Minggu, 10 Januari 2021

JEJAK PERJUANGAN PARA TOKOH MUSLIM MENGAWAL NKRI



Materi ketiga belas dalam kegiatan *KADERISASI ULAMA MIUMI (KUM-1)*, membahas tema  tentang *”JEJAK PERJUANGAN PARA TOKOH MUSLIM MENGAWAL NKRI”* yang disampaikan oleh *Ust. Lukman Hakiem*, dari penjelasnya dalam kita simpulkan point-point penting, yaitu  :

 

1.      Masyarakat muslim gayo, aceh tengah, mereka memiliki kesadaran untuk   menjadi bagian  dari bangsa melalui wacana keislaman mereka. Bukan karena  genetic atau  rasa yang diwariskan dari masyarakat lama _(old society)_ ke Negara baru _(new state)_.

 

 

2.      Sumatera barat, tanapuli selatan, memiliki proses yang sama, karena keislaman merekalah jiwa nasionalisme mereka lahir dan tumbuh bukan karena  ikatan rasa geografis atau leluhur.

 

 

3.      Dalam pertempuran 10 November 1945, Taufiq menyakini bahwa pulau jawa memiliki rasa kebangsaan  karena keislaman mereka, bukan karena warisan rasa yang diwariskan dari masyarakat dulu _(old society)_.

 

 

4.      Islam masuk ke Indonesia awalnya bersifat lokal, setelah itu barulah mengurita dan menjalar ke wilayah-wilayah sekitarnya.

 

 

5.      Proses islamisasi Indonesia melahirkan warna-warni Islam karena berakulturasi dengan  budaya lokal setempat,  maka lahirlah istilah, Islam Aceh,  Islam Mingkabau, Islam jawa, Islam pantai utara Jawa. Islam Mataram, Islam bugis dan lain sebagainya.

 

 

6.      Jikalah dipandang hanya dalam perfektif budaya lokal, maka tidak mengapa,  hal itu terjadi, Karena sebagaimana kaidah ushul fiqih mengatakan _“ al  adatu muhakamah “_,  adat istiadat bisa menjadi sebuah hukum, tentu jika tidak menyelisihi ajaran-ajaran Islam yang pokok.

 

7.      Dari perkembangan Islam, lahir dua komunitas Islam, yaitu Islam _empiris_ yang bersifat lokal dan islam _doctrinal_ yang besifat abstrak. Komunitas Islam empiris lokal dipenuhi dengan  mitos dan legenda, dan Islam doktrin  dipenuhi kisah-kisah  dari Al-Qur’an, sejarah para nabi,  dan sebagainya.

 

 

8.      Indonesia lahir dari kesatuan antara muslim lokal yang menyerap jaringan-jaringan  yang dipunyai oleh komunitas islam doktrin.

 

ü  Pertama jaringan  penyebaran agama.

 

ü  Kedua, jaringan guru-murid yang terbentang antara haramain (makkah dan madinah) hingga kepulauan Nusantra, dan

 

ü  Ketiga adalah jaringan teks atau naskah-naskah  yang ditulis oleh  para ulama terdahulu yang disalin terus menerus hingga sekarang, maka ketiga hal tersebutlah yang menjadi katar belakang  lahirnya Indonesia.

 

9.      Ingatan sosial masyarakat _(social memory)_ bisa menjadi bukti adanya sebuah jaringan penyebaran Islam dan jaringan guru murid dalam penyebaran Islam, seperti ketika orang Makasar  ditanya, siapa yang mengislamkan mereka?,  mereka menjawab, kami diislamkan oleh datuk Minangkabau. Dan  demikian juga jika hal ini ditanyakan kepada wilayah-wilayah yang lain, maka akan tergambarlah sebuah jaringan islamisasi di wilayan Indonesia saat itu.

 

 

10.  Kemusliman adalah sebuah kesadaran kebangsaan. Jika diamati dalam lembaran sejarah, maka kontribusi besar ulama dan santri dalam memperjungankan kemerdekaan Indonesia begitu sangat besar. Umat Islam memiliki asset besar untuk Negara ini.

 

11.  Para penjajah sadar betul, bahwa  kekuatan besar bangsa Indonesia terletak  pada jiwa religiusnya, dalam hal ini, tentu jiwa keislaman yang mengakar kuat di dalam hati para pejuang,  lihat bung tomo ketika ingin menggerakan semangat pejuang, maka kalimat takbir yang dipakai untuk mengaungkan kekuatan kebenaranian dan membakar semangat juang rakyat Indonesia.

 

 

12.  Jati diri bangsa Indonesia adalah  adalah religiusitasnya, perdebatan tentang bagaimana asas Negara Indonesia, tidak terlepas dari nilai-nilai Islam yang diperjuangkan.

 

13.  Puncak kritalisasi jati diri bangsa  terjadi pada 22 juli 1959 ketika DPR  menyetujui  secara aklamasi dektrit presiden 5 Juli 1959. Di dalam kondsiderannya dinyatakan, _“ bahwa kami  berkeyakinan bahwa piagam Jakarta  tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai undang-undang Dasar 1945 dan adalah merupakan  suatu rangkain  kesatuan dengan kontitusi tersebut.”_

 

 

14.   Dalam buku, kumpulan tulisan mengenai 17 Tokoh, disana jelas bahwa umat Islam tidak pernah absen dari sebuah perjuangan kemerdekaan.

 

15.   Banyak dari kalangan dalam dan luar yang menghendaki melakukan ikhitar untuk menghapuskan dalam lembaran sejarah jasa-jasa umat Islam.  Kontribusi ulama dan santri. Tentu hal ini tidak dapat dipungkiri.

 

 

16.  Jiwa nasionalisme umat Islam jangan dipertanyakan, menurut  ungkapan DR. Douwes Dekker, sebagaimana dikutip oleh KH. A. Wahid Hasyim. _“ dalam banyak hal,  Islam merupakan  nasionalisme di Indonesia dan jika seandainya tidak ada  factor Islam disini, sudah lama nasionalisme yang sebenar-benarnya hilang dan lenyap”_.

 

By : Misbahudin

POLITIK DAN KEPEMIMPINAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

 

Materi kedua belas dalam kegiatan *KADERISASI ULAMA MIUMI (KUM-1)*, membahas tema  tentang *”POLITIK DAN KEPEMIMPINAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM”* yang disampaikan oleh *Ust. Arta Wijaya*, beliau mengungkapkan bahwa  dalam teori sosial manusia dikenal dengan istilah mahluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam memenuhi segala kebutuhanya hidupnya untuk saling bekerjasama dalam memenuhi kebutuhan dasarnya _(basic needs)_.

 

Dimensi lain dari manusia adalah makhluk politik _(zoon politicon)_, mempunyai hasrat dan kepentingan untuk bersiasat dan berkuasa demi tercapainya kebutuhan hidup tersebut.  Dan Manusia membutuhkan kerja sama yang terorganisir dalam  organisasi kemasyarakatan atau institusi yang berwenang untuk mengatur itu semua, agar terciptanya harmonisasi dan terwujudnya hajat kebutuhan.

 

Maka Kebutuhan akan kebersamaan dalam sebuah cita-cita untuk terpenuhinya hajat manusia tersebut inilah yang akan membentuk sebuah institusi bernama  Negara atau pemerintahan.

 

Dalam Sabda RasuluLLah hal ini sudah disampaikan secara ekplisit tentang fitrah manusia yang hidup dalam kekurangan dan kelebihan masing-masing untuk hidup bersama dan saling melengkapi satu dengan yang lain dalam sebuah tatatnan kehidupan.

 

 

RasuluLLah  mengumpakan kaum muslimin seperti  suatu bangun yang saling menguatkan, terdiri dari  elemen-elemen yang berbeda, tetapi memiliki visi dan misinya sama, untuk menghasilkan sebuah bangunan yang kokoh,  maka  segala kekurangan dan kelebihan masing-masing diolah dan dikelola menjadi sebuah tatanan peradaban yang berbentuk bangunan. Sebagaimana sabda Rasulullah _shalaLLahu ‘alahi wasalam_.

 

اَلْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا

 

“Seorang Mukmin dengan Mukmin lainnya seperti satu bangunan yang tersusun rapi, sebagiannya menguatkan sebagian yang lain.” (HR. Bukhari).

 

Sabda RasuluLLah ini, diperkuat oleh teori Ibnu Kaldum, seorang  tokoh terkenal dalam bidang  historiografisosiologi dan ekonomi. Beliau mengatakan :

 

_“Al-insanu madaniyyun bith-thabi’iy; manusia tidak dapat hidup sendiri-sendiri. Dia memerlukan  kepada selainnya,  lantaran  kebutuhannya yang bermacam-macam rupa. Kebutuhan-kebutuhan ini memerlukan adanya pembagian kerja dan memerlukan adanya bermacam-macam aturan, sehingga terwujud kemakmuran. Masyarakat manusia akan kacau jika dibiarkan tanpa pengendali.”_

 

Maka hidup bersama dalam  sebuah tatanan sosial, perpu adanya bermacam aturan, pembagian kerja, dan yang lebih penting adanya orang yang memimpin yang bertujuan untuk merencanakan _(planning)_,  mengatur _(organizing)_, mengaktualisasikan _(actuating)_ dan untuk  mengontrol dan mengevaluasi _(controlling)_ dari sebuah konsep, aturan dan kebijakan yang disepakati bersama, sehingga cita-cita bersama pun terwujud yaitu lahirnya sebuah hidup dan kehidupan yang makmur dan berkeadilan.

 

Konsep kepemimpian Islam, bukanlah konsep baru lahir di era modern,  Rasulullah bahkan sudah memberikan sebuah indikasi akan pentingnya kepempinan, bahkan dalam hal yang sederhana, seperti RasuluLlah memerintahkan  pengangkatan pemimpin  ketika dalam sebuah perjalanan _(safar)_, logika sederhananya, dalam urusan perjalan RasuluLLah memerintahkan untuk mengangkat pemimpin, apalagi dalam urusan-urusan besar yang berkaitan dengan hajat orang banyak.

 

إِذَا كَانَ ثَلاَثَةٌ فِيْ سَفَرٍ فَلْيُؤَمِّرُوْا أَحَدَكُمْ

.

 

Jika tiga orang (keluar) untuk bepergian, maka hendaklah mereka mengangkat salah seorang dari mereka sebagai ketua rombongan.” (HR. Abu Daud)

 

*Pengertian Politik Islam*

 

Maka kebutuhan untuk  memenuhi kebutuhan hajat yang besar  yang berakitan dengan kebutuhan khalayak ramai demi mewujudkan hidup dan kehidupan yang tenang, makmur dan berkeadilan,  maka kebutuhan tersebut menggiring  manusia untuk mengatur strategi politik bersama.

 

Maka para manusia pun berfikir untuk membuat sebuah tatanan politik kekuasaan. Maka lahirkan system politik sekularisme, kapitaslisme, sosialisme dan pemikiran politik lainnya, sebuah system kehidupan politik yang lahir dari dorongan jiwa manusia untuk berpolitik agar tercipta tatanan kehidupan yang mereka inginkan.

 

Tetapi system politik hasil olah piker manusia pasti banyak kekurangan, karena hal itu lahir dari pemikiran manusia yang terbatas, berbeda dengan system politik yang Allah sendiri turunkan kepada utusannya untuk menjadi sbeuah pedoman kehidupan _”way of life”.

 

System politik yang bernafaskan Islam. Akan menjadi sebuah sitem politik dalam  hidup dan kehidupan yang syumulillah, mencakup semua dimensi kehidupan dari yang kecil sampai disemnsi kehidupan yang besar.  

 

Lalu apa yang dimaksud dengan politik Islam?, sebuah system politik berketuhanan yang pernah Berjaya beratus-ratus tahun lamanya, yang merubah warna kehiudpan  dunia yang gelap menjuju kepada peradaban dunia yang maju dan tinggi.  

 

Imam As-Syari’I _rahimahuLLah_ memberikan definisi tentang politik Islam, kata beliau politik Islam adalah   tidak ada siasah  atau strategi politik kecuali yang berkesesuaian dan tidak melanggar aturan-aturan syariat.

 

Imam Syafi’i memberikan definisi yang luas tentang pengertian dan ruang lingkup politik Islam, adalah  segala hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan public, kekuasan dan tata kelola pemerintah yang tidak keluar dari rambu-rambu ajaran Islam.  Maka ketika melanggar batasan-batasan tersebut, maka hal itu tidak pantas dinamakan dengan politik Islam.

 

Ibnu ‘Aqil Al-Hambali  memberikan pengertian politik Islam  menekankan kepada dua point penting yaitum  mewujudkan kemaslahan dan menjauhkan dari kerusakan, beliau mengatakan, “ politik Islam adalah Kebijakan yang menjadikan manusia lebih dekat pada kemaslahatan dan menjauhkan dari kerusakan (mafsadat), meskipun tidak ada ketetapannya dari Rasulullah dan tidak ada pada wahyu yang diturunkan

 

Partai Masyumi, partai besar Islam pada zamanya, yang memperjuangkan nilai-nilai keislamannya dalam kancah politik Indonesia, Mempunyai definisi yang spesifik, politik Islam adalah  Kegiatan mengatur masyarakat yang dilakukan untuk terlaksananya ajaran dan hukum Islam, di dalam kehidupan orang seorang, masyarakat dan negara, menuju keridhaan Ilahi.”

 

Dari definisi-definisi politik Islam diatas, dapat disimpulan bahwa poltik Islam adalah tata kelola pemerintah dan kekuasaan dengan tujuan untuk mewujdukan kemaslahatan bersama dan menghindarkan masyakat daru kerusakan _(mafasadat)_ dari berbagai dimensi kehidupan. Dengan tata cara pengaflikasian program-program yang tidak keluar aturan-aturan pokok syariat Islam.

 

 

*Tugas Pemimpin dalam perfektif Islam*

 

Jika diklasifikasikan tugas pokok  seorang pemipimpin dalam perfektif Islam, maka tugas pemimpin hanya mencakup dua hal  yang pokok, yaitu, peratama  Menjaga agama _(hiraasah ad-din/himayah ad-din)_ dan  mengatur urusan dunia _(siyasah ad-dunya)_.

 

A.     Tugas Hirasah Ad-Dien

 

Hirasah ad-dien adalah penjagaan terhadap nilai-nilai agama yang mempunyai sebuah tujuan-tujuan syariat, tujuan-tujuan syariat ini dalam istilah ushul fiqih disebut _“maqashidu syariaah”_,  maqashidu syariah ini yang menjadi target utama adalah umat Islam itu sendiri, tetapi dalam tatanan pemerintahan umat selain Islam pun akan merasakan nilai-nilai ketuhanan ini akan menjadi rahmat untuk semesta alam.

 

Tugas pemimpin sebagai penjaga agama ini mencakup lima hal, yaitu : menjaga agama _(hifdh ad-din)_, menjaga jiwa _(hifdz Nafs)_, menjaga akal _(hifdz aql)_, menjaga harta _(hidz maal)_ dan menjaga keturunan _(hifdz an-Nasl)_.

 

1.      Menjaga agama _(Hifzh Ad-din)_

 

Tugas menjaga agama _(hirasah ad-dien)_ mencakup agama apapun terutama agama Islam, sebagaimana RasuluLLah _shalaLLahu ‘alahi wasalam_ ketika menjadi pemipin agama dan Negara, beliau betul-betul menjaga para pemeluk agama tenang melakukukan ritual ibadahnya dengan tenang dan damai  dengan konsekuensi membayayar ji’yah, jika mereka non muslim.

 

Oleh karena itu dalam tugas pemimpin untuk menjaga agama ini,  dikenal dengan konsep kafir harbi dan kafir dimmi, kafir harbi adalah kafir yang memerangi umat Islam, tidak ada genjatan sejata dengan kaum muslimin, maka dalam konteks peperangan mereka wajib diperfangi, berbeda dengan orang kafir yang memberi pajak keamanan atau jiz’yah dalam konsep politik Islam, mereka wajib dilindungi oleh pemimpin muslim dalam hidup dan kehidupannya, dalam hubungannya sesame manusia atau bahkan kegiatan mereka yang berkaitan dengan kepercayaan mereka.

 

2.       Menjaga jiwa_( Hifzh An-nafs)_

 

 

Menjaga jiwa adalah  termasuk hal yang urgent di dalam kehidupan, karena jiwa merupakan sebuah anugrah yang besar, oleh karena itu, Pemimpin Islam wajib untuk menjaga jiwa masyaraknya.

 

 

Sebagaimana firman Allah,

 

 

ô`ÏB È@ô_r& y7Ï9ºsŒ $oYö;tFŸ2 4n?tã ûÓÍ_t/ Ÿ@ƒÏäÂuŽó Î) ¼çm¯Rr& `tB Ÿ@tFs% $G¡øÿtR ÎŽötóÎ/ C§øÿtR ÷rr& 7Š$|¡sù Îû ÇÚöF{$# $yJ¯Rr'x6sù Ÿ@tFs% }¨$¨Z9$# $YèÏJy_ ô`tBur $yd$uŠômr& !$uK¯Rr'x6sù $uŠômr& }¨$¨Y9$# $YèÏJy_ 4 ôs)s9ur óOßgø?uä!$y_ $uZè=ßâ ÏM»uZÉit7ø9$$Î/ ¢OèO ¨bÎ) #ZŽÏWx. Oßg÷YÏiB y÷èt/ šÏ9ºsŒ Îû ÇÚöF{$# šcqèùÎŽô£ßJs9 ÇÌËÈ  

 

“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya . dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu  sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi”. (QS. Al-Maidah :32)

 

 

3.      Menjaga akal _( Hifzh Al-aql )_

 

Manusia adalah mahluk yang paling sempurna dibandingakn dengan mahluk-mahlkuk lainnya,

 

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ -٤-

 

“Sungguh, Kami telah Menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”

(At-Tin 4).

 

 

Maka  keutaman manusia adalah karena mereka diberikan anugrah akal untuk menjadi alat mencari sebuah fakta kebenaran, akal lah yang membedakan antara manusia dan hewan.

 

 

Akal begitu berharga dalam kehidupan manusia, karena dengan akalah manusia dapat memikirkan kebesaran dan keagungan ciptaan Allah, sebagaimana firman Allah _subhanahuwata’ala_

 

 

 

“ Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah Kami dari siksa neraka. (Ali-Imran : 190-191).

 

 

4.      Menjaga harta _( Hifzh Al-maal)_

 

 

Harta merupakan  salah satu yang berharga dalam kehidupan untuk bekal hidupnya beribadah dan berjuang dijalan Allah, tetapi kadang manusia yang dibutakan dengan dunia, mencari harta dengan jalan yang tidak benar, dengan jalan yang haram, sehingga merampas hak orang lain.

 

 

Disinilah syariat Islam mencegah hal tersebut terjadi, karena bisa menimbulkan suasa kehidupan yang tidak tenang penuh dengan kehawatiran karena  jiwanya dihinggapi rasa was-was.

 

Allah _subhanahu wata’ala_ Melarang perbuatan kedzaliamn terhadap hak milik orang lain

 

 

“ Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui”.  (QS. Al-Baqarah : 188).

 

 

5.      Menjaga regenerasi _(Hifzh An-Nasl)_

 

 

Selanjutnya, tujuan dari pemimpin adalah menjaga keturunan, karena keturunan merupakan sebuah regenerasi, sebuah penyambung estapeta hidup dan kehidupan.  Keturuan adalah termasuk hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Segala ikhtiar pasti akan dilakukan untuk menjaga keturunan.

 

 

Oleh karena itu Allah menjaga agar keturuan itu terjaga dengan baik, sebuah regenerasi yang baik dan berkualitas. Maka salah satu hal yang dapat merusak kualitas keturunan adalah sebuah perzinahan. Oleh karena itu Allah melarang perbuatan tersebut.

 

 

Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. (QS. An-Nur : 2).

 

 

Maka dari sini, dapatlah kita pahami, kenapa Islam itu menjadi agama yang rahmatalil’alamin, karena dengan menjaga aturan-aturan syariat atau dalam istilah ushul fiqih disebut dengan  _ maqashid asy-syariah _ yaitu Menjaga keberlangsungan tujuan-tujuan diberlakukannya syariat.

 

 

Ketika syariat Islam dijalankan, maka sebetulnya tidak ada kaum minoritas yang terdzalimi dan teraniyaya, justru mereka juga akan merasakan hidup dalam ketenangan dan kedamaian.

 

 

Maka tidak heran setelah terjadi penaklukan  negeri andalusi oleh thariq bin jiyad, banyak setelah itu Negara-negara  jajahan romawi pada saat itu ingin bergabung dengan negari Muslim, karena mereka mendapai perbedaan yang jauh, ketika mereka hidup dalam kekuasaan muslim  dan ketika mereka hidup dalam kekuasaan penjajahan romawi.

 

 

Sejarah sudah membuktikan bahwa, ketika Islam berkuasa tidaka di negeri atau wilayah tersebut terjadi penumpahan darah, penindasan yang bengis yang tidak berperi kemanusiaan, justru sebaliknya, Islam yang berkuasa di suatu wilayah  atau negeri, maka akan memberikan keamanan dan kedamaian, tidak ada paksaan untuk pindah agama. Semua mengalir dalam tuntuan syariat Islam yang rahmatal lil’alamin.

 

 

B.     Tugas Mengatur kehidupan dunia  ­_(Siyasah Ad-Dunya)_

 

 

Tugas selanjutnya bagi seorang pemimpin setelah menjaga _(defender)_ agama dengan memelihara _maqashidu syari’ah_  adalah tugas untuk mengatur kehidupan dunia masyarkat adalah Menegakkan keadilan sosial (al’-adalah al-ijtima’iyah) bagi seluruh rakyat, makna keadilan disini cakupannya luas, keadilan dalam bidang hukum, pemeritaan social, lapangan pekerjaan dan dimensi-dimensi kehidupan lainnya yang semua harus bermuara kepada unsur keadialan.

 

 

Masyarakat  akan hidup tenang, damai dan sejahtera jika nilai-nilai keadilan dapat implementasikan oleh pemimpin dalam amanah kekuasaanya, dan apabila nilai-nilai jauh dari kebijakan-kebijikan yang dibuat oleh pemimpin, maka jangan bermimpin rakyat akan hidup damai dan tenang. Hilannya unsur keadilan akan menjadi sebuah bom waktu bagi Negara tersebut, karena akan timbulah pergesekan-pergesekan social, demontrasi menuntut keadilan dan  efek yang paling besar adalah pemerintah akan kesulitan untuk melakukan terobosan-terobosan untuk memajukan negaranya.

 

 

Oleh karena itu, Allah _subhanahutaala_  memerintahkan kepada setiap manusia untuk berbuat adil atau menegakkan keadilan

 

 

“ Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat “. (Qs. an-Nisaa (4): 58):



Dalam firman yang lain Allah menegaskan akan urgensi dari penegakan keadilan di tengah-tengah kehidupan masyarakat.

 

“ Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan. (QS. An-Nisa : 135).

 

 

Ruang lingkup keadilan bukan hanya ditegakan dilakangan muslim sendiri, tetapi keadilan itu harusditegakan dengan tanpa memandang perbedaan suku, bangsa atau agama sekalipun. Sebagaimana firman Allah.

 

“ Maka karena itu serulah (mereka kepada agama ini) dan tetaplah[1343] sebagai mana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan Katakanlah: "Aku beriman kepada semua kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya Berlaku adil diantara kamu. Allah-lah Tuhan Kami dan Tuhan kamu. bagi Kami amal-amal Kami dan bagi kamu amal-amal kamu. tidak ada pertengkaran antara Kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah kembali (kita)" (QS. As-syuuara : 15).

 

Allah dan Rasulnya sangat menjujung tinggi nilai keadilan, sehingga tidak heran Jika Islam jika dimanifestasikan secara _kaaffah_ akan menjadi sebuah system kehidupan yang rahmatalil ‘alamien.

 

Allah memerintahkan kaum muslimin, pemimpin atau hakim agar jangan menghukumi dengan landasan emosi, underestimet, dan kebenciaan yang membutakan mata hati untuk melihat keadalin.

 

Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Maidah : 8).

 

Maka jika seorang pemimpin  telah menegakan keadilan terlepas dari kepercayaan agamanya, maka cendrung  Negara atau wilayahnya akan hidup dalam ketenangan, kedamaian dan kesejateraan. Karena semua elemen masyarakat merasakan perasaan yang sama tidak ada perbedaan sikap, kesenjangan social dan lain sebagainya.

 

 Jika semua elemen masyarakat hidup dalam nuansa keadilan maka pasti akan tercipta sebuah produktifitas masyarakat, dan  ketika sebuah masyarakat hidup dalam produktifitas yang positif maka akan secara langsung mendorong Negara untuk lebih maju.  

 

Dari keadilan yang ditegakan seadil-adilnya tanpa pandang bulu, maka akan lahirlah yang dalam istilah  Ibnu Kaldum “At-Takaful Al-Ijtima’iy”  yaitu  Saling menanggung dalam kebutuhan hidup  masyarakat  dan “At-Takaful Al-Amniy” yaitu Saling menanggung untuk terciptanya keamanan agar tidak saling menindas untuk terpenuhinya kebutuhan dasar tersebut.

 

Maka menurut beliau Dua sebab pokok ini menyebabkan manusia bersatu untuk hidup dalam satu masyarakat yang teratur (civil society). Sebagaimana  Ketika Rasulullah membuat piagam madinah, maka nilai-nilai keislaman yang rahmatalil’alamien beliau internalisasilan kedalam piagam madinah tersebut. Seperti nilai  Keadilan _(Al-’adalah)_, Persamaan _(Al-Musawah)_, Kebebasan _(Al-Hurriyah)_ dan  Musyawarah _(Asy-Syura)_ sehinga Islam menjadi Rahmatal lil’alamin, dirasakan keberkahan islam bukan hanya untuk umat Islam tetapi untuk non muslim juga karena Islam mengemabngan nilai-nilai tersebut diatas.

 

*ASAS POKOK KEPEMIMPINAN POLITIK ISLAM*

 

Ibnu Taimiyyah _RahimahuLLah_ dalam kitab _siasah syariyyah_  menekankan dalam masalah asas-asa pokok dalam mengangkat pemimpin dalam kitabnya, _siasah syariyyah fi ishlahi raa’I wa ro’iyyah_  diantaranya adalah :

 

 

*Pertama*, Kekuatan dan amanah, dua hal tersebut  adalah dua syarat mutlak terwujudnya sebuah kepemimpinan yang ideal, dengan kekuatan seorang pemimpin, ia dapat menjaga harga diri dan kedaulatan sebuah Negara, dengan kekuatan yang dia miliki, maka  tidak ada Negara atau sekelompok oknum yang menginterpensi kebijakan-kebijakannya.

 

 

Dan dengan keamanahan seorang pemimpin, dia akan memaksimalkan segala tanggung jawab dipundaknya agar terlaksana dengan maksimal, mengedapankan kepentingan dan kemaslahatan rakyatnya daripada kepentingan yang lainnya. Dan pemimpin muslim yang amanah akan berusaha mewujudkan sebuah nilai yang _rahmatalil ‘alamain_ dengan segala perbedaan keyakinan dan keragama budaya. Membawa negeri tersebut menuju negeri yang _baldatun warabbul ghafur_

 

 

Sebagaimana  firman Allah _subhanahuwata’ala_

 

 إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ

 

 

“Karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya" (QS. Al-Qashash : 26).

 

إِنَّكَ الْيَوْمَ لَدَيْنَا مَكِينٌ أَمِينٌ

"Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercayai pada sisi kami". (QS. Yusuf : 54)

 

إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ () ذِي قُوَّةٍ عِنْدَ ذِي الْعَرْشِ مَكِينٍ () مُطَاعٍ ثَمَّ أَمِينٍ

 

“Sesungguhnya Al-Qur'an itu benar-benar firman'(Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril), yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai Arasy, yang ditaati di sana (di alam malaikat) lagi dipercaya”.  (QS. At-Takwir : 19-21)

 

 

*Kedua*, melihat tujuan dari sebuah kekuasan atau jabatan. Maka jika sudah nampak jelas oleh mata hati masyarakat dan data-data hasil riset yang murni yang  tidak ada intimidasi kekuasaan. Seorang pemimpin sudah gagal dalam mewujudkan negara yang sejahtera dan terwujudnya persatuan antara agama, suku dan ras dan indikator-indikator lainnya. Maka tidak pantas baginya untuk memimpin kembali.

 

 

Dan pemimpin yang terbukti dengan nyata  tidak  menepati janji-janji manis politiknya, janji politiknya hanya seperti patamorga yang indah menggoda di padang pasir yang tandus, maka dengan logika sederhana saja, dia tidak layak untuk menjadi pemimpin. Bagiamana bisa membahagiakan rakyatnya, toh janji-janji manisnya hanya omongan belaka.

 

 

Selanjutnya, layak tidaknya seorang pemimpin dilihat dari  medan tantangannya dari jabatan kepimpinan dan  kekuasaan tersebut, sebagaimana yang sudah diulas, katagori pemimpin di dunia pertempuran, berbeda dengan pemimpin atau jabatan di dunia hukum dan jabatanyang lainnya.

 

 

*Ketiga*, untuk melihat pantas tidaknya seseorang menjadi pemimpin, dilihat dari cara dan taktik menggapai tujuan tersebut. Jika seseorang mengejar jabatan kepemimpinan dan kekuasaan dengan cara-cara yang licik dan curang, maka secara moral dan agama, sugguh dia tidak layak untuk menjadi seorang pemimpin yang sejati di sebuah negeri.

 

 

*Bagaimana bisa mengemban amanah kememimpinan dengan benar?, jika toh untuk  mendapatkannya saja dengan cara yang tidak benar yang bertentangan dengan moral kebenaran dan ajaran agama*.

 

*Keempat*, mengambil keputusan secara musyawarah, hal ini pernah dicontohkan oleh RasuluLLah Sebagai seorang panglima sekaligus komandan perang, kepiawaian Rasulullah saw tidak perlu diragukan. Ukurannya sederhana saja, yaitu bahwa hampir seluruh peperangan yang beliau lakukan mendapatkan kemenangan. Sejak keterlibatan beliau secara langsung di dalam perang Badar dan hamper diseluruh target militer dan politik yang disusun oleh beliau, semuanya tercapai.

 

Selain karena sebuah idzin pertolongan Allah, tetapi RasuluLLah melakukan ikhtiar-ikhtiar yang bersifat taktik dan stretegi,  Salah satu instrument yang dipakai untuk menyusun strategi, taktik dan maneuver militer itu adalah musyawarah.

 

Sebgaimana firman Allah _subhanahu wata’ala_

 

“ Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[246]. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. (Ali-Imran:159).

 

*Kelima* adalah menetapkan hukum dalam bermasyarakat berdasarkan syariat Islam. Sebagaimana Allah menegaskan, jika kalian masuk Islam, maka masuk Islamlah secara totalitas tidak sebagian-sebagian, tidak dipilih mana yang enak mana yang tidak enak.

 

Sebagaimana Firman Allah _Subhanawuwa’taala_


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

 

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah: 208)

 

Disisi lain, Allah memberikan sebuah ancaman (punishment) bagi mereka yang tidak mau menjalankan hukum Allah, Allah mencap mereka dengan sebutan kafir, fasiq dan dhalim,

 

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

 

“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir” [Al-Maidah/5 : 44]

 


*Landasan Perjuangan Politik*

 

Ibnu Taimiyyah _RahimahuLLah_ menjelaskan tentang landasan perjuangan politik yang menjadi dasar dan pegangan bagi seorang memimpin.  Allah _subhanahu wata’ala_ berfirman :


إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا۟ ٱلْأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحْكُمُوا۟ بِٱلْعَدْلِ إِنَّ ٱللَّهَ نِعِمَّايَعِظُكُم بِهِۦٓ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ سَمِيعًۢا بَصِيرًا

 

“Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat”. ( QS. An-Nisa : 58)

 

  يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوهُإِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

 

 

Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. An-Nisa : 59).

 

Ulama berkata “ ayat pertama diturunkan  berkaitan dengan pemimpin pemerintahan _(wulatul amri)_, maka para pemangku jabatan wajib menunaikan amanah kepada orang-orang yang berhak mendapatkannya. Dan apabila menghukumi rakyat maka hukumlah mereka dengan adil tanpa tebang pilih atau seperti pisau yang dimana tajam kebawah tetapi tumpul keatas.

 

Ayat kedua berkaitan dengan bawahan yang dipimpin, baik sebagai rakyat biasa ataupun sebagai pasukan kepemerintahan, agar mereka mentaati kebijakan pemerintah _(ulil amri)_ yang menjalan roda  kepemerintahan, baik pada pembagian harta, keputusan-keputusan hukum, pengaturan peperangan dan lain sebagainya.

 

Ketika seorang pemimpin pemangku jabatan menyuruh kepada kemaksiatan dan kepada kedurhakaan kepada Allah, maka tidak wajib bagi mereka untuk mentaati segala kebijakan dan intruksinya.  Karena tidak ada kewajiban taat kepada mahluk untuk sebuah kedurhakaan kepada sang khalik.

 

 

ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ ٱلذِّلَّةُ أَيْنَ مَا ثُقِفُوٓا۟ إِلَّا بِحَبْلٍ مِّنَ ٱللَّهِ وَحَبْلٍ مِّنَ ٱلنَّاسِ

 

“Akan ditimpakan kehinaan kepada mereka di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka menjaga tali Allah (hablumminallah) dan menjaga tali (perjanjian) hubungan dengan sesama manusia (hablumminannaas).” (QS. Ali-Imran : 112)

 

By: Misbahudin