(Oleh :
Misbahudin)
Adapun
maksiat yang tidak ada batas hukumannya dalam jumlah tertentu dan tidak ada kafaratnya, seperti
orang yang mencium anak kecil dengan sahwat,
atau orang yang bercumbu tapi sampai tidak berjima, atau seseorang yang memakan makanan yang
tidak halal, seperti darah atau
bangkai, atau orang yang menuduh orang
lainbukan tuduhan selain zina, atau orang
yang mencuri barang diluar penjagaan,
atau mencuri barang sedikit, atau
orang yang menghianati amanah, seperti petugas baitul mal, nadzir waqaf, pengurus harta anak
yatim, orang yang sekongkol untuk
berhianat, atau orang yang mendiktekan
kesaksianl palsu.
Maka para
pendosa yang tidak tertera hukumannya dalam Al-Qur’an dan as-sunnah mereka
dihukumi takzir, sebuah hukuman yang
diberikan imam untuk membuat efek jera dan pelajaran. Dengan ukuran
hukuman yang sesuai , tergantung meraja
lela tidaknya suatu perbuatan dosa di masyarakat. Jika merajalela, ia boleh
memberatkan hukumannya, sebaliknya jika
dosa itu jarang-jarang dilakukan, juga tergantung kondisi pelakunya, jika dia termasuk kepada pecandu maksiat,
maka hukumannya boleh ditambah.
Tidak ada
batas minimal dalam takzirr, yang penting ada unsur menerorror, menyakitkan dan memberikan efek
jera, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, pendiaman dan pembiaran.
Seseorang
yang dapat ditakzir hanya dengan
nashiat dan teguran yang keras. Ada juga yang cukup dengan
mendiamkan dan tidak mengucapkan salam kepadanya sampai dia bertuabat jika
ditakzir selama itu dipandang baik.
Sebagaimana Nabi pernah mendiamkan
tiga orang sahabat yang tidak mau
ikut perang Tabuk.
Ada juga
orang yang ditakzir dengan diberhentikan
dari jabatannya. Sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Nabi dan para sahabatnya. Bisa juga
ditakzir dengan tidak diaktifkan dalam tentara Islam ketika ia pernah
melarikan diri dari pertempuran, sebab lari dari pertempuran adalah dosa besar.
Bisa juga
dikatzir dengan menghentikan tunjangan makannan yang biasa diterima. Begitu
juga ketika seorang amir melakukan
kesalahan besar, diberhentikan dari imarah dapat menjadi takzir denganya.
Takzir juga
bisa dengna hukuman penjara, pukulan, serta mengecat warna wajah dengan
hitam, dan menaikannya diatas kendaraan dalam kondisi terbalik, sebagaimana yang diriwayatkan dari Umar bin Khattab bahwa ia pernah memerintah hukuman seperti itu terhadap pemberi kesaksian palsu, sebab orang yang
berdusta itu kelak hitam wajahnya di akhirat. Oleh karena
itu, wajahnya diwarnai hitam, sebab dia memutarbalikan ucapan. Ia juga dinaikkan kendaraan dalam
posisi terbalik.
Batas Maksimal
Takzir
Adapun batas
maksimal takzir jangan melebihi 10
cambukan, banyak ulama mengatakan, takzir tidak boleh mencapai hukuman had.
Pengikut pendapat ini kemudian terbagi menjadi dua, ada yang mengatakan , tidak boleh mencapai
hukuman had yang paling ringan, apabila orang merdeka maka tidak boleh
melebih had hukuman orang yang merdeka yaitu 40x pukulan atau 80x pukulan, adapun budak maka tidak boleh ditakzir melebihi 20x atau 40x pukulan.
Adapun
pendapat yang lainnya, manusia pendosa yang ditakzir tidak boleh lelebihi batas
minimal hukuman had bagi budak, yaitu 20x atau 40x pukulan,
Hukuman Takzir
Dengan Membunuh
Imam
malik berpendapat bahwa kejahatan yang boleh ditakzir dengan hukuman
mati adalah seorang muslim yang menjadi
mata-mata untuk musuh sehingga merugikan
umat Islam, begitu juga dengan pengikut madzhab hambali, seperti Qadhi Abu Ya’la.
Demikian
juga hukuman mati untuk tukang sihir,
mayoritas ulama berpendapat seperti
itu, seperti yang diriwayatkan dari jundab,
“Sungguh
hukaman had bagi tukang sihir adalah
tebasan pedang” (HR. Tirmidzi).
Demikian
juga yang diriwatkan oleh Umar,
Ustman, Hafshah, AbduLLah bin Umar dan sahabat yang lainnya, bahwa hukuman
bagi tukang sihir adalah dibunuh,
dibunuh menurut sebagian ulama karena kekafiran mereka, sebagian yang
lain mengatakan dibunuh karena kerusakan yang ditimbulkan di muka bumi.
Namun yang penting jumhur sahabat
berpendapat bahwa hukuman bunuh bagi tukang sihir itu adalah hukuman
Had.
Abu hanifah,
beliau berpendapat hukuman takzir boleh sampai hingga hukuman mati pada
kasus-kasus kejahatan yang dilakukan berulang kali. Jika kejahatan tersebut termasuk jenis kejahatan yang dapat
menyebabkan tindakan sodomi berkali-kali
atau menyerang orang dalam rangka
merampas hartanya dan lainnya.
Seorang
pengacau keamanan ketika
kejatahatannya tidak bisa
dihentikan selain dengan dengan dibunuh, maka ia harus dibunuh. Hal ini bersadarkan pesan ekpilis
dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim.
“Siapa saja
yang datang kepada kalian untuk memecah belah kalian, padahal kalian telah
bersatu dibawah kepemimpinan satu orang maka bunuhlah dia”.
# Disarikan
Dari Kajian Kitab Siasah Syariyyah Ibnu Taimiyyah_ Bareng :
Syekh
DR. Jeje Zaenudin, M.Ag_(Pengasuh
An-Nahala Research Forum)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar