Selasa, 16 Juli 2019

Tipe-Tipe Manusia Menghadapi Kemarahan



Oleh : Misbahudin

Ibnu Taimiyyah RahimahuLLah mengklasifikasikan berbagai tipe manusia  dalam menghadapi sesuatu yang menuntut mereka untuk bershabar dan untuk meluapkan kemarahannya.  Dari sini kualitas diri dan kualitas hati seseorang dapat terukur. Apakah luapan kemarahhnya karena faktor keegoan dirinya ataukah dia marah karena aturan-aturan agamannya dilangar.

Oleh karena itu terdapat empat tipe manusia

Pertama, orang  yang marah karena dirinya dan karenanya tuhannya.

Kedua, manusia yang tidak marah ketika harga dirinya diinjak-injak dan tuhannya dilecehkan.

Ketiga, adalah tipe manusia perteangahan (wasth), adalah mereka yang  marah karena  agamanya dilecehkan dan tidak marah ketika dirinya dilecehkan.

Tipe inilah yang ada dalam pribadi nan mulia RasuluLLah, sebagaimana  saiyyadh Asiyah  berkata, “ RasuluLLah tidak pernah memukul pembantunya, istrinya,  hewan kendarannya dengan tangannya, kecuali ketika berjihad di jalan Allah,  dan Rasulullah tidak menumpahkan  kemarahannya ketika dirinya dicela,  kecuali ketika  hal-hal yang Allah haramkan dilanggar. Maka ketika larangan-larangan Allah dilanggar tidak ada yang mampu meredakan kemarahannya  kecuali setelah Rasulullah menumpahkan kemarahannya”. (HR. Bukhari-Muslim).

Keempat, adalah orang yang  marah karena dirinya  dan tidak marah ketika tuhannya dilecehkan, atau dia hanya mengambil hak dirinya saja dan tidak mau memberi hak orang lainnya.

Maka golongan yang keempat ini, adalah  manusia terburuk, yang tidak membawa kontribusi positif untuk dunia dan agama.  Sebagaimana orang-orang shaleh  menjalankan  politik  dengan idealisme, mareka  melaksanakan  kewajiban dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan oleh Allah.

Mereka senang memberi sesuatu yang dimana pemberian itu akan berdampak positif untuk tegaknya  agama Islam, dan mereka hanya mengambil harta untuk dirinya dan keluarganya yang halal baginya,  mereka akan murka ketika  hal-hal yang Allah haramkan ada yang melanggar, dan mereka akan senantiasa memaafkan  jika hak-hak pribadinya dilanggar,  ini merupakan Akhlak RasuluLLah  jiwa dermawan dan jiwa protektifnya untuk menjaga agamanya,  dan hal ini merupakan  perkara  yang paling sempurna.

Ketika manusia  berusaha semakin dekat dengan akhlak RasuluLLah maka mereka  menjadi pribadi-pribadi  yang semakin baik,  maka seyogyanya bagi seorang muslim untuk  keras untuk  mendekati  akhla tersebut.  Dan memohon ampun kepada Allah  jika masih ada kekurangan  atau sikap meremehkan  setelah ia tahu kesempurnaan  ajaran yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad ShalaLLahu ‘alahi wasalam.

Demikan itulah penjelasan  firman Allah ta’ala

۞ إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. An-Nisa : 58)

# Disarikan Dari Kajian Kitab Siasah Syariyyah Ibnu Taimiyyah_  Bareng :
 Syekh  DR. Jeje Zaenudin, M.Ag_(Pengasuh  An-Nahala Research Forum)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar