*DALAM PERFEKTIF IBNU TAIMIYYAH*
Oleh : Misbahudin
Syekh Islam Ibnu Taimiyyah _rahimahuLLah_
menegaskan dalam kitab _siasah Syariyyah_ bahwa Harta kekayaan Negara
berdasarkan Al_Qur’an dan sunnah terbagi menjadi tiga macam, yaitu Harta
ghanimmah, zakat dan Fai.
*Beberapa Uraian Istilah*
Selain istilah ghanimah, dalam syariat Islam
juga dikenal beberapa istilah lain yang sangat erat kaitannya dengan ghanimah,
di antaranya fai', jizyah, nafl dan salab.
Yang disebut
dengan fa'i adalah :
الْمَال الْحَاصِل
لِلْمُسْلِمِينَ مِنْ أَمْوَال الْكُفَّارِ بِغَيْرِ قِتَالٍ وَلاَ إِيجَافِ
خَيْلٍ وَلاَ رِكَابٍ
Harta yang
dihasilkan oleh umat Islam dari harta orang kafir tanpa peperangan, atau menunggang
kuda atau kendaraan.
Yang
dimaksud dengan jizyah adalah :
اسْمٌ
لِمَا يُؤْخَذُ مِنْ أَهْل الذِّمَّةِ
Harta yang
diambil dari ahli dzimmah
Harta jizyah ini adalah harta yang diambil dari
orang kafir ahli dzimmah yang dilindungi negara, sehingga cara pengambilannya
dengan kesadaran orang kafir itu sendiri.
Kata nafl (نفل) ini adalah bentuk tunggal, bentuk
jamaknya adalah anfal (أنفال) Definisi nafl menurut
para ulama adalah :
مَا خَصَّهُ الإْمَامُ
لِبَعْضِ الْغُزَاةِ تَحْرِيضًا لَهُمْ عَلَى الْقِتَال
Harta yang
diatur secara khusus oleh imam diperuntukkan buat sebagian peserta perang
karena sebab khusus.
مَا
يَأْخُذُهُ الْمُقَاتِل الْمُسْلِمُ مِنْ قَتِيلِهِ الْكَافِرِ فِي الْحَرْبِ
مِمَّا عَلَيْهِ مِنْ ثِيَابٍ وَآلاَتِ حَرْبٍ وَمِنْ مَرْكُوبِهِ الَّذِي
يُقَاتِل عَلَيْهِ وَمَا عَلَيْهِ مِنْ سَرْجٍ وَلِجَامٍ
Harta yang
diambil oleh peserta perang yang muslim dari lawan tandingnya yang kafir di
dalam peperangan, seperti pakaian dan alat perang, tunggangan, senjata atau
tameng.
*Harta Ghanimah*
Ghanimmah adalah harta yang diambil dari orang kafir dalam sebuah
peperangan, Allah berfirman dalam surat
Al-Anfal yang diturunkan ketika perang badar, dan dinamakan surat al-anfal
(tambahan) karena menjelaskan harta tambahan dari sebuah peperangan bagi
seorang muslim.
يَسَۡٔلُونَكَ عَنِ ٱلۡأَنفَالِۖ قُلِ ٱلۡأَنفَالُ لِلَّهِ وَٱلرَّسُولِۖ فَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَأَصۡلِحُواْ ذَاتَ بَيۡنِكُمۡۖ وَأَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ
Mereka menanyakan kepadamu tentang
(pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah: "Harta rampasan perang
kepunyaan Allah dan Rasul, oleh sebab itu bertakwalah kepada Allah dan
perbaikilah perhubungan di antara sesamamu; dan taatlah kepada Allah dan
Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman."
إِنَّمَا
ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ وَجِلَتۡ قُلُوبُهُمۡ وَإِذَا
تُلِيَتۡ عَلَيۡهِمۡ ءَايَٰتُهُۥ زَادَتۡهُمۡ إِيمَٰنٗا وَعَلَىٰ رَبِّهِمۡ
يَتَوَكَّلُونَ
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah
mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka,
dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan
hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal."
ٱلَّذِينَ
يُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَمِمَّا رَزَقۡنَٰهُمۡ يُنفِقُونَ
"(yaitu) orang-orang yang mendirikan
shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada
mereka."
Sampai dengan
QS. Al-anfaal ayat 41
وَٱعۡلَمُوٓاْ
أَنَّمَا غَنِمۡتُم مِّن شَيۡءٖ فَأَنَّ لِلَّهِ خُمُسَهُۥ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي
ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِ إِن كُنتُمۡ
ءَامَنتُم بِٱللَّهِ وَمَآ أَنزَلۡنَا عَلَىٰ عَبۡدِنَا يَوۡمَ ٱلۡفُرۡقَانِ
يَوۡمَ ٱلۡتَقَى ٱلۡجَمۡعَانِۗ وَٱللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٍ قَدِيرٌ
"Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang
dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk
Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan
ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang
kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari
bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS.
Al-anfaal : 1-41)
Dalam hadits
zaabir bin Abdillah _radhiyaLLahu ‘anhu_ Dia berkata, telah bersabda Rasulullah
_shalaLLahu ‘alahi wasalam_
قَالَ
أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِي نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ
مَسِيرَةَ شَهْرٍ وَجُعِلَتْ لِي الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا فَأَيُّمَا
رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ وَأُحِلَّتْ لِي
الْمَغَانِمُ وَلَمْ تَحِلَّ لِأَحَدٍ قَبْلِي وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ وَكَانَ
النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً
“Dari Jabir bin Abdulloh, bahwa Nabi Muhammad
bersabda, ‘Aku diberi (oleh Allah) lima perkara, yang itu semua tidak
diberikan kepada seorang-pun sebelumku.
1. Aku
ditolong (oleh Allah) dengan kegentaran (musuh sebelum kedatanganku) sejauh
perjalanan sebulan.
2. Bumi
(tanah) dijadikan untukku sebagai masjid (tempat sholat) dan alat bersuci
(untuk tayammum-pen). Maka siapa saja dari umatku yang (waktu) sholat
menemuinya, hendaklah dia sholat.
3. Ghonimah
(harta rampasan perang) dihalalkan untukku, dan itu tidaklah halal untuk
seorangpun sebelumku.
4. Aku
diberi syafa’at (oleh Allah).
5. Dan
Nabi-Nabi dahulu (sebelum-ku) diutus khusus kepada kaumnya, dan aku diutus
kepada manusia semuanya’” (Hadits Shohih Riwayat Bukhori).
Dalam sebuah hadist yang diriwatakan dari Ibnu Umar, beliau berkata, telah bersabda RasuluLLah _shalaLLahu ‘alahi wasalam_.
بُعِثْتُ بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ بِالسَّيْفِ حَتَّى
يُعْبَدَ اللَّهُ وَحْدَهُ لَا يُشْرَكَ بِهِ شَيْءٌ وَجُعِلَ رِزْقِي تَحْتَ
ظِلِّ رُمْحِي وَجُعِلَ الذِّلَّةُ وَالصَّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِي،
وَمَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ.
Artinya: “Aku diutus dengan pedang sampai
mendekati kiamat, sehingga nanti hanya Allah yang disembah serta tak ada yang
menyekutukanNya. Rezekiku berada di bawah naungan tombakku. (Selain itu),
kehinaan dan kerendahan itu diperuntukkan bagi mereka yang tak mematuhi
perintahku. Barangsiapa yang menyerupai suatu kelompok maka dia bagian dari
kelompok tersebut.” (HR. Ahmad)
*Pembagian Harta Ghanimah*
Hal yang pertama dari harta ghonimah adalah
dibagi lima, dan prioritas seperlima _(khumus)_ diberikan kepada orang-orang yang Allah
sebutkan dalam surat al-anfal
diatas. Dan seperlima sisanya untuk para pasukan perang.
Berkata, Umar Bin Khottob _radhiyaLLahu
‘anhu_ “ ghanimah adalah bagi mereka yang terlibat dan ikut serta peperangan”.
Mereka adalah
yang ikut berkontribusi adalah sebuah peperangan , baik mereka ikut
terjung langsung ataupun tidak, dan
wajib membaginya dengan penuh nilai
keadilan, tidak boleh melebihkan dan
mengurai jatah bagian ghonimah karena faktor _like or dislike_ , atau karena
pertimbangan kedudukan, nasab dan
kelebihan.
Pembagian ghonimah itu harus sesuai dengan
apa yang RasuluLLah _shalaLLahu ‘alahi wasalam_ dan para sahabatnya contohkan. Sebagaimana
dalam sebuah riwayat hadits diceritakan bahwa Saad bin Abi Waqas merasa
dirinya memiliki kontribusi lebih
daripada sahabat-sahabat nabi yang lainnya dalm sebuah peperangan.
Maka Nabi pun bersabda, “ Apakah kalian
ditolong dan diberikan rejeki dengan pelantara orang-orang yang lemah diantara
kalian”. (HR. Bukhari).
عَنْ
مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ، قَالَ: رَأَى سَعْدٌ -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-، أَنَّ لَهُ
فَضْلاً عَلَى مَنْ دُوْنَهُ، فَقَالَ النَّبِيُّ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ-: ((هَلْ تُنْصَرُوْنَ وَتُرْزَقُوْنَ إِلاَّ بِضُعَفَائِكُمْ؟)).
Dari Mush’ab bin Sa’ad, beliau berkata bahwa
Sa’ad Radhiyallahu ‘anhu memandang dirinya memiliki keutamaan di atas yang
lainnya (dari para sahabat). Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Bukankah kalian ditolong (dimenangkan) dan diberi rezeki melainkan dengan
sebab orang-orang yang lemah di antara kalian?”
Dalam musnad Imam Ahmad juga diceritakan
dalam sebuah hadits bahwa Saad bin abi waqas berkata kepada Nabi, Ya
Rasulullah bagaimana dengan seseorang yang paling bersemangat dari
kaumnya mendapatkan bagian yang sama dengan pasukan yang lainnya yang
biasa-biasa saja?, Maka Nabi Bersabda, “ Celakalah kamu dan Ibumu Ibnu ummi
saad!!, apakah kalian diberi rejeki dan ditolong karena pelantara orang lemah
diantara kalian?.
*Pembagian Harta Ghanimah Dari Masa Ke Masa*
Ibnu Taimiyyah menegaskan bahwa Pembagian
harta ghanimah terus berlangsung dengan pola pembagian yang sama antara para
pasukan perang di zaman bani ummayah dan bani abbas sampai peristiwa peperangan
kaum muslimin berperang melawan romawi,
turki dan bar-bar (afrika).
Akan tetapi dalam situasi dan kondisi
tertentu amirul mu’minin boleh
melebihkan bagian ghonimah bagi seseorang yang terlihat memiliki kontribusi
yang lebih besar daripada yang lainnya dalam sebuah serangan.
Diantara kelompok yang boleh dilebihkan harta
ghonimahnya adalah pasukan _sariyyah_ yang dikirim untuk menyusup kedalam
jantung musuh, atau laki-laki yang menaiki benteng yang tinggi, lalu dia membuka blokde musuh
dan membuka celah untuk melakukan sergapan dan serangan, atau pasukan yang ditempatkan di garda paling
depan lalu mereka melakukan serangan yang sengit sehingga pihak musuh kalah
tidak berdaya. Dan lain sebagainya yang
dipandang memiliki kontribusi lebih.
Hal tersebut diperbolehkan kepada seorang
imam, karena sesunggunya Nabi dan khulaf arraasyidiin melakukan hal tersebut. Dan Nabi
melebihkan untuk pasukan _sariyyah_ adalah seperempat dari khumus
tersebut, dan untuk pasukan yang melakukan operasi semut adalah sepertiga dari
_khumus_ tersebut.
*Pendapat Para Ulama Berkaitan Dengan
Pembagian Ghonimah*
Mengenai Melebihkan bagian ghonimah _(nafal)_, sebagian ulama
berpendapat, sesungguhnya _nafal_itu diambil dari seperlima _(khumus)_.
Sebagian lagi mengatakan seperlima dari _khumus_ agar tidak terjadi ketimpangan
yang jauh antara satu pasukan dengan yang lainnya.
Pendapat yang paling _shahih_ adalah _nafal_
boleh diambil dari 4/5 dari harta
ghonimah, dengan konsekuensi adanya jatah lebih untuk sebagian
pasukan. Kelebihan jatah itu karena
adanya _maslahat diniyyah_, sebuah maslahat untuk agama Islam, bukan karena
faktor pertimbangan hawa nafsu. Sebagaimana Nabi Muhammad sering melakukan hal tersebut. Hal ini
merupakan pendapat para fuqaha ahli syam, Abu Hanifah, Imam Ahmad dan yang lainnya. (Al-Mughni
13/ 60-61).
Oleh karena itu, dalam suatu pendapat Imam
boleh melebihkan jatah lebih _(nafal)_
seperempat atau sepertiga dengan syarat ataupun tanpa syarat, Imam boleh melebihkan jatah kepada seorang
pasukan dengan karena telah memenuhi syarat,
seperti sayembara Imam kepada pasukannya, “ barang siapa yang bisa
menunjukan benteng yang paling tinggi dan vital maka baginya akan mendapat
sekian, dan Barang siapa yang yang bisa
membawa kepala seseorang maka ia akan
mendapatkan sekian”. Atau contoh yang lainnya.
Ada juga yang berpendapat, tidak boleh
memberikan kelebihan jatah _(Nafal)_ lebih dari sepertiga, dan tidak boleh melebihkan jatah tanpa sebuah
syarat. Ini merupakan pendapat Ahmad dan yang lainnya.
Menurut pendapat yang shahih, seorang Imam
juga boleh mengatakan, “ Barang siapa
yang bisa merampas sesuatu yang musuh maka itu adalah miliknya, sebagaimana yang diriwayatkan dari Nabi
_shalaLLahu ‘alahi wasalam_ ketika
beliau bersabda dalam peprangan badar,
“Apabila hal tersebut dipadang ada sebuah
kemaslahatan yang lebih kuat daripada mafsadatnya”.
*Aturan Main Dalam Pembagian Ghanimah*
Apabila seorang imam memutuskan untuk
mengumpulan terlbih dahulu seluruh rampasan perang dan kemudian dilanjutkan membagi-baginya , maka
tidak boleh seseorang melakukan _ghulul_, _ghulul_ adalh mengambil sesuatu dari
ghanimah sebelum pemimpin membagikannya, karena hal tersebut merupakan sebuah
pengkhianatan tersembunyi.
Sebagaimana firman Allah _ta’ala_.
وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَغُلَّ وَمَنْ يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ () أَفَمَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَ اللَّهِ كَمَنْ بَاءَ بِسَخَطٍ مِنَ اللَّهِ وَمَأْوَاهُ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ () هُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ اللَّهِ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ ()
Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam
urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan
perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang
dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa
yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya. (QS.
Ali Imran : 161-163).
Dan tidak boleh juga bagi seseorang untuk merampas harta perang dari musuh lalu
menyembunyikannya _(nuhbatun)_. Karena Nabi _shalaLLahu ‘alaihi wasalam_
melarang perbuatan tersebut. (HR. Bukhari)
Maka apabila Imam tidak mengeluarkan intruksi
untuk mengumpulkan harta rampasan dan membagikannya. Dan membolehkan siapapun
untuk mengambil harta rampasan tersebut, atau dengan semua tindakan dan isyarat
yang dipahami bahwa imam memrikan izin untuk mengambinya, maka bolehlah untuk mengambilnya tanpa
berlebih-lebihan dan setelah disisikan
seperlimnya.
Maka apabila Imam tidak memberi izin atau
memberi izin tapi dengan izin yang tidak dibolehkan oleh syar’i, maka pasukan boleh
mengambil sejumlah harta yang berhak dia dapatkan dari pembagian
ghanimah dengan berusahan bersikap
lurus dan adil ketika pengambil
tersebut.
Pendapat yang mengatakan bahawa diharamkan
mengumpulkan ghanimah ketika Imam tidak mengumpulkan atau dibolehkan bagi Imam
untuk berbuat sesuka hati terhadap
ghanimah tersebut, maka ini sebuah pendapat yang bertentangan agama Allah itu
bersifat pertengahan _(wasath)_.
*Para Pasukan Pejalan Kaki Dan Para Pasukan
Berkuda*
Sikap adil dalam pembagian ghanimah antara
pasukan yang berjalan kaki dan dengan penunggang kuda yang mempunyai kuda
adalah, para pasukan pejan kaki mendapatkan satu bagian dan untuk para
penunggang kuda arab mendapatkan tiga bagian.
Satu bagian untuk pemiliki kuda dan dua
bagian untuk kuda, karena kuda butuh perawatan untuk menjaga kekuatan dan
vitalitasnya. Demikianlah Nabi _shalaLLahu ‘alahi wasalam_ membagikan ghanimah di perang khaibar dalam hadist yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
Dan dari kalangan fuqaha ada yang
berpendapat, bagi kuda perang itu
mendapat dua bagian, karena dia butuhnya untuk perawatan dirinya dan kebutuhan
makanannya, dan pasukan berkuda lebih
banyak manfaatnya dibandingkan dengan pasukan pejalan kaki.
Dan
diantara ulama ada yang berkata,
hukum jatah pembagian ghanimah antara kuda arab dan kuda _hajiin_ (kuda afrika)
adalah sama, dan diantara meraka ada
yang mengatakan, bahwa kuda _hajiin_
diberikan bagian satu, sebagaimana
diriwatkan dari Nabi _shalaLLahu ‘alahi wasalam_ dan para sahabatnya
dari hadits riwayat Abu daud.
Kuda arab yang induknya bukan
kuda arab dinamakan di zaman ini adalah _tatari_, baik kuda
pejantannya atau kuda betinanya, dan dinamakan juga _ramakah_ atau kuda yang
dikebiri _khashii_ atau disebut juga _ikdisyie_.
Para salaf sangat suka memakai kuda pejantan
untuk berperang karena memiliki insting
yang tajam, kekutan untuk bertempur. Tetapi untuk melakukan penyergapan
dan penyerbuan mendadak, mereka lebih suka menggunakan kuda betina karena
karena kuda betina tidak mengeluarkan
suara ringkikan yang bisa membuat musuh siap dan waspada. Kaum
salaf memilih kuda yang sudah dikebiri _(khasii)_ untuk melakukan perjalan jauh
karena kuda seperti ini memiliki kesabaran yang kuat dalam sebuah perjalanan.
Berkaitan dengan harta ghanimah yang ternya
diketahui adalah miliki seorang muslim dulunya dan belum dibagikan sebagai
harta ghanimah, maka barang tesebut dikembalikan kepada kaum muslimin baik dari
asset yang diam atau asset yang dapat dipindahkan. Harta tersebut wajib dikembalikan kepada yang
punya menurut kesepakatan kaum muslimin.
Dan jenis-jenis ghanimah dan hukum-hukumnya
banyak dibahas dalam atsar-atsar yang banyak dan pendapat-pendapat yang sudah
disepakati kaum muslimin, dan sebagian yang lain masih dalam perselisihan, dan di bab ini
bukan tempat perinciannya, akan tetapi disini
hanya membahas hal-hal yang
bersifat global.
#
Disarikan Dari Kajian Kitab Siasah Syariyyah Ibnu Taimiyyah_ Bareng :
Syekh
DR. Jeje Zaenudin, M.Ag_(Pengasuh
An-Nahala Research Forum)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar