Oleh : Misbahudin
Nabi
Muhammad _shalaLLahu ‘alahi wasalam_
adalah sosok keteladan yang sempurna dan paripurna, dalam setiap aspek
kehidupan Rasulullah terdapat sebuah hikmah, pelarajaran dan renungan, hidup
dan kehidupannya bak mentari yang yang menyinari arah langkah kehidupan manusia
untuk memaknai setiap episode kehidupan.
Nabi
Muhammad selain sosok guru teladan,
jendral perang yang handal, sosok hakim yang berkeadilan, sosok pembisnis yang
ulung, beliau juga adalah sosok pemimpin
Negara yang membawa nilai-nilai keismalan yang rahmatal lil ‘alamin.
Rasulullah
telah membawa negeri yang tandus dan terbelakang menjadi tempat yang penuh keberkahan dan kedamaian,
terwujudnya sebuah negeri yang _baldatun warabbul ghafuur_, sebuah negeri yang
menjadi protopif peradaban dan penuh
dengan atmosfir kedamaian dan kerukunan antara masyarakatnya.
Sosok
pemimpin Negara yang menyatukan ras, suku, kabilah bahkan agama, orang kafir
pun merasakan nyaman dan tentram dibawah
kepemimpinannya dan kepemimpinan _khulafa rasyidin_.
Islam bak
cahaya yang mengusir kegelapan, kegelapan dalam berfikir, kegelapan dalam
keyakinan dan kegelapan dalam menjalani hidup dan kehidupan. Islam akan
mebimbing Orang-orang yang beriman dari “kejahiliyaan” yang gelap gulita
menuju cahaya benderang keimanan.
اللَّهُ وَلِىُّ الَّذِينَ ءَامَنُوا۟ يُخْرِجُهُم مِّنَ الظُّلُمٰتِ إِلَى النُّورِ ۖ وَالَّذِينَ كَفَرُوٓا۟ أَوْلِيَآؤُهُمُ الطّٰغُوتُ يُخْرِجُونَهُم مِّنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمٰتِ ۗ أُو۟لٰٓئِكَ أَصْحٰبُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خٰلِدُونَ
Allah
Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan(kekafiran)
kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah
syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran).
Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-Baqarah :
257)
*Kepemimpinan
yang Pro Rakyat*
Ibnu
Taimiyyah menegaskan dalam _siasah syariyyah_
bahwa dalam kepemimpinan Nabi sebagai kepala Negara, beliau hanya
memungut zakat saja dari umat
Islam. Dan bagi orang kafir, Rasulullah
mewajibkan mereka untuk membayar _jizyah_ sebuah pungutan untuk menjamin
kemanaan mereka hidup dan beraktivitas di negeri muslim.
Dapat kita
bayangkan bagaimana beban-beban di pundak kaum muslimin pada saat itu terasa
ringan, karena tidak dituntut untuk membayar pungutan ini dan itu.
Mereka hanya wajib membayar zakat saja kepada negera. Dan zakat mempunyai “nilai rasa” yang berbeda
dengan pajak. Zakat bercita rasa spiritual untuk pembuktian ketaatan kepada
Allah bukan hanya urusan antara kepala Negara dan rakyatnya.
Keadialan
bukan hanya untuk penduduk yang muslim saja , keadilan itu berlaku untuk
semua penduduk pada saat itu, Umar bin Khattab. Satu waktu, ketika menjabat
sebagai khalifah, Umar didatangi seorang Yahudi yang terkena penggusuran oleh
seorang Gubernur Mesir, Amr bin ‘Ash, yang bermaksud memperluas bangunan sebuah
masjid. Meski mendapatkan ganti rugi yang pantas, sang Yahudi menolak
penggusuran tersebut. Ia datang ke Madinah untuk mengadu kan permasalahan
tersebut pada Khalifah Umar.
Seusai
mendengar ceritanya, Umar mengambil sebuah tulang unta dan menorehkan dua garis
yang berpotongan: satu garis horizontal dan satu garis lainnya vertikal. Umar
lalu menyerahkan tulang itu pada sang Yahudi dan memintanya untuk memberikannya
pada Amr bin ‘Ash. “Bawalah tulang ini dan berikan kepada gubernurmu. Katakan
bahwa aku yang mengirimnya untuknya.”
Meski tidak
memahami maksud Umar, sang Yahudi menyampaikan tulang tersebut kepada Amr
sesuai pe san Umar. Wajah Amr pucat pasi saat menerima kiriman yang tak di duga
nya itu. Saat itu pula, ia me ngem balikan rumah Yahudi yang di gusur nya.
Sungguh
sebuah kepemimpinan dari kepemerintahan yang pro rakyat, semua rakyat merasakan
keadilan yang sama terlepas dari perbedaan suku
dan agama.
Disisi lain,
Nabi memerintahkan dan memotivasi secara khusus umat Islam untuk berjuang dengan harta dan jiwa mereka.
Sebagaimana Allah memerintahkan dalam Al-Qur’an.
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَىٰ تِجَارَةٍ تُنْجِيكُمْ مِنْ
عَذَابٍ أَلِيمٍ
Hai
orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang
dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?
تُؤْمِنُونَ
بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ
وَأَنْفُسِكُمْ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
(yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di
jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui.
يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَيُدْخِلْكُمْ جَنَّاتٍ
تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ ۚ
ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Niscaya
Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal
yang baik di dalam jannah 'Adn. Itulah keberuntungan yang besar. (QS. Ash-Shaf
: 10-12)
Sebuah gerak
yang lahir dari sebuah motivasi dari dalam diri pasti akan menghasilkan sebuah
tindakan yang totalitas jauh dari keterpaksaan, karena imbalan bagi mereka yang
menjual harta dan jiwanya kepada Allah, mereka akan mendapatkan pahala surga.
*Lembaga Keuangan Dalam
Pemerintahan Islam*
Lembaga
keuangan yang mengurusi keuangan umat islam di zaman Nabi _shalaLLahu ‘alahi
wasalam_ dan zaman Abu Bakar belum ada.
Penyaluran zakat hanya baru bersifat manual secara berkala dengan
pertimbangan situasi dan kondisi.
Baru ketika
masuk zaman kepemimpinan Umar Bin Khattab _radhiyaLLahu ‘anhu_ lembaga
keuangan terbentuk. Karena keuangan Negara sudah semakin banyak, seiring
dengan pertambahan wilayah kekuasaan
Islam dan meningkatnya populasi umat
Islam.
Maka lembaga
keuangan tersebut memiliki tugas dan fungsi, diantaranya adalah
mendistribusikan tunjangan pegawai-pegawai pemerintahan, seperti tentara
dan lain-lainnya. Dan di daerah-daerah
sudah ada lembaga-lembaga resmi Negara untuk mengartur dan menangani pendapatan
Negara seperti, hasil pertanian _(kharaj)_,
fai, Oleh karena itu, pada zaman Nabi
dan khulafau ar rasyidin senantiasa melakukan aktivitas audit atau supervise
pegawai-pegawai pengurus zakat, fai dan
lainnya sebagainya.
Harta yang
lain yang dihukumi sama dengan fai
adalah seluruh harta aset penguasa yang di _baitul mal_ seperti harta yang tidak jelas
kepemilikannya, harta yang ditinggalkan mayit yang tidak memilki ahli warist,
barang curian _ghusuub_, harta pinjaman, harta titipan yang tidak jelas
kepemilikannya, dan harta-harta yang
lain dari harta seorang muslim baik aset harta kekayaan yang tidak bergerak _(‘aqar)_
ataupun asset harta kekayaan yang bergerak _(manqul)_.
Maka aset-aset
tersebut adalah aset-aset bagi kaum muslimin,
akan tetapi dalam konteks dalil, Allah hanya menyebutkan dalam Al-Qur;an dengan istilah _fai_ saja.
Karena sesungguhnya di zaman Nabi
Muhammad _shalaLLahu “alahi Wasalam_ tidak seseorang yang meninggal kecuali dia mempunyai
ahli waris yang jelas karena garis keturunan yang jelas.
Pada suatu
hari telah meninggal seseorang dari
sebuah kabilah, maka harta warisannya diberikan kepada orang paling dituakan
dari kabilah tersebut, atau diberikan
kepada nasab yang paling dekat dengan kakeknya.
Dan pendapat ini dipakai oleh
sebagian ulama seperti Imam Ahmad dan
lain-lain.
Dan ada juga
yang seseorang yang meninggal, akan tetapi tidak meninggalkan ahli waris kecuali hanya bekas budak
_(‘atiqaan)_ maka harta warisan diberikan kepadanya. Dan pendapat ini
dipakai oleh pengikut imam Ahmad dan yang lainnya.
Nabi _shalaLLahu
‘alahi wasalam_ pernah memberikan harta warisan kepada seseorang yang sekampung
dengan si mayit dikarenakan tidak memiliki ahli waris. Nabi dan khulafa ar rasyidin sangat longgar dalam penyerahan harta
warisan tidak ketat asalkan saja antara yang
meinggal dan yang akan diberikan harta warisan punya sebab-sebab personal yang
disebutkan diatas.
*Macam-Macam
Harta Dari Zaman Old Sampai Zaman Now*
Ibnu
Taimiyyah menegaskan bahwa macam-macam
harta dari zaman Nabi sampai saat ini,
tidak akan lepas dari tiga katagori, yaitu :
*Pertama*,
harta yang diharamkan untuk secara ijma
untuk diambil oleh pemerintah untuk
disimpan di _baitul Mal_ adalah
harta yang dipungut dari penduduk
kampung sebagai ganti rugi karena di
tempatnya ada sosok mayat yang telah dibunuh dan dimayat masih mempunyai ahli
waris.
Demikian
juga harta yang diambil dari seseorang sebagai had atas suatu perbuatan dosa,
demi batalnya hukuman yang harus diterimanya, hal ini ulama menyamakannya
sebagai pajak yang tidak diperkenankan
untuk diambil menerut kesepakatan ulama.
*Kedua* , jenis
harta yang berhak dipungut oleh imam/amirul mu’minien berdasarkan Al-Qur’an, as-sunnah dan
ijma dari rakyat yang dipimpinnya, termasuk
katagori ini zakat, Fai.
*ketiga*,
jenis harta yang masih dalam perdebatan dan masih dalam ranah ijtihad, seperti
harta mayit yang hanya memiliki _dawil
arham_ dan tidak memilki _dzawil furud_ dan _ashabah_.
#
Disarikan Dari Kajian Kitab Siasah Syariyyah Ibnu Taimiyyah_ Bareng :
Syekh
DR. Jeje Zaenudin, M.Ag_(Pengasuh
An-Nahala Research Forum)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar