melalui wahyu yang dibawa oleh utusannya yaitu malaikat Jibril adalah cara ketiga Allah
menurunkan pesan-Nya. diantaranya
contohnya adalah kepada kisah Nabi Zakaria. Digambarkan dalam surat Maryam ayat
2-11.
ذِكْرُ رَحْمَتِ رَبِّكَ
عَبْدَهٗ زَكَرِيَّاۚ اِذْ نَادٰى رَبَّهٗ نِدَاۤءً خَفِيًّا قَالَ رَبِّ اِنِّيْ
وَهَنَ الْعَظْمُ مِنِّيْ وَاشْتَعَلَ الرَّأْسُ شَيْبًا وَّلَمْ اَكُنْۢ
بِدُعَاۤىِٕكَ رَبِّ شَقِيًّا وَاِنِّيْ خِفْتُ الْمَوَالِيَ مِنْ وَّرَاۤءِيْ
وَكَانَتِ امْرَاَتِيْ عَاقِرًا فَهَبْ لِيْ مِنْ لَّدُنْكَ وَلِيًّاۙ يَّرِثُنِيْ
وَيَرِثُ مِنْ اٰلِ يَعْقُوْبَ وَاجْعَلْهُ رَبِّ رَضِيًّا
“ penjelasan
tentang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya, Zakaria, yaitu tatkala ia berdoa
kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. Ia berkata, "Ya Tuhanku,
sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban, dan aku
belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku. Dan sesungguhnya
aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedangkan istriku adalah seorang
yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putra, yang akan
mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Ya’qub; dan jadikanlah ia, ya
Tuhanku, seorang yang diridai.”
Doa Nabi
Zakaria kemudian diperkenankan Allah Swt sebagaimana dalam firman-Nya:
يٰزَكَرِيَّآ اِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلٰمِ ِۨاسْمُهٗ
يَحْيٰىۙ لَمْ نَجْعَلْ لَّهٗ مِنْ قَبْلُ سَمِيًّا
“Hai
Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh)
seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan
orang yang serupa dengan dia". (QS: Surat Maryam: 6).
هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا
رَبَّهُۥ ۖ قَالَ رَبِّ هَبْ لِى مِن لَّدُنكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً ۖ إِنَّكَ
سَمِيعُ ٱلدُّعَآءِ فَنَادَتْهُ
ٱلْمَلَٰٓئِكَةُ وَهُوَ قَآئِمٌ يُصَلِّى فِى ٱلْمِحْرَابِ أَنَّ ٱللَّهَ
يُبَشِّرُكَ بِيَحْيَىٰ مُصَدِّقًۢا بِكَلِمَةٍ مِّنَ ٱللَّهِ وَسَيِّدًا
وَحَصُورًا وَنَبِيًّا مِّنَ ٱلصَّٰلِحِينَ
“Kemudian
Malaikat (Jibril) memanggil Zakaria, sedang ia tengah berdiri melakukan salat
di dalam mihrab (katanya), "Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan
kelahiran (seorang putramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari
Allah, menjadi ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu), dan seorang Nabi
termasuk keturunan orang-orang saleh.” (Surat Ali Imran: 38-39)
Rasulullah Dan Al-Qur’an
Sebelum Al-Qur’an turun,
Rasulullah senantiasa bermimpi yang benar
dan mimpi itu datang seperti cahaya sebuh, setelah kejadian itu, ada
sebuah dorongan dalam hati Rasulullah untuk menyepi dalam ruang kesunyian, jauh
mengisolasi diri dari hiruk pikuk masyarat untuk merenungi dan mentafakuri
hakikat kebenaran, hal ini tergambar dalam cerita dalam sebuah hadits
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ قَالَ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ
عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ
الْمُؤْمِنِينَ أَنَّهَا قَالَتْ أَوَّلُ مَا بُدِئَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ الْوَحْيِ الرُّؤْيَا الصَّالِحَةُ فِي النَّوْمِ
فَكَانَ لَا يَرَى رُؤْيَا إِلَّا جَاءَتْ مِثْلَ فَلَقِ الصُّبْحِ ثُمَّ حُبِّبَ
إِلَيْهِ الْخَلَاءُ وَكَانَ يَخْلُو بِغَارِ حِرَاءٍ فَيَتَحَنَّثُ فِيهِ وَهُوَ
التَّعَبُّدُ اللَّيَالِيَ ذَوَاتِ الْعَدَدِ قَبْلَ أَنْ يَنْزِعَ إِلَى أَهْلِهِ
وَيَتَزَوَّدُ لِذَلِكَ ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى خَدِيجَةَ فَيَتَزَوَّدُ لِمِثْلِهَا
حَتَّى جَاءَهُ الْحَقُّ وَهُوَ فِي غَارِ حِرَاءٍ فَجَاءَهُ الْمَلَكُ فَقَالَ
اقْرَأْ قَالَ مَا أَنَا بِقَارِئٍ قَالَ فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي حَتَّى بَلَغَ
مِنِّي الْجَهْدَ ثُمَّ أَرْسَلَنِي فَقَالَ اقْرَأْ قُلْتُ مَا أَنَا بِقَارِئٍ
فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي الثَّانِيَةَ حَتَّى بَلَغَ مِنِّي الْجَهْدَ ثُمَّ
أَرْسَلَنِي فَقَالَ اقْرَأْ فَقُلْتُ مَا أَنَا بِقَارِئٍ فَأَخَذَنِي فَغَطَّنِي
الثَّالِثَةَ ثُمَّ أَرْسَلَنِي فَقَالَ } اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ
الَّذِي خَلَقَ خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ { فَرَجَعَ بِهَا
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْجُفُ فُؤَادُهُ فَدَخَلَ
عَلَى خَدِيجَةَ بِنْتِ خُوَيْلِدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا فَقَالَ زَمِّلُونِي
زَمِّلُونِي فَزَمَّلُوهُ حَتَّى ذَهَبَ عَنْهُ الرَّوْعُ فَقَالَ لِخَدِيجَةَ
وَأَخْبَرَهَا الْخَبَرَ لَقَدْ خَشِيتُ عَلَى نَفْسِي فَقَالَتْ خَدِيجَةُ كَلَّا
وَاللَّهِ مَا يُخْزِيكَ اللَّهُ أَبَدًا إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ وَتَحْمِلُ
الْكَلَّ وَتَكْسِبُ الْمَعْدُومَ وَتَقْرِي الضَّيْفَ وَتُعِينُ عَلَى نَوَائِبِ
الْحَقِّ فَانْطَلَقَتْ بِهِ خَدِيجَةُ حَتَّى أَتَتْ بِهِ وَرَقَةَ بْنَ نَوْفَلِ
بْنِ أَسَدِ بْنِ عَبْدِ الْعُزَّى ابْنَ عَمِّ خَدِيجَةَ وَكَانَ امْرَأً قَدْ
تَنَصَّرَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ وَكَانَ يَكْتُبُ الْكِتَابَ الْعِبْرَانِيَّ
فَيَكْتُبُ مِنْ الْإِنْجِيلِ بِالْعِبْرَانِيَّةِ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ
يَكْتُبَ وَكَانَ شَيْخًا كَبِيرًا قَدْ عَمِيَ فَقَالَتْ لَهُ خَدِيجَةُ يَا
ابْنَ عَمِّ اسْمَعْ مِنْ ابْنِ أَخِيكَ فَقَالَ لَهُ وَرَقَةُ يَا ابْنَ أَخِي
مَاذَا تَرَى فَأَخْبَرَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
خَبَرَ مَا رَأَى فَقَالَ لَهُ وَرَقَةُ هَذَا النَّامُوسُ الَّذِي نَزَّلَ
اللَّهُ عَلَى مُوسَى يَا لَيْتَنِي فِيهَا جَذَعًا لَيْتَنِي أَكُونُ حَيًّا إِذْ
يُخْرِجُكَ قَوْمُكَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَوَمُخْرِجِيَّ هُمْ قَالَ نَعَمْ لَمْ يَأْتِ رَجُلٌ قَطُّ بِمِثْلِ مَا جِئْتَ
بِهِ إِلَّا عُودِيَ وَإِنْ يُدْرِكْنِي يَوْمُكَ أَنْصُرْكَ نَصْرًا مُؤَزَّرًا
ثُمَّ لَمْ يَنْشَبْ وَرَقَةُ أَنْ تُوُفِّيَ وَفَتَرَ الْوَحْيُ قَالَ ابْنُ
شِهَابٍ وَأَخْبَرَنِي أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّ جَابِرَ بْنَ
عَبْدِ اللَّهِ الْأَنْصَارِيَّ قَالَ وَهُوَ يُحَدِّثُ عَنْ فَتْرَةِ الْوَحْيِ
فَقَالَ فِي حَدِيثِهِ بَيْنَا أَنَا أَمْشِي إِذْ سَمِعْتُ صَوْتًا مِنْ
السَّمَاءِ فَرَفَعْتُ بَصَرِي فَإِذَا الْمَلَكُ الَّذِي جَاءَنِي بِحِرَاءٍ
جَالِسٌ عَلَى كُرْسِيٍّ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ فَرُعِبْتُ مِنْهُ
فَرَجَعْتُ فَقُلْتُ زَمِّلُونِي زَمِّلُونِي فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى } يَا أَيُّهَا
الْمُدَّثِّرُ قُمْ فَأَنْذِرْ إِلَى قَوْلِهِ وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ { فَحَمِيَ
الْوَحْيُ وَتَتَابَعَ تَابَعَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ وَأَبُو صَالِحٍ
وَتَابَعَهُ هِلَالُ بْنُ رَدَّادٍ عَنْ الزُّهْرِيِّ وَقَالَ يُونُسُ وَمَعْمَرٌ
بَوَادِرُهُ
Telah menceritakan
kepada kami Yahya bin Bukair berkata, Telah menceritakan kepada kami dari Al
Laits dari 'Uqail dari Ibnu Syihab dari 'Urwah bin Az Zubair dari Aisyah -Ibu
Kaum Mu'minin-, bahwasanya dia berkata: "Permulaaan wahyu yang datang
kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah dengan mimpi yang benar
dalam tidur. Dan tidaklah Beliau bermimpi kecuali datang seperti cahaya subuh.
Kemudian Beliau dianugerahi kecintaan untuk menyendiri, lalu Beliau memilih gua
Hiro dan bertahannuts yaitu 'ibadah di malam hari dalam beberapa waktu lamanya
sebelum kemudian kembali kepada keluarganya guna mempersiapkan bekal untuk
bertahannuts kembali. Kemudian Beliau menemui Khadijah mempersiapkan bekal.
Sampai akhirnya datang Al Haq saat Beliau di gua Hiro, Malaikat datang seraya
berkata: "Bacalah?" Beliau menjawab: "Aku tidak bisa baca".
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjelaskan: Maka Malaikat itu memegangku dan
memelukku sangat kuat kemudian melepaskanku dan berkata lagi: "Bacalah!"
Beliau menjawab: "Aku tidak bisa baca". Maka Malaikat itu memegangku
dan memelukku sangat kuat kemudian melepaskanku dan berkata lagi:
"Bacalah!". Beliau menjawab: "Aku tidak bisa baca".
Malaikat itu memegangku kembali dan memelukku untuk ketiga kalinya dengan
sangat kuat lalu melepaskanku, dan berkata lagi: (Bacalah dengan (menyebut)
nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal
darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah)." Nabi shallallahu
'alaihi wasallam kembali kepada keluarganya dengan membawa kalimat wahyu tadi
dalam keadaan gelisah. Beliau menemui Khadijah binti Khawailidh seraya berkata:
"Selimuti aku, selimuti aku!". Beliau pun diselimuti hingga hilang
ketakutannya. Lalu Beliau menceritakan peristiwa yang terjadi kepada Khadijah:
"Aku mengkhawatirkan diriku". Maka Khadijah berkata: "Demi
Allah, Allah tidak akan mencelakakanmu selamanya, karena engkau adalah orang
yang menyambung silaturrahim." Khadijah kemudian mengajak Beliau untuk
bertemu dengan Waroqoh bin Naufal bin Asad bin Abdul 'Uzza, putra paman
Khadijah, yang beragama Nasrani di masa Jahiliyyah, dia juga menulis buku dalam
bahasa Ibrani, juga menulis Kitab Injil dalam Bahasa Ibrani dengan izin Allah.
Saat itu Waroqoh sudah tua dan matanya buta. Khadijah berkata: "Wahai putra
pamanku, dengarkanlah apa yang akan disampaikan oleh putra saudaramu ini".
Waroqoh berkata: "Wahai putra saudaraku, apa yang sudah kamu alami".
Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menuturkan peristiwa yang
dialaminya. Waroqoh berkata: "Ini adalah Namus, seperti yang pernah Allah
turunkan kepada Musa. Duhai seandainya aku masih muda dan aku masih hidup saat
kamu nanti diusir oleh kaummu". Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bertanya: "Apakah aku akan diusir mereka?" Waroqoh menjawab:
"Iya. Karena tidak ada satu orang pun yang datang dengan membawa seperti
apa yang kamu bawa ini kecuali akan disakiti (dimusuhi). Seandainya aku ada
saat kejadian itu, pasti aku akan menolongmu dengan sekemampuanku".
Waroqoh tidak mengalami peristiwa yang diyakininya tersebut karena lebih dahulu
meninggal dunia pada masa fatroh (kekosongan) wahyu. Ibnu Syihab berkata;
telah mengabarkan kepadaku Abu Salamah bin Abdurrahman bahwa Jabir bin Abdullah
Al Anshari bertutur tentang kekosongan wahyu, sebagaimana yang Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam ceritakan: "Ketika sedang berjalan aku mendengar suara
dari langit, aku memandang ke arahnya dan ternyata Malaikat yang pernah datang
kepadaku di gua Hiro, duduk di atas kursi antara langit dan bumi. Aku pun
ketakutan dan pulang, dan berkata: "Selimuti aku. Selimuti aku". Maka
Allah Ta'ala menurunkan wahyu: (Wahai orang yang berselimut) sampai firman
Allah (dan berhala-berhala tinggalkanlah). Sejak saat itu wahyu terus turun
berkesinambungan." Hadits ini juga diriwayatkan oleh Abdullah bin
Yusuf dan Abu Shalih juga oleh Hilal bin Raddad dari Az Zuhri. Dan Yunus
berkata; dan Ma'mar menyepakati bahwa dia mendapatkannya dari Az Zuhri.
Setelah kejadian yang luar biasa itu terjadi, sebuah
penomena yang dasyat bagi Rasulullah karena hal ini baru kali pertama
dialaminya, Maka kita akan mendapati kedua jenis metode wahyu turun kepada
Rasulullah setelah itu, yaitu pertama diawali terlebih
dahulu dengan
suara gemerincing lonceng dan yang kedua dengan cara Jibril datang kepada
Rasulullah dalam wujud seorang laki-laki. Hal ini tergambar dalam hadits yang datang dari ‘Asiyah Radhiyallahu
‘anha
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا
مَالِكٌ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ أُمِّ
الْمُؤْمِنِينَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ الْحَارِثَ بْنَ هِشَامٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ
يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ يَأْتِيكَ الْوَحْيُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْيَانًا يَأْتِينِي مِثْلَ صَلْصَلَةِ الْجَرَسِ
وَهُوَ أَشَدُّهُ عَلَيَّ فَيُفْصَمُ عَنِّي وَقَدْ وَعَيْتُ عَنْهُ مَا قَالَ
وَأَحْيَانًا يَتَمَثَّلُ لِي الْمَلَكُ رَجُلًا فَيُكَلِّمُنِي فَأَعِي مَا
يَقُولُ قَالَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا وَلَقَدْ رَأَيْتُهُ يَنْزِلُ
عَلَيْهِ الْوَحْيُ فِي الْيَوْمِ الشَّدِيدِ الْبَرْدِ فَيَفْصِمُ عَنْهُ وَإِنَّ
جَبِينَهُ لَيَتَفَصَّدُ عَرَقًا
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf
berkata, telah mengabarkan kepada kami Malik dari Hisyam bin 'Urwah dari
bapaknya dari Aisyah Ibu Kaum Mu'minin, bahwa Al Harits bin Hisyam bertanya
kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: "Wahai Rasulullah,
bagaimana caranya wahyu turun kepada engkau?" Maka Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam menjawab: "Terkadang datang kepadaku seperti suara
gemerincing lonceng dan cara ini yang paling berat buatku, lalu terhenti sehingga
aku dapat mengerti apa yang disampaikan. Dan terkadang datang Malaikat
menyerupai seorang laki-laki lalu berbicara kepadaku maka aku ikuti apa yang
diucapkannya". Aisyah berkata: "Sungguh aku pernah melihat turunnya
wahyu kepada Beliau shallallahu 'alaihi wasallam pada suatu hari yang sangat
dingin lalu terhenti, dan aku lihat dahi Beliau mengucurkan keringat."
Mana’ Al-Qathan dalam kitabnya “mabahis fil ulumul
qur’an” menjelaskan bahwa” wahyu yang turun dengan cara yang pertama, yaitu
dengan gemeincing lonceng, dirasakan begitu berat oleh Rasulullah karena
gemerincing lonceng itu suaranya begitu kuat sehingga suaranya berpengaruh
kepada keseimbangan kesadaran Rasulullah, Maka sepenuh hati Rasulullah
mengumpulkan kekuatan sepenuh dirinya untuk menerim, memahami dan menghafal apa
yang hendak Jibril sampaikan.
Selanjutnya, Mana’ Al-Qathan menjelaskan berkaitan dengan
metode kedua turunnya wahyu, yaitu dengan Jibril menyerupai sebagai seorang
lelaki, metode ini dirasa lebih ringan oleh Rasulullah karena antara jibril dan Rasulullah ada dalam
sebuah dimensi kehidupan yang sama yaitu alam manusia, Rasulullah merasa tenang
dan nyaman mendengarkan apa yang diwayhukan, hal ini seperti mendapatkan sebuah
pesan dari seorang saudara dekat.
Keadaan Jibril yang menjelma menjadi manusia tidak
menjadikan jibril melepaskan diri dari hakikat dirinya yaitu mahluk ruhiyyah,
mahluk yang tak kasat mata, tidak bearti juga Jibril menjadi berubah dzat
dirinya menjadi manusia, hal ini dilakukan untuk menghibur Rasulullah, karena
metode wahyu yang pertama dengan gemerincing lonceng tidak ada disana sebuah
rasa hati yang tenang atau memberikan dampak
bahagia, tetapi sebaliknya Rasullah harus bener-benar mengankat ruh
spiritualnya untuk mendekati alam metafisik malaikat untuk menerima pesan
wayhu.
Dalam bahasa yang lain, Ibnu Khaldun menjelaskan
bagaimana turunnya wahyu dengan gemerincing lonceng dirasakan begitu berat bagi
Rasulullah,” Rasulullah harus melepaskan kodrat manusiawi yang bersifat
jasmani dan melakukan koneksi
dengan malaikat sosok mahluk ruhiyyah,
dan metode wahyu kedua sebaliknya, Jibril melakukan sebuah trasformasi diri
dari mahluk ruhaniyyah (metafisik) tidak kasat mata menuju jelmaan manusia yang
berjisim (mahluk kasat mata).
==============================
*💰Investasi
Akhirat* : Pembangunan Kelas Pondok Tahfidz Zaid bin Tsabit -Bekasi. (Bank
Syariah Mandiri (BSM). No Rek. : (451) 7112 5781 23 a.n. Ade Suhairi.
#Konfirmasi Transfer (0813 8622 4142)
🌐 *Blog* : http://bit.ly/literasi-islam
📹
*Youtube* : http://bit.ly/misbahchannel
Tidak ada komentar:
Posting Komentar