Oleh : Misbahudin
RasuluLLah adalah inspirator abadi dalam hidup dan kehidupan,
sosok teladan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk keteladan beliau dalam
kepemimpinan, Beliau mengkader sahabat-sahabat disekitarnya menjadi
pribadi-pribadi yang berkualiatas yang akan menjadi tunas-tunas baru yang akan
melanjutkan estapeta dakwah ketauhidan dan melanjutkan roda kepemerintahnnya.
Ibnu Taimiyyah menukil Salah satu ungkapan yang menarik yang
meluncur dari lisan nan mulia, Nabi Muhammad ShalaLLahu ‘Alahi wasalam. *“Aku
adalah seorang Nabi yang murah senyum, berhati lembut, tetapi aku juga seorang nabi
yang tak segan membunuh”*.
Ada sebuah bahan renungan yang menarik dalam ungkapan nabi
Muhammad shalaLLahu ‘alahiwasalam diatas, yang dimana sewaktu-waktu nabi adalah
sosok yang lembut, murah senyum, tetapi sewaktu-waktu bisa berubah menjadi
sosok yang berbeda 180 derajat menjadi pribadi yang tidak segan untuk membunuh
atau berperang. Ini adalah sebuah bukti bahwa Nabi Muhammad menjadikan Allah sebagai
sumber kebenaran dan sumber acuan dalam
perkataan dan perbuatan.
Allah dijadikan sebagai rujukan utama dalam setiap gerak geriknya,
keridhaan Allah menjadi satu-satunya tujuan yang ditanamkan dalam diri-diri
para shabata-sahabatnya. Maka dari sini lahir karakter yang unik, para
sahabatnya begitu lembut dalam tutur kata dan perbuatannya, tetapi sikap tersebut bisa langsung berubah drastis,
menjadi sosok-sosok yang keras dan tegas ketika menghadapi musuh-musuh Allah.
Ummat Nabi Muhammad pun lahir menjadi ummat yang pertengahan
_(tawazun)_ yang seimbang dalam perkataaan dan perbuatan. Bisa memainkan emosi
dan bersikap yang elegan sesuai dengan medan juang dan objek yang dihadapi.
مُحَمَّدٌ
رَسُولُ اللَّهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ
بَيْنَهُمْ ۖ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ
وَرِضْوَانًا ۖ
*”Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama
dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang
sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan
keridhaan-Nya”*. (QS.Al-fath:29)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا مَن يَرْتَدَّ مِنكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي للهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللهِ وَلاَ يَخَافُونَ لَوْمَةَ لآَئِمٍ ذَلِكَ فَضْلُ اللهِ يُؤْتِيهِ مَن يَشَآءُ وَاللهُ وَاسِعٌ
عَلِيمٌ
*“Wahai sekalian orang beriman barangsiapa di antara kalian murtad
dari agamanya, maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Dia cintai dan kaum
tersebut mencintai Allah, mereka adalah orang-orang yang lemah lembut kepada
sesama orang mukmin dan sangat kuat -ditakuti- oleh orang-orang kafir. Mereka
berjihad dijalan Allah, dan mereka tidak takut terhadap cacian orang yang
mencaci”*.(QS. Al-Maidah : 54).
Oleh karena itu ketika Abu Bakar dan umar menjadi pemimpin dan
memegang kendali estapeta dakwah dan politik pemerintahan, maka mereka berdua
menjadi sebuah pasangan yang sempurna, Hal ini menciptakan sebuah konsep
kepemimpinan yang saling menyeimbangkan. sebuah “Duet Maut” diantara sahabat Nabi yang
terbaik. Yang dimana satu dengan yang
lainnya memiliki tipikal karakter yang berbeda yang saling menguatkan, saling
bersinergi, antara karakter yang keras dan kuat dengan pribadi yang lembuh dan
teguh.
Hal ini merupakan sebuah seni kaderisasi kepemimpinan RasuluLLah, yang
dapat kita lihat dalam lembaran sejarah dan peradaban Islam, manusia-manusia
yang hidup dan senantiasa berinteraksi dengan RasuluLLah, tumbuh berkembang
menjadi pribadi-pribadi yang hebat, luar bisa dan mengagumkan. Termasuk Abu bakar dan Umar,
sehingga RasuluLLah pernah bersabda.
*“Teladanillah dua sosok orang setelah ku yaitu Abu Bakar dan Umar
Bin Khattab”. (HR. Ahmad: 23276)*.
Para sahabat yang lain juga tidak bisa dipungkiri, mereka adalah
generasi terbaik umat, generasi terbaik yang lahirkan (be Born) dan
dikaderisasi ( be made) oleh Nabi Muhammad ShalaLLahu ‘alahi wasalam secara
langsung untuk menjadi generasi yang terbaik dalam rentetan sejarah panjang
peradaban Islam.
Hal ini jelas dan tegas tergambar dalam sabdanya.
*”Sebaik-baik zaman adalah pada zamanku
(yaitu generasi para sahabat Nabi), kemudian zaman setelahnya dan
kemudian zaman setelahnya”* (HR al-Baihaqi, ath-Thabrani, Ahmad).
*Seni kepemimpinan dalam mengangkat pejabat*
Ibnu Taimiyyah _rahimahuLLah menegaskan dalam kitabnya _siasah
syariyyah_ bahwa jika sebuah posisi
jabatan membutuhkan sosok yang amanah
karena tugasnya menuntut keamanahan, seperti menjaga kas keuangan, atau hal-hal
yang lain yang menuntut sikap amanah yang lebih. Maka diutaman adalah sosok
yang lebih amanah.
Tetapi jika tugasnya menagih uang, mencatatanya, mengelolanya,
maka seorang pemimpin harus perjabat yang bukan saja amanah tetapi juga seorang
yang kuat, pemberani dan memiliki kemampuan.
Maka pengangakatan seorang pemimpin atau pejabat harus disesuai
dengan kebutuhan dan tantangan yang dihadapi. Sama halnya dengan kepemimpinan
dalam kancah pertempuran, apabila seorang pemimpin mengeluarkan sebuah intruksi
perintah setelah meminta masukan dari ahli ilmu stratak (strategi dan taktik)
dan ahli agama, dia kolaborasikan menjadi sebuah konsep yang sempurna untuk
menjadi bahan menentukan kebijakannya, maka sungguh dia telah tengah
mengumpulkan dua kebaikan dan kemaslahatan.
Maka seyogyanya dalam segala hal yang berkaiatan dengan
kepemimpinan dan kekeuasaan jika sebuah
target tidak bisa diselesaikan hanya dengan satu orang, maka hendaklah mengumpulkan beberapa orang
menjadi sebuah _team work_ untuk saling
bahu membahu, saling menguatkan dan saling bersinergi untuk mengeksekusi
sebuah rencana dan target.
Adapun seni kepemimpinan dalam mengangkat seorang hakim, maka
pemimpin Negara _(amiir)_ harus mendahulukan seorang yang berilmu, wara, dan mempunyai
kemampuan lebih _(al-akfau)_. Maka jika salah satunya adalah seorang yang
alim, dan yang lainnya adalah sosok yang
wara. Maka untuk sebuah kasus perkara yang hukumnya Nampak jelas tetapi
dikhawatirkan keputusan kasus perkaranya terpengaruhi oleh desakan godaam hawa
nafsu. Maka disini seorang pemimpin
harus lebih mendahulukan seseorang yang wara daripada seorang yang alim.
Berbeda halnya dengan perkara kasus yang berat dan rumit yang
membutuhkan kejeliaan akal yang tajam dan ilmu yang luas dan mendalam, maka
dalam hal ini, pemipimpin harus mendahulukan seserang yang paling alim daripada
seseorang yang wara.
Karena Nabi bersabda, *“Sesungguhnya aku menyukai seseorang yang
mempunyai pandangan analis yang jeli ketika menghadapi perkara kasus yang penuh
subhat, dan aku menyukai akal sempurna
yang penuh dengan kesadaran ketika menghadapi kasus perkara yang berbalut godaan dari kenikmatan syahwat”*
(HR. Baihaqi dalam az-zuhud alkabiir).
Tetapi dalam situasi kondisi yang berbeda, seorang pemimpin harus
mendahulukan seseorang yang punya kemampuan _(akfau)_, dan berkompetensi dalam
bidangnya, jika didukung penuh oleh tokoh
masyarakat dan masyarakat itu sendiri.
Dan ketika proses peradilan lebih membutuhkan kepada sosok yang kuat dan
tegas karena ada faktot-faktor pendorong hal tersebut. Maka sosok yang kuat dan
tegas lebih didahulukan dari pada sosok hakim yang berilmu dan wara.
Beberapa ulama ditanya, “ jika tidak seseorang untuk diangkat
sebagai hakim kecuali orang yang fasik tapi berilmu atau orang jahil tapi
shaleh, maka manakah diantara keduanya yang didahulukan?, jika tuntutan dari
kasus perkara membutuhkan kepada sosok hakim yang shalaeh untuk membuat
keputusan hukum yang akan dijadikan acuan memberantas kerusakan dalam tatanan masyarakat maka dahulukanlah orang
yang shalih walaupun jahil.
Dan jika suatu kasus perkara membutuhkan kejelian analisis dan
keilmuan karena masalahnya begitu pelik,
komplek dan begitu samar benang merahnya dari hukum kasus tersebut, maka dahuluklah seorang yang alim walaupun dia
fajir (suka berbuat dosa).
Dan kebanyakan ulama mendahulukan orang yang beragamanya kuat, dan
para ‘aimah telah bersepakat bahwa hakim
itu harus seorang yang adil dan diterima kesaksiannya. Maka seorang yang adil
dan diterima kesaksiannya adalah orang yang kuat agamanya.
Syekh
DR. Jeje Zaenudin, M.Ag_(Sekjen Ikatan Ulama Asia Tenggra dan waketum PERSIS)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar