Selasa, 16 Juli 2019

HARTA KEKAYAAN NEGARA


*DALAM PERFEKTIF IBNU TAIMIYYAH*



Oleh : Misbahudin


Syekh Islam Ibnu Taimiyyah _rahimahuLLah_ menegaskan dalam kitab _siasah Syariyyah_ bahwa Harta kekayaan Negara berdasarkan Al_Qur’an dan sunnah terbagi menjadi tiga macam, yaitu Harta ghanimmah, zakat dan Fai.

*Beberapa Uraian Istilah*

Selain istilah ghanimah, dalam syariat Islam juga dikenal beberapa istilah lain yang sangat erat kaitannya dengan ghanimah, di antaranya fai', jizyah, nafl dan salab.

*Fa'i*

Yang disebut dengan fa'i adalah :

الْمَال الْحَاصِل لِلْمُسْلِمِينَ مِنْ أَمْوَال الْكُفَّارِ بِغَيْرِ قِتَالٍ وَلاَ إِيجَافِ خَيْلٍ وَلاَ رِكَابٍ

Harta yang dihasilkan oleh umat Islam dari harta orang kafir tanpa peperangan, atau menunggang kuda atau kendaraan.

*Jizyah*

Yang dimaksud dengan jizyah adalah :

اسْمٌ لِمَا يُؤْخَذُ مِنْ أَهْل الذِّمَّةِ
Harta yang diambil dari ahli dzimmah

Harta  jizyah ini adalah harta yang diambil dari orang kafir ahli dzimmah yang dilindungi negara, sehingga cara pengambilannya dengan kesadaran orang kafir itu sendiri.

*Nafl*

Kata nafl (نفل) ini adalah bentuk tunggal, bentuk jamaknya adalah anfal (أنفال) Definisi nafl menurut para ulama adalah :

مَا خَصَّهُ الإْمَامُ لِبَعْضِ الْغُزَاةِ تَحْرِيضًا لَهُمْ عَلَى الْقِتَال
Harta yang diatur secara khusus oleh imam diperuntukkan buat sebagian peserta perang karena sebab khusus.

*Salab*

مَا يَأْخُذُهُ الْمُقَاتِل الْمُسْلِمُ مِنْ قَتِيلِهِ الْكَافِرِ فِي الْحَرْبِ مِمَّا عَلَيْهِ مِنْ ثِيَابٍ وَآلاَتِ حَرْبٍ وَمِنْ مَرْكُوبِهِ الَّذِي يُقَاتِل عَلَيْهِ وَمَا عَلَيْهِ مِنْ سَرْجٍ وَلِجَامٍ

Harta yang diambil oleh peserta perang yang muslim dari lawan tandingnya yang kafir di dalam peperangan, seperti pakaian dan alat perang, tunggangan, senjata atau tameng.

*Harta Ghanimah*

Ghanimmah adalah harta yang diambil  dari orang kafir dalam sebuah peperangan,  Allah berfirman dalam surat Al-Anfal yang diturunkan ketika perang badar, dan dinamakan surat al-anfal (tambahan) karena menjelaskan harta tambahan dari sebuah peperangan bagi seorang muslim.

يَسۡ‍َٔلُونَكَ عَنِ ٱلۡأَنفَالِۖ قُلِ ٱلۡأَنفَالُ لِلَّهِ وَٱلرَّسُولِۖ فَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَأَصۡلِحُواْ ذَاتَ بَيۡنِكُمۡۖ وَأَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ

Mereka menanyakan kepadamu tentang (pembagian) harta rampasan perang. Katakanlah: "Harta rampasan perang kepunyaan Allah dan Rasul, oleh sebab itu bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu; dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman."

إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ وَجِلَتۡ قُلُوبُهُمۡ وَإِذَا تُلِيَتۡ عَلَيۡهِمۡ ءَايَٰتُهُۥ زَادَتۡهُمۡ إِيمَٰنٗا وَعَلَىٰ رَبِّهِمۡ يَتَوَكَّلُونَ

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman  ialah mereka yang bila disebut nama Allah  gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal."

ٱلَّذِينَ يُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَمِمَّا رَزَقۡنَٰهُمۡ يُنفِقُونَ

"(yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka."

Sampai dengan  QS. Al-anfaal ayat 41

 وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّمَا غَنِمۡتُم مِّن شَيۡءٖ فَأَنَّ لِلَّهِ خُمُسَهُۥ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِ إِن كُنتُمۡ ءَامَنتُم بِٱللَّهِ وَمَآ أَنزَلۡنَا عَلَىٰ عَبۡدِنَا يَوۡمَ ٱلۡفُرۡقَانِ يَوۡمَ ٱلۡتَقَى ٱلۡجَمۡعَانِۗ وَٱللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٍ قَدِيرٌ

"Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa  yang kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. Al-anfaal : 1-41)

Dalam hadits  zaabir bin Abdillah _radhiyaLLahu ‘anhu_  Dia berkata, telah bersabda Rasulullah _shalaLLahu ‘alahi wasalam_

قَالَ أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِي نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ وَجُعِلَتْ لِي الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا فَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ وَأُحِلَّتْ لِي الْمَغَانِمُ وَلَمْ تَحِلَّ لِأَحَدٍ قَبْلِي وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً

“Dari Jabir bin Abdulloh, bahwa Nabi Muhammad bersabda, ‘Aku diberi (oleh Allah) lima perkara, yang itu semua tidak diberikan kepada seorang-pun sebelumku.
1.     Aku ditolong (oleh Allah) dengan kegentaran (musuh sebelum kedatanganku) sejauh perjalanan sebulan.
2.     Bumi (tanah) dijadikan untukku sebagai masjid (tempat sholat) dan alat bersuci (untuk tayammum-pen). Maka siapa saja dari umatku yang (waktu) sholat menemuinya, hendaklah dia sholat.
3.     Ghonimah (harta rampasan perang) dihalalkan untukku, dan itu tidaklah halal untuk seorangpun sebelumku.
4.     Aku diberi syafa’at (oleh Allah).
5.     Dan Nabi-Nabi dahulu (sebelum-ku) diutus khusus kepada kaumnya, dan aku diutus kepada manusia semuanya’”  (Hadits Shohih Riwayat Bukhori).

Dalam sebuah hadist yang diriwatakan dari  Ibnu Umar, beliau berkata, telah bersabda RasuluLLah _shalaLLahu ‘alahi wasalam_.

بُعِثْتُ بَيْنَ يَدَيِ السَّاعَةِ بِالسَّيْفِ حَتَّى يُعْبَدَ اللَّهُ وَحْدَهُ لَا يُشْرَكَ بِهِ شَيْءٌ وَجُعِلَ رِزْقِي تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِي وَجُعِلَ الذِّلَّةُ وَالصَّغَارُ عَلَى مَنْ خَالَفَ أَمْرِي، وَمَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ.

Artinya: “Aku diutus dengan pedang sampai mendekati kiamat, sehingga nanti hanya Allah yang disembah serta tak ada yang menyekutukanNya. Rezekiku berada di bawah naungan tombakku. (Selain itu), kehinaan dan kerendahan itu diperuntukkan bagi mereka yang tak mematuhi perintahku. Barangsiapa yang menyerupai suatu kelompok maka dia bagian dari kelompok tersebut.” (HR. Ahmad)

*Pembagian Harta Ghanimah*

Hal yang pertama dari harta ghonimah adalah dibagi lima, dan  prioritas   seperlima _(khumus)_  diberikan kepada orang-orang yang Allah sebutkan  dalam surat al-anfal diatas.  Dan seperlima  sisanya untuk para pasukan perang.

Berkata, Umar Bin Khottob _radhiyaLLahu ‘anhu_ “ ghanimah adalah bagi mereka yang terlibat dan ikut serta peperangan”.

Mereka adalah  yang ikut berkontribusi adalah sebuah peperangan , baik mereka ikut terjung langsung ataupun tidak,  dan wajib membaginya  dengan penuh nilai keadilan,  tidak boleh melebihkan dan mengurai jatah bagian ghonimah karena faktor _like or dislike_ , atau karena pertimbangan kedudukan,  nasab dan kelebihan.

Pembagian ghonimah itu harus sesuai dengan apa yang RasuluLLah _shalaLLahu ‘alahi wasalam_ dan para sahabatnya contohkan.  Sebagaimana  dalam sebuah riwayat hadits diceritakan bahwa Saad bin Abi Waqas merasa dirinya memiliki kontribusi lebih  daripada sahabat-sahabat nabi yang lainnya dalm sebuah peperangan.

Maka Nabi pun bersabda, “ Apakah kalian ditolong dan diberikan rejeki dengan pelantara orang-orang yang lemah diantara kalian”. (HR. Bukhari).

عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ، قَالَ: رَأَى سَعْدٌ -رَضِيَ اللهُ عَنْهُ-، أَنَّ لَهُ فَضْلاً عَلَى مَنْ دُوْنَهُ، فَقَالَ النَّبِيُّ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-: ((هَلْ تُنْصَرُوْنَ وَتُرْزَقُوْنَ إِلاَّ بِضُعَفَائِكُمْ؟)).

Dari Mush’ab bin Sa’ad, beliau berkata bahwa Sa’ad Radhiyallahu ‘anhu memandang dirinya memiliki keutamaan di atas yang lainnya (dari para sahabat). Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Bukankah kalian ditolong (dimenangkan) dan diberi rezeki melainkan dengan sebab orang-orang yang lemah di antara kalian?”

Dalam musnad Imam Ahmad juga diceritakan dalam sebuah hadits bahwa Saad bin abi waqas berkata kepada Nabi, Ya Rasulullah  bagaimana  dengan seseorang yang paling bersemangat dari kaumnya mendapatkan bagian yang sama dengan pasukan yang lainnya yang biasa-biasa saja?, Maka Nabi Bersabda, “ Celakalah kamu dan Ibumu Ibnu ummi saad!!, apakah kalian diberi rejeki dan ditolong karena pelantara orang lemah diantara kalian?.

*Pembagian Harta Ghanimah Dari Masa Ke Masa*

Ibnu Taimiyyah menegaskan bahwa Pembagian harta ghanimah terus berlangsung dengan pola pembagian yang sama antara para pasukan perang di zaman bani ummayah dan bani abbas sampai peristiwa peperangan kaum muslimin berperang melawan  romawi, turki dan bar-bar (afrika).

Akan tetapi dalam situasi dan kondisi tertentu  amirul mu’minin boleh melebihkan  bagian ghonimah  bagi seseorang yang terlihat memiliki kontribusi yang lebih besar daripada yang lainnya dalam sebuah serangan.

Diantara kelompok yang boleh dilebihkan harta ghonimahnya adalah pasukan _sariyyah_ yang dikirim untuk menyusup kedalam jantung musuh, atau laki-laki yang menaiki benteng  yang tinggi, lalu dia membuka blokde musuh dan membuka celah untuk melakukan sergapan dan serangan,  atau pasukan yang ditempatkan di garda paling depan lalu mereka melakukan serangan yang sengit sehingga pihak musuh kalah tidak berdaya.  Dan lain sebagainya yang dipandang memiliki kontribusi lebih.

Hal tersebut diperbolehkan kepada seorang imam, karena sesunggunya Nabi dan khulaf arraasyidiin melakukan hal tersebut.  Dan Nabi  melebihkan untuk pasukan _sariyyah_ adalah seperempat dari khumus tersebut, dan untuk pasukan yang melakukan operasi semut adalah sepertiga dari _khumus_ tersebut.

*Pendapat Para Ulama Berkaitan Dengan Pembagian Ghonimah*

Mengenai Melebihkan  bagian ghonimah _(nafal)_, sebagian ulama berpendapat,  sesungguhnya  _nafal_itu diambil dari seperlima _(khumus)_. Sebagian lagi mengatakan seperlima dari _khumus_ agar tidak terjadi ketimpangan yang jauh antara satu pasukan dengan yang lainnya.

Pendapat yang paling _shahih_ adalah _nafal_ boleh diambil dari 4/5  dari harta ghonimah,  dengan konsekuensi  adanya jatah lebih untuk sebagian pasukan.  Kelebihan jatah itu karena adanya _maslahat diniyyah_, sebuah maslahat untuk agama Islam, bukan karena faktor pertimbangan hawa nafsu. Sebagaimana Nabi Muhammad  sering melakukan hal tersebut. Hal ini merupakan pendapat para fuqaha ahli syam, Abu Hanifah,  Imam Ahmad dan yang lainnya.  (Al-Mughni  13/ 60-61).

Oleh karena itu, dalam suatu pendapat Imam boleh melebihkan  jatah lebih _(nafal)_ seperempat atau sepertiga dengan syarat ataupun tanpa syarat,  Imam boleh melebihkan jatah kepada seorang pasukan dengan karena telah memenuhi syarat,  seperti sayembara Imam kepada pasukannya, “ barang siapa yang bisa menunjukan benteng yang paling tinggi dan vital maka baginya akan mendapat sekian, dan Barang siapa yang  yang bisa membawa kepala  seseorang maka ia akan mendapatkan sekian”. Atau contoh yang lainnya.

Ada juga yang berpendapat, tidak boleh memberikan kelebihan jatah _(Nafal)_ lebih dari sepertiga,  dan tidak boleh melebihkan jatah tanpa sebuah syarat. Ini merupakan pendapat Ahmad dan yang lainnya.

Menurut pendapat yang shahih, seorang Imam juga boleh  mengatakan, “ Barang siapa yang bisa merampas sesuatu yang musuh maka itu adalah miliknya,  sebagaimana yang diriwayatkan dari Nabi _shalaLLahu ‘alahi wasalam_  ketika beliau bersabda dalam peprangan  badar, “Apabila hal tersebut  dipadang ada sebuah kemaslahatan yang lebih kuat daripada mafsadatnya”.

*Aturan Main Dalam Pembagian Ghanimah*

Apabila seorang imam memutuskan untuk mengumpulan terlbih dahulu seluruh rampasan perang dan  kemudian dilanjutkan membagi-baginya , maka tidak boleh seseorang melakukan _ghulul_, _ghulul_ adalh mengambil sesuatu dari ghanimah sebelum pemimpin membagikannya, karena hal tersebut merupakan sebuah pengkhianatan tersembunyi.

 Sebagaimana firman Allah _ta’ala_.

 وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَغُلَّ وَمَنْ يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ () أَفَمَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَ اللَّهِ كَمَنْ بَاءَ بِسَخَطٍ مِنَ اللَّهِ وَمَأْوَاهُ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ () هُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ اللَّهِ وَاللَّهُ بَصِيرٌ بِمَا يَعْمَلُونَ ()

Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya. (QS. Ali Imran : 161-163).

Dan tidak boleh juga bagi seseorang  untuk merampas harta perang dari musuh lalu menyembunyikannya _(nuhbatun)_. Karena Nabi _shalaLLahu ‘alaihi wasalam_ melarang perbuatan tersebut. (HR. Bukhari)

Maka apabila Imam tidak mengeluarkan intruksi untuk mengumpulkan harta rampasan dan membagikannya. Dan membolehkan siapapun untuk mengambil harta rampasan tersebut, atau dengan semua tindakan dan isyarat yang dipahami bahwa imam memrikan izin untuk mengambinya,  maka bolehlah untuk mengambilnya tanpa berlebih-lebihan dan setelah disisikan  seperlimnya.

Maka apabila Imam tidak memberi izin atau memberi izin tapi dengan izin yang tidak dibolehkan oleh  syar’i, maka pasukan  boleh  mengambil sejumlah harta yang berhak dia dapatkan dari pembagian ghanimah dengan  berusahan bersikap lurus  dan adil ketika pengambil tersebut.

Pendapat yang mengatakan bahawa diharamkan mengumpulkan ghanimah ketika Imam tidak mengumpulkan atau dibolehkan bagi Imam untuk berbuat sesuka hati  terhadap ghanimah tersebut, maka ini sebuah pendapat yang bertentangan agama Allah itu bersifat pertengahan _(wasath)_.

*Para Pasukan Pejalan Kaki Dan Para Pasukan Berkuda*

Sikap adil dalam pembagian ghanimah antara pasukan yang berjalan kaki dan dengan penunggang kuda yang mempunyai kuda adalah, para pasukan pejan kaki mendapatkan satu bagian dan untuk para penunggang kuda arab mendapatkan tiga bagian.

Satu bagian untuk pemiliki kuda dan dua bagian untuk kuda, karena kuda butuh perawatan untuk menjaga kekuatan dan vitalitasnya. Demikianlah Nabi _shalaLLahu ‘alahi wasalam_ membagikan  ghanimah di perang khaibar dalam hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.

Dan dari kalangan fuqaha ada yang berpendapat, bagi kuda perang  itu mendapat dua bagian, karena dia butuhnya untuk perawatan dirinya dan kebutuhan makanannya,  dan pasukan berkuda lebih banyak manfaatnya dibandingkan dengan pasukan pejalan kaki.

Dan  diantara ulama  ada yang berkata, hukum jatah pembagian ghanimah antara kuda arab dan kuda _hajiin_ (kuda afrika) adalah sama, dan diantara meraka  ada yang mengatakan, bahwa kuda _hajiin_  diberikan bagian satu, sebagaimana  diriwatkan dari Nabi _shalaLLahu ‘alahi wasalam_ dan para sahabatnya dari hadits riwayat Abu daud.

Kuda arab yang induknya  bukan  kuda arab dinamakan di zaman ini adalah ­ _tatari_, baik kuda pejantannya atau kuda betinanya, dan dinamakan juga _ramakah_ atau kuda yang dikebiri _khashii_ atau disebut juga _ikdisyie_.

Para salaf sangat suka memakai kuda pejantan untuk berperang karena memiliki insting  yang tajam, kekutan untuk bertempur. Tetapi untuk melakukan penyergapan dan penyerbuan mendadak, mereka lebih suka menggunakan kuda betina karena karena  kuda betina tidak mengeluarkan suara ringkikan yang bisa membuat musuh siap dan waspada.   Kaum salaf memilih kuda yang sudah dikebiri _(khasii)_ untuk melakukan perjalan jauh karena kuda seperti ini memiliki kesabaran yang kuat dalam sebuah perjalanan.

Berkaitan dengan harta ghanimah yang ternya diketahui adalah miliki seorang muslim dulunya dan belum dibagikan sebagai harta ghanimah, maka barang tesebut dikembalikan kepada kaum muslimin baik dari asset yang diam atau asset yang dapat dipindahkan.  Harta tersebut wajib dikembalikan kepada yang punya  menurut kesepakatan kaum muslimin.

Dan jenis-jenis ghanimah dan hukum-hukumnya banyak dibahas dalam atsar-atsar yang banyak dan pendapat-pendapat yang sudah disepakati kaum muslimin, dan sebagian yang lain  masih dalam perselisihan, dan di bab ini bukan tempat perinciannya, akan tetapi disini  hanya membahas  hal-hal yang bersifat global.

# Disarikan Dari Kajian Kitab Siasah Syariyyah Ibnu Taimiyyah_  Bareng :
 Syekh  DR. Jeje Zaenudin, M.Ag_(Pengasuh  An-Nahala Research Forum)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar