Oleh : Misbahudin
AMBISI KEKUASAAN DENGAN MENGUBAR
JANJI
Untuk sebuah
ambisi kekuasaan dan jabatan, maka setiap calon pejabat dan pemimpin akan
mengeluarkan taktik dan strateginya untuk merauk simpati masyarakat dengan
program-program dan janji-janji yang indah.
Maka ketika
seorang pemimpin terpilih baik pusat ataupun
daerah tidak menepati janji-janjinya. Maka malapetaka pun akad datang,
ketika janji tinggal janji, janji indah bak fatamorgana di gurung pasir yang
tandus, kesan pertama begitu memukau dan menggoda tetapi setelah didekati
ternyata hal itu adalah sebuah lalusinasi yang menipu.
Syekh Islam
Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya _siasah asy-syariyah_ mengutip sebuah hadist yang
menjelaskan akan malapetaka yang akan didapat bagi seorang pemimpin yng telah
mencederai dan mengecewakan hati rakyat dengan ancaman akan dijauhkan dari
baunya surga, apalagi bisa memasukinya.
Nabi
Muhammad shalaLLahu ‘alahi wasalam bersabda, *“Seorang pemimpin atau pejabat
yang Allah memberikan jabataban kepemipinan atas sekelompok rakyat, dan
ternyata dia mati dan keadaan dia mati telah menipu rakyat yang dimpinnya, maka
Allah akan mengharamkan baginya aroma sensai dari harumnya surge”* (HR. Muslim)
HAKIKAT
PEMIMPIN ADALAH PELAYAN
Hakikat
pemimpin sebenarnya adalah pelayan, pelayan yang harus melayani segala
kebutuhan orang yang harus dia layani.
Sebuah kisah yang menarik dan patut untuk direnungkan, terjadi sebuah
percakapan yang begitu filosofis dan
mendalam antara Abu Musli Al-Khaulani ketika berkunjung ke kediaman
khalifah Muawiyyah bin Abi sufyan.
Abu
Muslim berkata Asalamu ‘alaikum wahai
pelayan, maka orang-orang disekitar Muaawiyah menjawab wa’alaikum salam wahai
pemimpin, hal ini terjadi sampai ketiga kalinya, yang pada akhirnya orang-orang
disekitar Muaawiyyah menegurnya, hawai
Abu Muslim katakanlah, Aslamu ‘alaikum wahai pemimpin.
Muaawiyah
pun berkata, *“Biarkan lah Abu Muslim mengatakan itu, karena dia tahu makna dan
maksud sesungguhnya dari ucapannya itu “. Maka Abu Muslimpun berakata, “ sesungguhnya
engaku wahai Muaawiyah tak ubahnya seperti pelayan bagi pemilik domba-domba,
dia menyewamu untuk mengurus domba-domba tersebut. Jika kamu mengobati luka
kurap dan kudisnya, telaten mengobati segala virus dan penyakit yang
menghinggapinya, telaten dalam mengurus dan mengumpulkan keturunan domba-domba
dari yang pertama dan yang terakhir, pasti Tuan pemilik domba itu akan
memberikan pahala yang sempurna untukmu”*
.
Sebaliknya,
kata Abu Musa, “ jika kamu sebagai seorang pelayan bagi tuan pemilik domba-domba
yang kamu urus itu, kamu tidak mengobati kudis kurapnya, tidak telaten
mengobati virus dan penyakit domba-dombanya, dan tidak telaten mengurus
keturunan domba-domba tersebut, maka pastilah tuanmu akan menghukumu dengan
hukuman yang pedih. (hilyah 2/125, tarikh adimisyqi 27/223).
Ini
merupakan sebuah kisah dan pelajaran yang berharga dan begitu jelas bak mentari
di siang hari, bahwa hakikat dari semua mahluk ciptaan Allah adalah hamba-hamba
Allah, dan penguasa/ pemimpin pada hakikatnya adalah para wakil-wakil Allah
dimuka bumi untuk mengurus segala kebutuhan yang berkaitan dengan hidup dan
kehidupan mereka.
Seperti
halnya dalam kerja sama sebuah proyek, maka owner nya pasti mengangkat wakilnya
untuk mengurus hal-hal yang teknis agar semua berjalan aman terkendali. Maka
dalam diri para pemimpin negeri ini dan para pejabat yang terpilih terkandung
nilai kepemipinan untuk mengatur kebijakan-kebijakan teknis dan juga terkandung
nilai perwakilan, bagaimana mereka bisa menjalan amanah, tugas dan kewajiban
sesuai dengan pemberi amanah yang sesunggunya yaitu Allah. Agar tercipta
kehidupan yang _baldatunn thoyyibun wa rabbun ghafur_.
SETIAP KITA
ADALAH PEMIMPIN
Pada
hakikatnya bukan hanya pemimpin yang akan diminta pertanggung jawabnnya oleh
Allah, tetapi semua hamba Allah di muka bumi pada akhirnya akan diminta
pertanggung jawabannya dengan amanah-amanah yang diberikan kepada ketika di
dunia. karena pada hakikatnya semua manusia terlepas dari berbagai profesi,
jabatan dan status jender mereka semua adalah pemipin untuk hal-hal yang ada
dibawah tanggung jawabnya.
Hal ini,
kita dapati dalam sabda RasuluLLah yang kalamnya begitu singkat, padat, tetapi didalamnya
terdapat mutiara-mutiara hikmah nan berharga _(jawaami’il Al-Kalam)_.
*”Setiap
kalian adalah pemimpin (atau pengurus) yang akan diminta pertanggung jawabannya
atas yang dipimpinnya (atau yang diurusnya), seorang pemimpin akan diminta
pertanggung jawabnnya oleh atas rakyat yang dimpinannya, seorang istri adalah
pemimpin di rumahnya yang akan diminta
pertanggung jawabannya atas yang diurusnya, dan seorang anak adalah pemimpin
yang akan diminta pertanggung jawab atas harta benda orang tuanya, dan seorang budak (atau
karyawan) adalah pemmpin yang akan diminta pertanggung jawaban atas harta majikannya, CAMKAN!! Kalian adalah
pemimpin/pengurus yang akan diminta pertanggung jawababnya atas yang yang diurusnya”*. (HR. Bukhari Muslim).
Maka para
pemimpin yang tidak memilih pejabat yang
yang terbaik dan lebih kompeten, atau para pejabat yang menjual jabatan
atau lelang jabatan atau sebuah tender
dengan hanya pertimbangan balasan timbak balik, keuntung materi dengan cara
suap menyuap atau hal lain yang bersifat keuntung materi belaka, atau karena
faktor kekeluargaan, kedekatan personal, maka
pastilah Allah murka dan melaknatnya karena telah berkhiatan dan menyia-nyiakan amanah
kepemimpian dan kekuasaanya.
#Disarikan Dari
Kajian Kitab Siasah Syariyyah Ibnu Taimiyyah Bareng Syekh DR. Jeje Zainudin, M.Ag_(WAKETUM PERSIS)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar