Minggu, 30 Juni 2019

*MEMANGKU AMANAH KEKUASAAN*




Oleh : Misbahudin

Nabi Muhammad shalaLLahu ‘alahi wasalam ketka fathul makkkah beliau menerima kunci-kunci ka’bah dari bani syaibah, dan Abbas pun meminta beliau agar menjadikannya “juru kunci” ka’bah yang mengurusi minum para jamaah haji dan menjadi pegurus ka’bah itu sendiri. Akan tetapi Nabi tetap memberikan amanah kunci ka’bah itu bani syaibah.

Maka wajib bagi seorang pemimpin untuk mengangkat para pejabat yang berhak dan pantas untuk mendudukinya yang akan mengurusi segala urusan hidup dan kehidupan kaum muslimin. Rasulullah bersabda,

“ barang siapa yang menjadi pejabat yang mengurusi  urusan kaum muslimin, maka barang siapa yang mengangkat seorang pejabat  atau pemimpin padahal ternyata ada seseorang yang lebih kompeten darinya, maka pada hakikat sesungguhnya dia telah menghianati Allah dan rasulNya dan menghianati kamu muslimin”. (HR. Hakim).

MENCARI SOSOK PEMIMPIN IDEAL

Umar bin khattab berkata, “ Barang siapa yang menjadi pemimpin  bagi kaum muslimin lalu mengangkat seseorang sebagai pemimpin karena  factor kedekatan personal  atau ikatan kekeluargaan antara kedunya, maka sesungguhnya dia telah menghianati Allah dan rasulNya dan kaum muslimin.

Maka wajib bagi seorang pemimpin untuk mencari siapa yang berhak untuk menjabat sebuah kekuasaan, baik para gubernur untuk setiap wilayah sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah pusat untuk mengatur setiap jengkal wilayah kekuasaanya.

Dan amirul mu’minin juga perlu mengangkat para hakim, para pemimpin pasukan dan para mayor\ letnal kolonel untuk setiap pasukan yang kecil maupun yang besar, menteri keuangan, staf, sekertaris dan tim audit keuangan, para petugas urusan zakat dan shadaqah dan harta lainnya yang dari kaum muslimin.

Dan bagi setiap pejabat hendaklah menunjuk wakil yang kompeten yang paling terbaik dari yang ada, bahkan dia juga harus menunjuk imam-imam shalat, para muadzin, para pengajar Al-Qur’an, para pengajar, para pembimbing haji, juru bicara kepemerintahan, spionase, para pasukan penjaga benteng pertahanan, pasukan-pasukan di daerah-daerah perbatasan yang menjadi pintu-pintu masuk kedalam kota-kota dan wilayah kekuasannya.  Amirul mu’minin juga wajib mengangkat para tokoh masyarakat, orang yang memegang dunia perpasaran, dan para kepala desa.

PARA PENGEMIS JABATAN

Bagi seorang pemimpin wajib mengakat bawahan-bawahnya yang kompeten yang ada dalam genggaman kekuasaannya untuk menempat tempat-tempat yang strategis, dan jangan memberikan sebuah jabatan kekuasaan kepada siapa yang memintanya atau kepada orang-orang yang berburu jabatan. Karena hal itu jelas dilarang sebagaimana dicertitakan dari Rasulullah shaLLahu ‘alahi wasalam,

Sesungguhnya beberapa orang meminta jabatan kekuasaan kepada Nabi Muhammad, maka Nabi bersabda, “ sesungguhnya kami tidak memberikan urusan-urusan kami kepada seseorang yang memintanya”.

Nabi memberikan nasihat kepada Abdurahman bin samurah, “ Ya Abdrurrahman, janganlah kamu meminta kekuasaan, karena sesungguhnya jika kamu diberikan jabatan kekuasaan tersebut tanpa memintanya,  maka kamu akan mendapatkan bantuan, tetapi jika kamu diberikan jabatan kekuasaan karena memintanya maka kamu akan dibiarkan saja memikul kekuasaan tersebut”. (HR. Bukhari).

Dan Nabi pun bersabda, “Barang siapa yang meminta jabatan hakim (qadhi) dan memakai jasa untuk mendapatkannya maka segala beban tanggung jawabnya akan diserahkan kepada dirinya sendiri, tetapi siapa yang tidak meminta jabatan qadhi dan tidak menggunakan jasa untuk mendapatkan  jabatan tersebut, maka Allah akan menurunkan malaikat yang akan menguatkan dirinya untuk meringankan segala beban dipundaknya”.

Maka barang siapa yang mengabaikan yang paling berhak dan paling berkempeten dan memilih selainnya, karena faktor kedekatan personal,  mempunya jasa masa lalu, atau karena alasan rasis karena satu suku,  atau karena satu pemikiran, satu keinginan atau satu kebangsaan. Atau bahkan karena suap menyuap yang dia mengambil harta atau mengambil manfaat yang lainnya darinya atau sebab-sebab yang lainnya, bisa karena faktor kemarahan, dendam masa lalu atau permusahan sehingga dia enggan memilih yang paling berhak, maka sesungguhnya dia telah menghianati Allah dan rasulNya.

AKIBAT MENYIA-NYIAKAN AMANAH KEKUASAAN

Perbuatan memilih pemimpin yang tidak kompeten, tidak pantas karena faktor-faktor yang mendasar dan mengabaikan memilih  calon mempin yang lebih baik, maka hal ini termasuk kedalam  apa yang dilarang oleh Allah subhanahuwataala.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ. وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul-(Nya) dan (juga) janganlah kalian mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepada kalian, sedangkan kalian mengetahui. Dan ketahuilah bahwa harta kalian dan anak-anak kalian itu hanyalah sebagai cobaan, dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar. (QS. Al-Anfal : 27-28)

Maka jika seorang pemimpin memilih anaknya untuk memangku jabatan kekuasaan tertentu karena faktor kasih sayang, dan memberikan mereka tambahan harta yang sebenarnya diambil dari sesuatu yang bukan haknya, atau memilih pejabat karena mau berkompromi, mempunyai deal-deal politik, maka sesungguhnya dia telah menghianati Allah dan rasulNya.

Sesungguhnya yang menunaikan amanah kekuasaanya dengan menentang hawa nafsunya yang membujuk untuk menghianati amanah kekuasaanya. Maka Allah akan menguatkan, meneguhkan imannya dan akan menjaga  keluarga dan hartanya setelah kematiannya.

Dan barang siapa yang mengikuti hawa nafsu untuk berburu jabatan karena ambisi pribadi atau bahkan menghianati amanah kekuasaannya, maka Allah mengadzabnya dengan seuatu yang bertolak belakang dengan ambisi pribadinya. Dan Allah menghinakan keluarganya dan memuskankan harta bendanya.

# Disarikan Dari Kajian Kitab Siasah Syariyyah Ibnu Taimiyyah_  Bareng :
 Syekh  DR. Jeje Zaenudin, M.Ag_(Sekjen Ikatan Ulama Asia Tenggra dan waketum PERSIS)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar