Oleh
Misbahudin
Ibnu
Taimiyyah _rahimahuLLah_
mengklasifikasikan manusia kedalam tiga
katagori dalam amanah tanggung jawabnnya sebagai seorang pemimpin,
Pertama,
pemimpin yang hatinya dikuasi oleh kecendrungan untuk senantisa diatas dan
diagung-agungkan manusia dan senantiasa
berbuat kerusakan di muka bumi, dia
tidak mempertimbangkan akan balasan yang pedih di akhirat kelak, dan dia
memiliki mindset yang sesat, yaitu kepemimpinan tidak akan berjalan tanpa royal memberi kepada masyarakat, walaupun apa
yang diberikannya diambil dari harta
yang tidak halal. Maka dia pun menjadi sosok perampok yang bertopeng
kedermawanan.
Dalam
istilah mereka, tidak mungkin menjadi pemimpin masyarakat tanpa memakan dan memberi makan, karena jika dia
lemah dalam hal itu, yaitu dia tidak bisa memakan dan memberi makan maka para
tokoh masyarakat dan orang-orang yang berpengaruh tidak akan respek kepada
mereka dan akan memboikot mereka,
beruntung jika para tokoh masyarkat atau oramg yang berpengaruh itu
tidak membahayakan jiwa dan hartanya.
Spesies
pemimpin manusia seperti ini, mereka akan menjadi pribadi yang hanya
mementingkan kenikmatan dan keuntungan semata, dan mengabaikan kenikmatan dan
keuntungan jangka panjang di dunia dan akhirat,
Maka mereka pun mendapatkan balasan yang pedih dari Allah ketika mereka
di dunia dan akhirat. Kecuali mereka
bertaubat dari segala pola pikir dan
berbagai tindakan yang melenceng dari jalan kebenaran.
Kedua,
golongan pemimpin yang mereka takut kepada Allah _subhanahuwata’ala_, ajaran agama menjadi rem bagi mereka untuk tidak melakukan sesuatu yang mereka anggap sebagai sebuah
keburukan, seperti kedzaliman kepada masyarakat dan perbuatan-perbuatan yang
diharamkan oleh Allah.
Akan tetapi,
disisi lain dia mempunyai keyakinan bahwa roda kepemimpinan tidak akan berjalan
tanpa tipu daya kedzaliman yang diharamkan sebagaimana yang dilakukan oleh
golongan pertama, sehingga mereka pun sangat anti dengan yang namanya politik.
Terkadang
timbul dalam hatinya rasa pengecut, kikir dan akhlak yang sempit, yang
bercampur dengan naluri dorongan kebenaran agama, akibatnya mereka kadang meninggalkan
kewajiban, yang mana
meninggalkannya lebih
berbahaya daripada mereka terjerumus
kedalam perbuatan-perbuatan haram, atau terkadang mereka melarang sesuatu yang
wajib, yang dimana larangan itu
memalingkan mereka dari jalan Allah.
Dan kadang
mereka terjebak kedalam takwil yang keliru, ada juga mereka berkeyakinan bahwa
mengingkarinya adalah sebuah kewajiban dan tidak ada cara lain untuk mencegahnya kecuali dengan peperangan,
seperti halnya kaum khawarij yang memerangi saudaranya yang islam. Mereka menganggap apa ayang mereka lakukan itu adalah sebuah
kebaikan dan kebenaran. Maka perbuatan mereka itu tidak akan memperbaiki keadaan dunia dan akhirat mereka.
Golongan
kedua ini adalah golongan yang mereka dalam kepemipinannya tidak mengambil
harta untuk diri mereka sendiri ataupun memberikan harta untuk yang lainnya, dan mereka tidak mau memberikan
memberi harta kepada orang-orang yang seharusnya ditundukan hatinya (mualaf
qulubuhum) dari golongan kafir,
pembuat onar, baik dengan harta ataupun
dengan hal-hal yang bermanfaat lainnya, dan mereka berkeyakin hal tersebut merupakan
sebuah kedzaliman dan pemberian yang diharamkan.
Ketiga, adalah golongan yang pertengahan (washath), mereka
adalah pengikut agama Nabi Muhammad shalaLLahu ‘alahi wasalam dan khulafur
rasyidin dalam menyikapi masyarakat yang
awam ataupun mereka yang terpandang, dengan senantiasa mensejahterakan
rakyatnya dalam bidang ekonomi dan
kebijakan-kebijakan yang mengandung banyak manfaat. Walaupun kepada para tokoh masyarakat sekalipun agar mereka bisa membantu dalam menyuksesakan
program-program pemerintah terutama hal-hal yang berkaitan dengan agama.
Disisi lain
golongan tipe pemimpin ini mereka
senantiasa menjaga dirinya (iffah) dari mengambil harta-harta yang tidak berhak bagi mereka. Mereka mampu mengkolaborasikan antara
ketaqwaan kepada Allah dan berbuat baik
kepada sesame (ihsan).
إِنَّ
اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ
Sesungguhnya
Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.
#
Disarikan Dari Kajian Kitab Siasah Syariyyah Ibnu Taimiyyah_ Bareng :
Syekh
DR. Jeje Zaenudin, M.Ag_(Pengasuh
An-Nahala Research Forum)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar