Oleh :
Misbahudin
Ibnu
Taimiyyah RahimahuLLah mengklasifikasikan berbagai tipe manusia dalam menghadapi sesuatu yang menuntut mereka
untuk bershabar dan untuk meluapkan kemarahannya. Dari sini kualitas diri dan kualitas hati
seseorang dapat terukur. Apakah luapan kemarahhnya karena faktor keegoan
dirinya ataukah dia marah karena aturan-aturan agamannya dilangar.
Oleh karena
itu terdapat empat tipe manusia
Pertama,
orang yang marah karena dirinya dan
karenanya tuhannya.
Kedua, manusia
yang tidak marah ketika harga dirinya diinjak-injak dan tuhannya dilecehkan.
Ketiga,
adalah tipe manusia perteangahan (wasth), adalah mereka yang marah karena
agamanya dilecehkan dan tidak marah ketika dirinya dilecehkan.
Tipe inilah
yang ada dalam pribadi nan mulia RasuluLLah, sebagaimana saiyyadh Asiyah berkata, “ RasuluLLah tidak pernah memukul
pembantunya, istrinya, hewan kendarannya
dengan tangannya, kecuali ketika berjihad di jalan Allah, dan Rasulullah tidak menumpahkan kemarahannya ketika dirinya dicela, kecuali ketika hal-hal yang Allah haramkan dilanggar. Maka
ketika larangan-larangan Allah dilanggar tidak ada yang mampu meredakan
kemarahannya kecuali setelah Rasulullah
menumpahkan kemarahannya”. (HR. Bukhari-Muslim).
Keempat,
adalah orang yang marah karena
dirinya dan tidak marah ketika tuhannya
dilecehkan, atau dia hanya mengambil hak dirinya saja dan tidak mau memberi hak
orang lainnya.
Maka
golongan yang keempat ini, adalah
manusia terburuk, yang tidak membawa kontribusi positif untuk dunia dan
agama. Sebagaimana orang-orang
shaleh menjalankan politik
dengan idealisme, mareka
melaksanakan kewajiban dan
meninggalkan hal-hal yang diharamkan oleh Allah.
Mereka
senang memberi sesuatu yang dimana pemberian itu akan berdampak positif untuk
tegaknya agama Islam, dan mereka hanya
mengambil harta untuk dirinya dan keluarganya yang halal baginya, mereka akan murka ketika hal-hal yang Allah haramkan ada yang
melanggar, dan mereka akan senantiasa memaafkan
jika hak-hak pribadinya dilanggar,
ini merupakan Akhlak RasuluLLah
jiwa dermawan dan jiwa protektifnya untuk menjaga agamanya, dan hal ini merupakan perkara
yang paling sempurna.
Ketika
manusia berusaha semakin dekat dengan
akhlak RasuluLLah maka mereka menjadi
pribadi-pribadi yang semakin baik, maka seyogyanya bagi seorang muslim
untuk keras untuk mendekati
akhla tersebut. Dan memohon ampun
kepada Allah jika masih ada kekurangan atau sikap meremehkan setelah ia tahu kesempurnaan ajaran yang Allah turunkan kepada Nabi
Muhammad ShalaLLahu ‘alahi wasalam.
Demikan
itulah penjelasan firman Allah ta’ala
۞ إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ
أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ
إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat. (QS. An-Nisa : 58)
#
Disarikan Dari Kajian Kitab Siasah Syariyyah Ibnu Taimiyyah_ Bareng :
Syekh
DR. Jeje Zaenudin, M.Ag_(Pengasuh
An-Nahala Research Forum)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar