Jumat, 19 Maret 2021

MENYELAMI AYAT-AYAT MAKIAH DAN MADANIYAH (1)

 

*MENYELAMI AYAT-AYAT MAKIAH DAN MADANIYAH (1)*

Oleh : Misbahudin

 

 

*Al-Qur’an Sebagai Pusaka Islam*

 

Umat-umat terdahulu pasti melakukan sebuah usaha yang keras untuk menjaga warisan literasi sebagai dasar dan modal dalam membangun sebuah pondasi peradaban dari para tokoh-tokoh penggebrak kehidupan dan pendombrak kejumudan berpikir dan keterbelakangan,  dan tidak terkecuali umat Islam, para ulama memiliki sebuah kecintaan besar dalam mendalami dan mejaga warisan keilmuan yang bersumber dari Al-Qur’an dan as-sunnah, sehingga terekam oleh sejarah bagaimana ribuan karya lahir dari para warisatul anbiya dari berbagai karya ilmih, baik dalam bidang tafsir, syarah hadits dan lain sebagainya. Semua karya ulama terdahulu adalah merupakan sebuah  sebuah pengejawantahan dari Al-Qur’an dan as-sunnah  agar membumi dalam kehidupan umat Islam itu sendiri dan memberikan sebuah pancaran rahmat ke alam semesta. 

 

Al-Qur’an sebagai rujukan utama dalam berislam bukanlah kitab ilmu pengetahuan atau pun ilmu pembaharuan yang membatasi ruang geraknya sepanjang dapat diterima oleh akal dan antusiasme respon manusia kepadanya. Tetapi Islam  lebih dari itu. Islam menjadi sebuah sebuah tonggak dan inspirasi untuk meningkatkan berfikir sehingga bukan hanya menebus ruang yang kongkrit tetapi juga menembus pemikiran dalam dimensi keghaiban yang tanpa petunjuk wahyu Al-Qur’an ataupun as-sunnah tidak mungjkin hal tersebut dapat dijangkau oleh akal, secerdas apapun akal tersebut.  

 

Para ulama terdahulu sangat memberikan perhatiannya bersar  terhadap  warisan Rasulullah yaitu Al-Qur’an sebagai buah dari rasa cinta mereka terhadao Allah dan rasulnya, sehingga mereka menumpahkan segala kesungguhan dan keringat dengan penuh ketelitian dalam mengklasifikasikan ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan tempat dan waktu dimana ayat Al-Qur’an itu turun.  Dan penelitian semacam ini menjadi sebuah pondasi yang kokoh  dalam sejarah perundang-undangan Islam _(Tasyri’)_.

 

 

Dari penelitian tersebut lahirlah salah satu cabang ilmu Al-Qur’an yaitu Ilmu mengenai ayat-ayat makiah dan madaniah. Hal ini dianggap penting agar para juru dakwah dapat mengatahui  gaya bahasa dakwah, berbagai macam corak seruan dalam Al-Qur’an,  dan sebuah tahapan-tahapan penetapan hukum _(tadarruj fil Al-Ahkam)_. Sebagaimana apa yang dikatakan oleh Ibnu Mas’ud,

 

 

قَالَ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ ـ رضى الله عنه ـ وَاللَّهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ مَا أُنْزِلَتْ سُورَةٌ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ إِلاَّ أَنَا أَعْلَمُ أَيْنَ أُنْزِلَتْ وَلاَ أُنْزِلَتْ آيَةٌ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ إِلاَّ أَنَا أَعْلَمُ فِيمَ أُنْزِلَتْ، وَلَوْ أَعْلَمُ أَحَدًا أَعْلَمَ مِنِّي بِكِتَابِ اللَّهِ تُبَلِّغُهُ الإِبِلُ لَرَكِبْتُ إِلَيْهِ‏

 

“Demi Allah selain Siapa tidak ada yang berhak disembah! Tidak ada Sura yang diturunkan dalam Kitab Allah tapi saya tahu di tempat mana itu diturunkan; dan tidak ada Ayat yang diturunkan dalam Kitab Allah tetapi saya tahu tentang siapa yang diturunkan. Dan jika saya tahu bahwa ada seseorang yang mengetahui Kitab Allah lebih baik dari saya, dan dia berada di tempat yang bisa dijangkau unta, saya akan pergi kepadanya”. (HR. Bukhari).

 

Dakwah untuk meninggikan kalimat Allah membutuhkan sebuah metodologi yang khusus dalam gaya bahasanya,  karena dakwah akan senantiasa berhadapan dengan tuntutan dan tantangan jaman di tengah kerusakan aqidah, gaya hidup, dan degradasi moral dalam setiap roda kehidupan manusia.  Maka beban dakwah tidak diwajibkan kecuali  setelah adanya benih-benih unggul dan persiapan pondasi-pondasi yang akan menopang tegaknya dakwah, dan pondasi-pondasi syariat dan aturan bersosial kemasyarakatan tidak digariskan dalam gerak dakwah kecuali  setelah  tercapainya kebersihan jiwa, ketauhudin yang sudah mengakar dalam dasar jiwa, dan  terciptanya sebuah tujuan yang jelas untuk menegakan kalimat Allah, sehingga hal ini menjadikan kehidupan umat Islam ada dalam petunjuk Allah. ini adalah sebuah gambaran dari pendalam terhadap ayat-ayat makiah dan madaniyyah.

 

Keunikan Ayat-Ayat Makiyah Dan Madaniyyah

 

Orang-orang yang menyelami Al-Qur’an  akan mendapati ayat-ayat makiyyah memiliki sebuah keunikan  yang tidak dimiliki oleh ayat-ayat madaniyyah, baik dalam segi irama sentuhan rasa dan subtansi maknanya.  Kaum jahiliyyah tempo dulu adalah seorang yang buta baca dan tulis, mereka menyembah berhala-hala dan menyekutukan Allah, dan mengingkari wahyu, sehingga ayat-ayat makiyyah mempunyai sebuah nilai rasa yang menyengat dan menggetarkan jiwa agar mereka secepatnya tersadar dan tergerak jiwa dan pikiran mereka untuk mengikuti kebenaran.   Diantaranya  tergambar dalam surat al-ikhlas dan An-Nas

 

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4)

 

Katakanlah (Muhammad), "Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia." (Al-Ikhlas)

 

قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ (1) مَلِكِ النَّاسِ (2) إِلَهِ النَّاسِ (3) مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ (4) الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ (5) مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ (6)

 

Katakanlah, "Aku berlindung kepada Tuhannya manusia, Raja manusia, sembahan manusia, dari kejahatan (bisikan) setan yang bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia."  (QS. An-Nas).

 

Ayat Al-Qur’an yang turun di mekah memiliki sebuah diksi kalimat yang mencekam,  layakya lidah api yang membara dan menjilat-jilat sebuah kesadaran akan panasnya api tersebut,  dalam perfektif hujjah atau argumen, ayat makiyyah memliki sebuah hujjah yang tegas yang memperok-porandakan keyakinan mereka akan kesesatan penyembahan kepada berhala, mengajak mereka untuk memurnikan keimanan hanya melakukan penyembahan kepada Allah saja.

 

Ayat Makiyyah juga membongkar tabir-tabir kerusakan gaya hidup mereka, menegekan hujjah kenabian Muhammad Rasulullah, memberikan sebuah kabar kehidupan yang sebenaranya di akhirat kelak.dan melenyapkan mimpi-mimpi dan ambisi mereka agar cahaya islam itu meredup bahkan hilang, sehingga mereka pun berada dalam keputusasaan.


وَمَنۡ اَظۡلَمُ مِمَّنِ افۡتَـرٰى عَلَى اللّٰهِ الۡكَذِبَ وَهُوَ يُدۡعٰٓى اِلَى الۡاِسۡلَامِ‌ ؕ وَاللّٰهُ لَا يَهۡدِى الۡقَوۡمَ الظّٰلِمِيۡنَ. يُرِيۡدُوۡنَ لِيُطْفِئُوا نُوۡرَ اللّٰهِ بِاَ فۡوَاهِهِمْ وَاللّٰهُ مُتِمُّ نُوۡرِهٖ وَلَوۡ كَرِهَ الۡكٰفِرُوۡنَ. هُوَ الَّذِىۡۤ اَرۡسَلَ رَسُوۡلَهٗ بِالۡهُدٰى وَدِيۡنِ الۡحَـقِّ لِيُظۡهِرَهٗ عَلَى الدِّيۡنِ كُلِّهٖ وَلَوۡ كَرِهَ الۡمُشۡرِكُوۡنَ

 

Dan siapakah yang lebih zhalim dari-pada orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah padahal dia diajak kepada (agama) Islam? Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim, Mereka hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir membencinya. Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar, untuk memenangkannya di atas segala agama meskipun orang-orang musyrik membencinya (QS. Ash-Shaf : 7-9).

 

Selain itu, ayat makiyyah  menantang dengan sebuah tantangan yang “to the poit” dan menusuk dan mengoyak-ngoyak akal dan hati, membuat mereka bingung karena tidak bisa melakukan apa, mereka seolah ditelanjangi kebodohan mereka walaupun tenyata dalam lingkungan masyrata mereka adalah para ahli syair, ahli debat dan retorika.



اَمْ يَقُوْلُوْنَ افْتَرٰىهُ ۗ قُلْ فَأْتُوْا بِسُوْرَةٍ مِّثْلِهٖ وَادْعُوْا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ

 

Apakah pantas mereka mengatakan dia (Muhammad) yang telah membuat-buatnya? Katakanlah, “Buatlah sebuah surah yang semisal dengan surah (Al-Qur'an), dan ajaklah siapa saja di antara kamu orang yang mampu (membuatnya) selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.” (QS. Yunus : 38)

 

 

Dalam ayat makiyyah diceritakan tentang cerita-cerita umat yang telah mendustakan kebenaran Islam di masa lalu sebagai pelajaran dan peringatan,  dalam gaya bahasanya ayat makiyah memberikan sebuah diksi kalimat yang menggetarkan jiwa, memberikan sbeuah ancaman dan malapetaka yang akan terjadi di masa yang akan datang, seperti halnya dalam surat  Al-Qari’ah, Al-zalzalah, Al-Ghasyiah, Al-waqi’ah.

 

Kabar mengerikan juga disampaikan dalam ayat makiyyah yaitu nasib-nasib di akhirat kelak, apa akan didapatkan oleh umat-umat terdahulu yang menjadi pembangkang sejati, dalam segi saintifik, ayat makiyyah  memberikan sebuah petunjuk, adanya cakrawala ilmu pengetahun yang luas di alam semesta ini, dan bukti-bukti kebenaran yang sangat  masuk akal.

 

Ayat Makiyyah Sebagi Titik Tolak Kebangkitan

 

Setelah para sahabat Rasulullah di “braind washing”, dijernihkan fikiran dan hatinya dengan cahaya tauhid dan dibilas dengan cahaya ma’rifah, lalu ditanamkan kebuah keimanan yang kokoh kepada Allah, para malaikatnya, kitab-kitabnya, para rasulnya, hari akhir dan takdir yang baik dan buruk. Lalu ujian pun datang menghampiri, sebuah ujian keimanan yang begitu menggetirkan baik secara fisik maupun mental dari kaum kafir Quraisy, dan mereka pun memiliki ada dalam kesabaran yang teguh dalam keimanan yang mereka pilih.

 

Kaum muslimin pada saat itupun berhijrah, sebagai salah satu strategi pengembangan dakwah Islam agar lebih leluasa, sembari menyusun kekuatan Islam yang lebih kuat, mereka berhijrah dari kampung halamannya, meninggalkan usaha dunia mereka, meninggalkan sanak sudara yang mereka sayangi menuju tempat yang baru, hal ini tidak lain dan tiada bukan untuk medapatkan keridhoan Allah dan mengutamakan kenikmatan akhirat dari pada kenikmatan dunia yang sesaat dan sementara.

 

Sehingga setelah terbentuk umat secara kualitas dan kuantitas,  kekuatan islam pun semakin menguat dan mengurita bak bola salju yang terus berputar dan menggelinding dari waktu ke waktu menjadikannya menjadi semakin besar dan mampu menghantam apapun di depanya, setelah ayat makiyah, maka turunlah ayat-ayat madaniyyah yang memiliki corak dalam gaya bahasa lebih “slow” dan datar, terhimpun dalam sebuah diksi kalimat yang panjang-panjang,  menjelaskan syariat islam yang lebih meluas dalam tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara, menyeru kaum muslimin untuk berjihad, karena kekuatan umat Islam sudah terhimpun kuat,  dan motivasi untuk mencari syahid dalam setiap perjuangan mereka melawan musuh-musuh Islam, dan ayat madaniyyah juga menjelaskan secara terperinci  dasar-dasar perundang-undangan, menentukan ikatan tali keluarga, hubungan antar personal dan masyarakat,  dan hubungan antara negera secara nasional dan internasional.

 

Reverensi

1.      Mabahis fil ‘ulumul Qur’an li syaikh mana’il qathan

2.      At-Tibyan fi ‘ulumul Qur’an li Syaikh Ali Ash-Shobuni

3.      Dan lain-lain

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar