_(Sebuah Upaya Dekontruksi konsep Wahyu dan Tafsir)_
Materi kelima dalam kegiatan *KADERISASI ULAMA MIUMI (KUM-1)* adalah membahas tema *“TANGTANGAN METODOLOGI ANALISA TEKS”* yang
disampaikan oleh *DR. Henri
Shalahuddin. MA*, beliau
mengungkapkan bahwa para intelektual dan ulama sebagai ujung
tombak agama Islam yang menjaga pondasi keislaman agar tetap kokoh dan kuat berdiri
secara praktek maupun secara konseptual menghadapi sebuah tantangan dan
hambatan sangat banyak didepan mata dengan berbagai warna dan berbagai variasi.
Diantaranya,
adalah tantangan metodologi analisa sebuah teks. Sebuah upaya yang massif di gencarkan untuk
menyebarkan virus dalam konsep berfikir agar khittab Keislaman menjadi kabur
dan buyar. Sebuah analisa teks yang akan mendekontruksi konsep kesakralan wahyu
dan tafsir.
Upaya-upaya
yang massif yang bertujuan untuk mendekontruksi keimanan dan mindset seorang muslim
tidak hanya terjadi di jaman modern saja, tetapi embrio-embiro tersebut sudah
menggeliat, tumbuh, hidup dan berkembang.
*Tantangan
Klasik*
Tantang
klasik yang mencoba untuk mereduksi kesucian dan kesakralan Al-Qur’an mulai
terjadi pada Zaman Nabi _shaluLLahu ‘alahi wasalam_, tantang ini sangat mudah
untuk dipatahkan, kecakapan para sahabat dalam bahasa arab dan tata bahasanya
bisa mengidentifikasi kepalsuan wahyu yang buat oleh Musailah Al-Kadab. Seperti
percakakapan antara Amru Bin Ash dengan Musailah Al-kadab ketika dia membaca surat hasil perenunganya.
يا
وَبَرُ يا وبَرُ، إنّمَا أنتَ إيْرَادٌ
وَصَدَرٌ، وسَائِرُكَ نَفْرٌ
نَقْرٌ
“Wahai
bulu, wahai bulu, sesungguhnya kamu hanyalan sebutan dan
muncul,
sedangkan keseluruhanmu adalah lubang.”
Kemudian
Musailamah bertanya, “Bagaimana menurutmu wahai Amru?” Amru berkata, “Demi
Allah, sesungguhnya kamu sendiri tahu bahwa sesungguhnya aku mengetahui kalau
kamu berdusta.”
Ada beberapa
surat dan ayat palsu bikinan Musailamah yang terekam dalam beberapa literatur:
a. Surat al-Fil
(سورة
الفيل),
yang berarti gajah.
الفيلُ
مَا الفيل,وما أدْراكَ مَالفِيل,له دنب وَبِيل وخُرطُوم طَويلٌ ,وإنَّ ذلك مِن خَلق
رَبنا لقَليلٌ.
b. Surat
ad-Difda’ (سورة
الضفدع),
yang berarti kodok.
يا
ضِفداَعة بنت الضفدعين، نَقِي لَكُمْ تنقين، نصفك في الماء ونِصفُك فِي الطين، لا الماء تكدرين،
ولا الشراب تمنعين.
c. Surat
as-Syams (سورة
الشمس),
yang berarti matahari
والشمس وضحاها،في ضوءها ومجلاها،والليل
إذا عدّاها،يطلبها ليغشاها،أدركها حتى أتاها،واطفأ نورها فحماها.
d. Surat
at-Thahinat (سورة الطاحنات)
والطاحنات طحنا، والعاجنات عجنا،والخابزات خبزا،والثاردات
ثردا،واللاقمات لقما،اهالة وسمنا،لقد فضلتم على أهل الوبر،
وما سبقكم أهل المدر،ريفكم فامنعوه،والمقبر فآووه،والباغي
فناوئوه.
e. Surat
as-Syat (سورة
الشاة),
yang berarti kambing.
والشاة وألبانها،وأعجبها
السود وألبانها، والشاة السوداء،
واللبن الأبيض، انه لعجب محض، وقد حرم المدق فما لكم لا تمعجون.
f.
Surat al-Jamahir (سورة الجماهير)
انا
أعطيناك الجماهر، فصل لربك وجاهر ، إن شَانئك هُو الكافر.
*TANTANGAN
KONTERPORER*
Tantangan
yang merdeksi kesakralan Al-Qur’an pada zama komtemporer lebih dahsyat, karena
tantangan ini lebi bersifat pemikiran, orang yang sudah terjangkir virus
pemikiran ini mengaanggap dirinya muslim modernis tidak kaku, karena mereka
mempunyai perfektif bahwa mereka yang sudah melampaui para ulama dalam menggali
isi, sejarah dan metodologi penyusunan Al-Qur’an, sehingga hasil akhir dari
pemikirah ini adalah Al-Qur’an adalah produk budaya yang tidak memiliki
kesakralan dan yang lebih dahsyat dari itu adalah wacana merekontruksi
hukum-hukum Islam karena Al-Qur’an yang tidak relevan dengan perkembangan dan
tantangan zaman.
Diantara
virus-virus pemikiran kontemporer itu adalah :
1. Hermenetika
Al-Qur’an
Hermenetika
al-qur’an adalah sebuah metode penafsiran, teknik penafsiran atau seni menafsirkan. Sehingga hermenetika ini menjadi disiplin ilmu
yang berkepentingan dengan upaya
memahami ma’na atau arti dan maksud dalam sebuah konsep pemikiran. Dalam hal tersebut,
masalah apa makna sesungguhnya yang dikehendaki oleh teks belum bisa kita
pahami secara jelas atau masih ada makna yang tersembunyi sehingga diperlukan
penafsiran untuk menjadikan.
Sehingga
wahyu akan terikat tidak akan lepas dengan
kondisi dan waktu, kritik sejarah
Al-Qur’an, teks linguistic , teks manusiawi. Sehingga lahirlah tafsir Hermenetika Al-Qur’an
Abu Zayd yang puncak dari pemikiranya adalah Al-Qur’an termasuk produk budaya.
Ke
sakralan Al-Qur’an pun akan mengalami Humanisasi (teks manusia, relativisme,
manusia sebagai sumber kebenaran, anti otoritas dalam tafsir), Lokalitas (Teks lingustik, berbahasa arab, terpengaruh budaya dan produk budaya), Realisme
teks (Teks/phenomena sejarah, tunduk
pada sejarah, konteks lebih utama daripada teks).
Sehingga
dari frame work humanisasi, lokalitas
dan realism dari Al-Qur’an ini
menghasilkan dualistic antara tekstual-kontekstual, normative-historis,
symbol-subtansi, absolut-relatif.
*AL-QUR’AN
MUNHAJ TSAQAFIE *
Menurut abu
zayd Al-Qur’an adalah produk budaya
karena ketika wahyu dari lauhil mahfudz disampaikan oleh jibril, menurutnya hal
ini masih original, Al-Qur’an belum tersentuh dengan nilai kemanuisaan, tetapi ketika wahyu itu sampai kepada Nabi
Muhammad disinilah menurut Abu zayd, Humanisasi Al-Qur’an dimulai.
Karena Nabi
Muhammad sebagia Nabi tidak akan terlepas dari bahasa manusia yaitu bahasa
arab, budaya yang hidup dimana Nabi Muhammad tinggal, factor latar belakang
suku juga menjadi bagian penting dari pola piker, karakter yang tercipta dan
Nabi Mummad pun tidak lepas dari keinginan dan kepentingan.
Oleh karena
itu ketika Al-Qur’an sudah masuk ke ranah jiwa,
pikiran dan tabiat yang ada dalam diri Nabi Muhammad maka Al-Qur’an
sudah tidak murni lagi, tatapi Al-Qur’an sudah terpenaruh dengan hal-hal
diatas.
Oleh karena
itu, tafsir hermenetika adalah sebagai sebuah system scaning yang mengurai
subtansi dari wahyu itu sendiri dengan melepaskan factor-faktor kemanusia
RasuluLLah. Agar Al-Qur’an senantiasa up todate dengan perkembangan dan
tantangan zaman.
*MENDUDUKAN
TEKS*
Para pemikir
hermenetika mengangap Setiap maslahah
mengandung syariah, setiap perbuatan
baik menurut manusia modern dianggap punya nilai syari’ah. Acuran conclution mereka adalah Rasionalitas
(Al-Aqlaniyyah), Liberal (al-hurriyyah), keadilan (al-adl).
Dari pola
pikir ini, maka lahirlah Islam dengan berbagai corak yang terikat dan diwarnai
oleh tradisi lokal setempat, seperti Islam
Arab, Islam jawa, Islam abad klasik,
Islam pertengahan dan islam modern dan Islam Nusantara.
*AL-QUR’AN
SEBAGAI TEKS MANUSIA*
Al-Qur’an
sebagai teks manusia bukan lagi teks Tuhan yang sacral, tapi telah bergeser
menjadi teks manusia yang nisbi dan maknanya selalu berubah, karena telah masuk dalam pemahaman manusia relative.
Yang mutlaq
dan sacral adalah al-qur’an yang
mentah dalam metafisik (lawhil mahfudz)
yang tidak pernah diketahui sedikit pun tentangnya, melainkan yang disebutkan
oleh teks itu sendiri.
Sejak turun,
dibaca dan dipahami Nabi, Al-qur’an telah bergeser kedudukannya dari teks Tuhan
menjadi teks manusia . hal ini disebabkan Al-Qur’an telah berubah dari
wahyu menjadi interpretasi. (QD. 34-35)
Kita tidak
pernah melaksanakan Al-Qur’an, tetapi kita hanya melaksanakan pemahaman kita
terhadap Al-Qur’an. Tapi hanya melaksanakan pemahaman kita terhadap Al-Qur’an (paramadina 19/9/06)
*RELATIVITAS
WAHYU*
Beberapa
tulisan mereka yang menyatakan akan relativisme wahyu seperti dala kolom opini
republika, “ Iman saya mengatakan bahwa Al-Qur’an itu mengandung kebenaran
mutlaq, karena ia berhulu dari yang maha mutlaq , tetapi sekali lagi ia
memasuki otak dan hati manusia yang serba-serbi maka penafsiran yang keluar tidak pernah
mencapai posisi mutlaq benar, siapa pun manusianya, termasuk muafassir yang
dinilai punya otoritas tinggi, apalgi
jika yang menafsirkan itu manusia-manusia seperti saya”. (kolom opini, rebpublika 29/12/06)
Resiko
penutupan dari sebuah teks adalah bahwa teks akan dipandang tidak relevan lagi.
Penetepan makna terakhir yang dilekatkan pada teks akan menyegel makna teks untuk
selamnya. Teks menjadi tidak relevan lagi.
Dalam arti bahwa para pembaca tidak punya alasan untuk kembali
merujuk kepada teks dalam mengelutinya.
Menutup teks
adalah bentuk kesombongan intelektual.
Pembaca mengklaim , bahwa ia memiliki sesuatu pengetahuan identic dengan pengetahuan Tuhan, akibatnya, teks asli kehilangan otonominya, dan ia menjadi teks yang bergantung kepada pihak lain.
Tuhan,
Al-Qur’an dan Nabi adalah yang
berhak memegang otoritas dalam
Islam, maksudnya adalah jika
adaseseorang yang mengklaim bahwa
pendapatnya yang paling benar maka secara tidak langsung ia sudah “menyamakan” dirinya dengan pemegang otoritas yang sebenarnya.
(khaled M. Abou El Fadl, 2004, 213).
Islam doktrin dan peradaban nur khalis majid
mengatakan, “ barang siapa yang
melakukan usaha penuh kesungguhan itu, maka
Allah akan menunjukan berbagai jalan (tidak satu) jalan menuju kepada-Nya (Q.
29-39)
Perkembangan
sebagai ide tidaklah asing bagi kaum
muslimin, akidah Islam mengenal sebuah
formula bahwa segala sesuatu
berubah kecuali wajah Tuhan, (Q,
28.88). meskipun ulama tidak sampai kepada kesimpulan tentang adanya hukum antopologi menurut fisika modern, namun mereka menyadari bahwa ciri dari semua eksistensi selain eksistensi Ilahi ialah perubahan
(taghayur) . justru hukum perubahan
menunjukan bahwa segala yang ada ini tidak abadi, tercipta dari tiada.
*RELATIVISME
DAN PLURALISME AGAMA*
Setiap agama
sebenarnya merupakan ekpresi keimanan
terhadap Tuhan yang sama. Ibarat roda , pusat roda itu adalah Tuhan, dan jari-jari itu adalah
jalan dari berbagai agama.
Filsafat
perennial juga membagi agama pada level esoteric (batin) dan eksoterik (lahir).
Satu agama berbeda dengana agama lain dalam level eksoterik, tetapi relative
sama dalam level esoteriknya. Oleh Karena itu, ada istilah satu TUhan banyak jalan. (tiga agama satu
Tuhan, hal xix).
*MANUSIA
SEBAGAI SUMBER KEBENARAN*
Jika
pemikiran keagamaan pada umumnya menjadikan pencipta teks sebagai landasan
berpijaknya, maka kami memposisikan pembaca teks (manusia) dengan segala aspek
sosial dan latar belakang historisnya sebagai kuncinya. (QD. 19-23)
Dilemma
pemikiran keagamaan berangkat dari pandangan-pandangan dogmatis sectarian (tasawuf aqidah madhabiyyah)
tetntang tabita TUhan dan tabiat manusia serta hubungan antara satu dengan lainnya,
kemudian menjadikan teks-teks agama sebagai hakim yang berbicara tentang
pandangan dan dogma tersebut. (QD. 19-23)
*TEKS
LINGUSTIK*
“ Sesungguhnya teks-teks agama bukanlah analisis
akhir melainkan sekedar kumpulan teks-teks lingustik, yang berarti bahwa teks-teks tersebut bersandar pada kerangka kebudayaan terbatas yang sempurna
perbuatannya (diproduksi) sesuai dengan aturan legal kebudayaan tersebut dan
memposisikan bahasa sebagai system pemaknaanya yang sentral”.
*BAHASA
MENUNJUKAN BUDAYA*
Bahasa apa
yang digunakan tuhan untuk berkomunikasi dengan manusia ?, jadi ketika kita
berbicara tentang tuhan yang berkomunikasi dengan manusia, apa yang ada dalam
Al-Qur'an adalah bahasa manusia. (What kind of language did god use to communicate with humanity?, so
when we talk about god communicating with humanity, what wa have in the Qur’an is human language) (Voice ; 97)
Apakah tuhan
benar-benar berbicara melalui malaikat kepada Muhammad ?, jika demikian, kita
tidak tahu bahasa apa yang digunakan malaikat itu. (Did god really speak though
an angel to Muhammad?, if so, we have no idea what kind of language the angel
used) . Voice, hal. 95)
*PENGARUHNYA
DI INDONESIA*
“Al-Qur’an
disampaikan dan sekaligus terbentuk dalam ruang dan waktu. Dalam kontek ini
teks Al-Qur’an dapat dikatakan sebagai
produk budaya, dalam pengertian bahwa terbentuk dengan melibatkan aspek-aspek
budaya dimana ia diturunkan.
Oleh karena
itu, tidaklah mengerankan apabila bahasa dan situasi makna yang terkandung dalam aspek Al-Qur’an senantiasa berubah-rubah sesuai dengan siapa yang menjai penerimanya
dalam konteks komunikasinya. Dalam bingkai
ini tidaklah mengejutkan apabila al-Qur’an sebagai sebuah proses komunikasi pada dasarnya bersifat spesifik bagi bahasa arab.
Diluar ruang
dan waktu tersebut tekh kehilangan diri sendiri secara otomatis. Sebab
teks yang sama tidak akan pernah
muncul dalam situasi yang berbeda. Kalaupun
terjadi makna pasti akan berubah dengan sendirinya. (AL-Qur’an Hermenetik dan kekuasaan, hal
12-13).
*REALISM,
KRITIK BIBLIS*
Kritik
biblis bearti pengujian atas
buku-buku dalam al-kitab yang
menggunakan sarana-sarana yang
disediakan melalui penelitian sejarah, arkeologi, paleontology, dan linguistic, kritik tersebut mulai dari premis bahwa al-kitab adalah kumpulan buku-buku,
kumpulan dari jenis buku berbeda dan
ditulis untuk berbagai tujuan oleh
pengarang yang dikenal , dan sering kali
tidak dikenal. Kritik biblis menggunakan sarana-sarana yang tersedia untuk
memberi terang pada apa yang ingin dikatakan oleh pengarang asli. Meskipun
sering bernada negatfi, kritik biblis
tetap merupakan aktivitas yang diperlukan .
*PERJANJIAN
LAMA*
Kritik
biblis berhadapan dengan berbagai
pertanyaan seperti misalnya kepengarangan, zaman penulisan, sumbangan pada
editor kemudian pada teks dan kecendrungan ajaran. Dan pengaruh yang didapat
dilihat di dalam teks, kritik biblis paling awal, pada abad ke 17.
Kritik
biblis telah menjadi bidang kajian yang
dinami, berbagai pendekatan dan perspektif
baru terus menerus muncul, karya serius pada al-kitab dapat dilakukan
hanya dalam kelangsungan dengan tradisi
kritik biblis. (james, ahli perjanjian lama).
*TEKSTUAL-KONTEKSTUAL*
Realitas
peristiwa-peristiwa yang melatar belakangi
turunnya teks dasar utama atau subtansi teks wahyu. Mendahulukan teks wahyu yang baku diatas realitas- mitos teks berubah menjadi mitos
disebabkan mengabaikan sisi kemanusiaannya. (QD. Hal 23).
*PENGARUHNYA
DI INDONESIA*
Penulisan tafsir
juga memberikan peran yg sangat besar dalam menjadikan al Qur’an kitab suci yg
sempurna Pada mulanya, wahyu bersifat oral dan tdk pernah diniatkan secara
sengaja sebagai sebuah kitab suci Kapan & bagaimana al-Qur’an menjadi Kitab
Suci.
*Dualisme
Normatif & Historis*
al-Quran yg
memiliki dua dimensi; dimensi historis (nisbi) dan dimensi mutlak, Abu Zayd
mempertanyakan: Apakah setiap yg termaktub dalam al-Quran adalah firman Allah
yg harus diaplikasikan? Voice, 174-5
By :
Misbahudin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar