Oleh :
Misbahudin
Allah mengutus rasul-rasul dan para Nabi dengan
membawa kebenaran yang nyata dan menutup pintu kenabian dan kerasulan dengan
diutusnya nabi Muhammad yang dibekali dengan cahaya petunjuk kebenaran dan agama
yang hak, agar dengannya Allah memenangkan agama Islam diantara agama-agama
yang lain.
Untuk memenangkan agama ini, Allah menguatkan
dengan kekuasaan yang menolong (sulthana nashira) yang di dalamnya
terkandung makna ilmu dan qalam sebagai petujunjuk dan hujjah bagi manusia dan
makna dari sebuah kekuasaan dan pedang adalah sebagai penolong dan penguat bagi
agama Islam itu sendiri.
Maka salah satu karya terbaik Ibnu Taimiyyah
adalah kitab siasah syariyyah yang terkandung di dalamnya politik berketuhanan ( siasah ilahiyyah)
dan politik kepemerintahan (Iyaalah)
berdasarkan ajaran dan keteladanan nabi Muhammad.
Hal ini mutlaq dibutuhkan untuk seorang
pemimpin dan rakyat yang dipimpin,
sebuah qaidah dan prinsip yang harus dipegang erat-erat dengan sekuat
tenaga bagi orang-orang yang Allah wajibkan menasihatinya dari para
pemimpin-pemipin dan para penguasa terpilih.
Sebagaimana Nabi Muhammad shallahu ‘alahi
wasalam bersabda yang bersumber dari banyak jalan “ sesungguhnya Allah ridho
kepada kalian atas tiga hal :
1.
Menyembah Allah dan tidak
menyekutukannya dengan sesuatu apapun.
2.
Bersatu padu Berpegang teguh
kepada tali Allah dan tidak bercerai berai.
3.
Dan saling menasihati kepada
siapa yang Allah jadikan pemipimpin untuk urusan-urusan kalian.
(Hadist riwayat Muslim)
Adapun prinsip-prinsip pokok yang mendasar
bagi seorang memimpin, tersirat dalam firman Allah subhanahu wata’ala berikut
ini
إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا۟ ٱلْأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحْكُمُوا۟ بِٱلْعَدْلِ إِنَّ ٱللَّهَ نِعِمَّايَعِظُكُم بِهِۦٓ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ سَمِيعًۢا بَصِيرًا
Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara
manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik
yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوهُإِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah
Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di
antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya.
(QS. An-Nisa 58-59)
Ulama berkata “ ayat pertama diturunkan berkaitan dengan pemimpin pemerintahan (wulatul
amri), maka para pemangku jabatan wajib menunaikan amanah kepada
orang-orang yang berhak mendapatkannya. Dan apabila menghukumi rakyat maka
hukumlah mereka dengan adil tanpa tebang pilih atau seperti pisau yang dimana
tajam kebawah tetapi tumpul keatas.
Ayat kedua berkaitan dengan bawahan yang
dipimpin, baik sebagai rakyat biasa ataupun sebagai pasukan kepemerintahan,
agar mereka mentaati kebijakan pemerintah (ulil amri) yang menjalan roda kepemerintahan, baik pada pembagian harta,
keputusan-keputusan hukum, pengaturan peperangan dan lain sebagainya.
Ketika seorang pemimpin pemangku jabatan
menyuruh kepada kemaksiatan dan kepada kedurhakaan kepada Allah, maka tidak
wajib bagi mereka untuk mentaati segala kebijakan dan intruksinya. Karena tidak ada kewajiban taat kepada mahluk
untuk sebuah kedurhakaan kepada sang khalik.
Jika terjadi perdebatan dan silang pendapat
tentang suatu hal maka kembalikan kepada Allah dan rasulNya. Apabila pemimpin tidak melakuakn
prinsip-prinsip pokok yang mendasar sebagai seorang pemimpin, maka taatlah dan
patuhlah hanya kepada kebijakan-kebijakan yang mengandung nilai ketaatan kepada
Allah, karena dengan mentaatinya merupakan sebuah visualisasi dari sebuah
ketaatan kepada Allah dan Rasulnya.
Dengan demikian mereka telah menunaikan
hak-hak para pemimpin dan penguasa
sesuai dengan perintah-perintah Allah dan Rasul-Nya.
وَتَعَاوَنُوْا
عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya
(QS. Al-Maidah : 2)
Maka prinsip pokok yang paling mendasar bagi
pemimpin atau penguasa adalah menunaikan amanah kepada yang berhak menerimnya
dan menegekan hukuman dengan seadil-adilnya. Maka dua hal ini merupakan sebuah
prinsip pokok untuk mewujudkan kekuasaan
politik yang berkeadilan dan membentuk kepemimpinan yang ideal.
#
Disarikan Dari Kajian Kitab Siasah Syariyyah Ibnu Taimiyyah_ Bareng :
Syekh
DR. Jeje Zaenudin, M.Ag_(Sekjen Ikatan Ulama Asia Tenggra dan waketum PERSIS)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar