Minggu, 10 Januari 2021

FIQIH IKHTILAF DAN PERSATUAN ISLAM

 

Materi kesepuluh dalam kegiatan *KADERISASI ULAMA MIUMI (KUM-1)*, membahas tema tentang *”FIQIH IKHTILAF DAN PERSATUAN ISLAM”* yang disampaikan oleh *DR. Muhammad Zaitun Rasmin*,  beliau mengungkapkan bahwa perbedaan itu akan senantiasa ada selama hidup dan kehidupan masih ada dunia,  perbedaan merupakan sunatuLLah yang tidak bisa dihindarkan yang keberadaannya merupakan sebuah keniscayaan.

 

Menghilangkan perselisihan  dan tidak ada masalah dengan sebuah perbedaan, karena perbedaan itu untuk saling mengenal, sampai tingkat saling memahami  (tafahum) dan saling melengkapi segala kekurangan yang satu dengan yang lain, karena setiap pribadi atau kelompok memiliki kelebihan masing-masing yang bisa menjadi pelengkap bagi yang lain.

 

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

 

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allâh ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allâh Maha mengetahui lagi Maha Mengenal [al-Hujurât/49:13]

 


Saling mengenal sampai tarap yang memahami dan melengkapi, ini lah dimensi yang paling tinggi dari ayat tersebut sebuah simbiosis mutualisme, hal tersebut tidak akan terjadi jika tarafnya hanya saling mengenal dalam dimensi luar saja (eksoteris). Dan simbiosis mutualisme itu akan terjadi jika kita saling mengenal dan memahami sampai tarap terdalam (esoteris).

 

Hal ini tergambar secara ekplisit dalam sabda RasuluLLah shallaLLahu ‘alahi wasalam

 

المؤمن مرآة أخيه، والمؤمن أخو المؤمن؛ يكف عليه ضيعته، ويحوطه من ورائه

 

Seorang Mu’min adalah cermin bagi saudaranya. Seorang mukmin adalah saudara bagi mukmin yang lain. Dia tidak merusak harta miliknya dan menjaga kepentingannya.” (Hasan) Ash Shahihah (6/923): [Abu Dawud: 40-Kitab Al Adab, 49-Bab Fin Nashihah]



Maka setelah umat Islam antara satu kelompok dengan yang lainya, saling mengenal, saling memahami dan mengerti, maka Allah memberi sebuah “clue” agar mereka melakukan sebuah simbiosus mutualisme. saling memberikan manfaat dan dalam kebaikan dan ketaqwaan.

 


وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

 

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. Al Maidah: 2)

 

 

Maka ketika karakter saling mengenal sampai dengan saling mengerti dan memahami, sehingga umat muslim terbangun kesadarannya secara kolektif untuk saling tolong menolong dalam kebaikan.

 

Maka RasuluLLahpun memberikan sebuah gambaran yang jelas, sejelas mentari di siang hari, bahwa perbedaan-perbedaan yang ada, jangan sampai mejadikan umat Islam berpecah belah, tetapi dengan perbedaan itu harus saling melengkapi dan menguatkan seperti layaknya bangunan.


الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا

 

 

“Orang mukmin dengan orang mukmin yang lain seperti sebuah bangunan, sebagian menguatkan sebagian yang lain.” [Shahih Muslim No.4684].

 

Bangunan yang terdiri dari bahan-bahan yang berbeda, tetapi perbedaan itu saling menguatkan dan mengokohkan karena memiliki sebuah kesamaan visi dan misi, sehinga bangunan yang megah dan kokoh pun berdiri kuat.

 

 

Di lain waktu, RasuluLLah menganalogikan muslim dengan muslim lainya seperti satu tubuh, yang jika satu bagian tubuh sakit, maka semua pun merasakan kesakitan tersebut. Inilah gambaran yang diharapkan oleh RasuluLLah  hadir dalam atmosfir kehidupan umat Islam.

 

 


مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ، وَتَعَاطُفِهِمْ، وَتَرَاحُمِهِمْ، مَثَلُ الْجَسَدِ، إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى

 

 

 

“Perumpamaan kaum mukmin dalam sikap saling mencintai, mengasihi dan menyayangi, seumpama tubuh, jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh yang lain akan susah tidur atau merasakan demam.” [HR. Muslim]

 

Persatuan Yang Akan Menghasilkan Kekuatan

 

 

Seperti halnya sapi lidi, jika lidi itu digerakan satu-satu, maka tentu kita akan kewalahan  untuk membersihkan sampah-sampah yang berserakan,  tetapi jika lidi-lidi itu kita satukan, maka insyaAllah kita dengan mudahnya membersihkan sampah-sampah tersebut.

 

 

Hal tersebut merupakan sebuah analogi yang sederhana yang memberikan sebuah ibrah bahwa persatuan akan menghasilakn sebuah kekuatan. Dan jangan diharapkan jika umat Islam tidak bersatu, umat Islam terus menerus dalam perselelihian dan percekcokan antar sesama muslim, maka kelemahan dan kehancuran umat Islam sebuah keniscyaan.

 

 

Maka tidak heran, jika Umat Islam yang banyak itu, bak Buih dilautan, bantak  tetapi tidak memiliki kekuatan, banyak tetapi tidak punya prinsip yang kuat. Maka disinilah pentingnya sebuah kualitas keislaman bukan kuantitas keislaman.

 

Perselisihan yang menghasilkan perpecahan sesama umat Islam adalah sebuah angin segar untuk musuh-musuh Islam, mereka tidak menghendaki umat Islam bersatu, karena mereka menyadari bahwa persatuan umat Islam adalah sebuah kekuatan yang akan menjadi jembatan bangkitnya Islam dan umat Islam.

 

 

Semakin bersatu umat Islam, semakin kuat mereka, semakin kuat umat Islam maka  semakin kuat juga perjuangan dakwah mereka, semakin kutat perjuangan mereka, maka potensi kebangkitan umat Islam pun besar.

 

$¯RÎ) $oYóstFsù y7s9 $[s÷Gsù $YZÎ7B ÇÊÈ   tÏÿøóuÏj9 y7s9 ª!$# $tB tP£s)s? `ÏB šÎ7/RsŒ $tBur t¨zr's? ¢OÏFãƒur ¼çmtFyJ÷èÏR y7øn=tã y7tƒÏökuur $WÛºuŽÅÀ $VJÉ)tFó¡B ÇËÈ   x8tÝÁZtƒur ª!$# #·ŽóÇtR #¹ƒÍtã ÇÌÈ   uqèd üÏ%©!$# tAtRr& spoYÅ3¡¡9$# Îû É>qè=è% tûüÏZÏB÷sßJø9$# (#ÿrߊ#yŠ÷zÏ9 $YZ»yJƒÎ) yì¨B öNÍkÈ]»yJƒÎ) 3 ¬!ur ߊqãZã_ ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur 4 tb%x.ur ª!$# $¸JÎ=tã $VJÅ3ym ÇÍÈ   Ÿ@ÅzôãÏj9 tûüÏZÏB÷sßJø9$# ÏM»oYÏB÷sßJø9$#ur ;M»¨Zy_ ̍øgrB `ÏB $pkÉJøtrB ㍻pk÷XF{$# tûïÏ$Î#»yz $pkŽÏù tÏeÿx6ãƒur óOßg÷Ztã öNÍkÌE$t«ÍhŠy 4 tb%x.ur y7Ï9ºsŒ yZÏã «!$# #·öqsù $VJŠÏàtã ÇÎÈ  

 

“ Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata, Supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan yang lurus, Dan supaya Allah menolongmu dengan pertolongan yang kuat (banyak), Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi  dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Supaya Dia memasukkan orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya dan supaya Dia menutupi kesalahan-kesalahan mereka. dan yang demikian itu adalah keberuntungan yang besar di sisi Allah,  (QS. Al-Fath : 1-5)

 

Kekuatan umat Islam yang kuat dan terorganisir akan mengalahkan kebatilan, lihatlah prang badar dimana jumlah umat Islam berbeda jauh kuantitas pasukannya dengan orang kafir, tetapi jumlah tidak mengkerdilkan jiwa mereka, kualitas keimanan dan kualitas ketaatan mereka kepada pemimpin begitu besarnya. Sehingga jumlah yang kalah jauh dari kaum kafir itupun, dapat melibas dan meluluh lantakan pasukan dan strategi perang mereka.

 

 

Berbeda dengan perang uhud, kaum muslimin hampir saja memenangan pertarungan, tetapi karena keimanan sebagian pasukan luluh dan mencair melihat harta ghanimah yang menyilaukan, mereka pun lupa pada intruksi-intruksi RasuluLLah untuk tetap stand by di bukit uhud apapun yang terjadi.

 

 

Maka kualitas iman yang menghasilakn kekuatan kolektif dan kepatuhan terhadap intruksi pemimpin menjadi factor penentu yang menjadi sebuah kunci dari sebuah kemenangan, sebagaimana sebuah ungkapan, Kebenaran yang tak terorganisir akan dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisir.

 

 الحق بلا نظام يغلبه الباطل بنظام

 

Kebersamaan Imam-Imam Madhab dalam perbedaan

 

Perbedaan pendapat biasa terjadi sejak dahulu hingga sekarang. Begitu juga dengan para Ulama’ terdahulu, terkadang beliau-beliau memiliki perbedaan pendapat antara yang satu dengan yang lainnya. Demikian pula yang terjadi terhadap keempat Imam Madzhab yang hari ini paling banyak diikuti oleh umat muslim.

 

Terkadang para Imam Madzhab ini memiliki sudut pandang yang berbeda dalam menghadapi suatu kasus. Meski mendapati perbedaan di antara mereka, para Imam ini tetaplah saling menghargai satu sama lain.

 

Dalam sebuah riwayat diceritakan, pada suatu hari Imam Syafi’i datang ke Madinah dengan tujuan untuk menuntut ilmu kepada Imam Malik. Imam Malik pun memuliakannya sebagaimana ia memuliakan orang berilmu lainnya.

 

Kemudian di hadapan Imam Malik, Imam Syafi’i melantunkan bait-bait al-Muwaththa’ dengan cara menghafal dan sungguh fasih. Bacaannya membuat Imam Malik terkagum-kagum sambari memujinya, sambil meminta Syafi’i untuk memperbanyak lagi hafalannya.

 

Saat Imam Syafi’i tinggal di Irak, beliau mulai menyusun kitab qadim(lama)nya yang berjudul Al-Hujjah. Di dalam kitab Al-Hujjah inilah, beliau banyak memasukkan fatwa-fatwa atau ajaran-ajaran dari imam-imam sebelumnya, yakni imam Abu Hanifah dan Imam Maliki.

 

Dalam kisah yang lain diceritakan saat Imam Syafi’i dan Imam Maliki saling berkunjung ke rumah masing-masing, Imam Syafi’i yang dalam ajarannya mensunnahab’adkan qunut dan setiap mendirikan solat subuhnya beliau selalu menggunakan qunut.

 

Namun, tiba saat beliau menginap di rumah Imam Malik lantas ketika solat subuh diminta menjadi Imam, beliau tidak menggunakan qunut, sebab Imam Maliki dikenal dalam ajarannya tidak pernah memakai qunut dalam solat subuhnya.

 

Begitu juga saat Imam Maliki menginap di rumah Imam Syafi’i, dan diminta untuk mengimami solat subuh maka Imam Maliki akan menggunakan qunut dalam solat subuhnya untuk menghormati Imam Syafi’i yang sedang berposisi sebagai ma’mun.

 

Sekalipun ada beberapa perbedaan antar Imam Madzhab yang satu dengan yang lain, namun tidak akan mengurangi rasa saling menghormati di antara mereka. Hal inilah yang menjadi tauladan bagi kita, saling mencintai, menghargai, dan mengasihi di dalam perbedaan.

 

Perbedaan ijtihad dalam masalah fiqih, sebetulnya memberikan sebuah  keringan bagi umat Islam dalam menjalankan keislaman, karena pasti  fatwa mereka itu spesifik terikat oleh tempat, kondisi, kebutuhan jaman.

 

Jangan membicarakan perbedaan di tempat publik, di mimbar-mimbar jum’at,  dakwah fiqih furu’iyyah harus dilakukan secara ekskusif untuk alangan sendiri. Untuk menghindari perselisihan dan gesekan antar umat Islam,

 

Menjaga atmosfir perdamaian dan kerukunan penting di tengah-tengah umat Islam,  sebagaimana Imam yang tidak mau menerima murid dari suatu wilayah  yang wilayahnya itu sudah ada imam yang lain yang menjadi rujukan masyarakat dalam beragama, hal ini  dianggap penting agar di wilayah itu tidak menimbulan perseteruan, perselisihan dan percekcokan sehingga akan menjadikan  energy, waktu yang terkuras tidak untuk hal-hal yang produktif dalam membanguan kekuatan dan kemajuan Islam. 

 

Perang Saudara Di Afganistan

 

Peperangan yang terjadi di afganistan adalah peperangan dengan saudara sendiri, mereka sama-sama  sunni dan sama-sama bermadhab hanafi, tetapi  mereka tidak mau saling memahami, tidak mau bersatu demi sebuah kekuatan Islam secara umum. Sebagian mereka saling menuduh dan saling mencurigai.

 

Jika dalam diri umat Islam sudah terjadi saling menuduh dan saling mencurigai  maka sangat mudah sekali untuk mengalah umat Islam, musuh-musuh Islam tidak tidak perlu cape-cape mengeluarkan tenaga, menguras fikiran, dan menggelontorkan materi untuk menggempur dan menghancurkan umat Islam.

 

Biarlah mereka berselisih dan perperang dengan saudara sendiri, sehingga mereka kelehan,  kehabisan materi, hancurnya segala pasilitas kehidupan, jika ada yang menang diantara mereka, maka musuh Islam pasti dengan sangat mudahnya  menghancurkan umat Islam, karena Umat Islam sudah kelelahan berperang dengan saudaranya sendiri.

 

Peperangan di Afganistan adalah peperangan  antara kaum Islam demokratis realistis dengan  mereka yang mutsaydidin ( para mujahidin). Andaikan mereka bertemu dan berbicara dari hati ke hati, menurunkan ego dan menguburkan segala emosi dan kecurigaan dan berfikir futuristik demi kemaslahatan Islam dan Umat Islam pasti peperangan itu tidak perlu terjadi.  Sungguh sangat disayangkan.

 

Mencermati Embrio Perpecahan Di Dalam Diri Umat Islam

 

 

Perbedaan merupakan sebuah hukum alam,  merupakan sebuah sunnatuLLah yang tidak bisa dipungkiri, keberadaanya merupakan sebuah keniscayaan.  Jika perbedaan ini, disikapi dengan dewasa, kepala dingin dan lebih mengutamakan ukhuwwah islamiah, maka perbedaan-perbedaan itu tidak menjadi alasan untuk  mereka salih berselih apalagi perpecah belah.

 

Tetapi jika perbedaan itu terus diperuncing, digoreng dan dijajadikan top issue, maka dari berbedaan itu pasti akan melahirkan perselisihan satu dengan yang lainnya,  maka jika perselisihan itu tidak ademkan, tidak diselesaikan, maka akan terus menjalar dan menggurita  sehingga seperi putaran saltu yang jatuh dari lereng bukit, terus berputar yang lama ke lamaan jika tidak dihentikan yang akhirnya membesar dan menghancurkan apapun yang ada dihadapannya.

 

 

Pase puncak dari perselisihan adalah sebuah perpecahan, maka dari perpecahan umat Islam tidak ada yang bisa diharapkan, selain  menunggu waktu kehancuran. Perpecahan yang ada di tubuh umat Islam dari sudut pandang apapun tidak ada yang menghasilkan keuntungan bagi Islam dan umat Islam itu sendiri, satu-satunya yang diuntungkan adalah orang kafir yang membenci Islam dan ingin menghancurkan Islam sampai ke akar-akarnya.

 

 

Memahmi Istilah Ikhtilaf Dan  Iftiraq

 

 

Kontek istilah Ikhtilaf itu adalah perbedaan dalam wilayah furu'iyyah, bukan ushuliyyah. Perbedaan fiqhiyyah yang sangat mungkin wilayah ijtihadiyyah, memungkinkan setiap mujtahid untuk berbeda pendapat, karena ini adalah wilayah ijtihadiyyah, bukan wilayah ushuliyyah (aqidah) yang bersifat taufiqiyyah. Klaim dalam wilayah ini adalah antara  justifikasi benar dan salah ( baina al-khatha' wa al-shawab ) bukan wilayah justifikasi takfier.

 

 

Berbeda dengan istilah Ifitiraq, iftiraq adalah perbedaan dalam wilayah ushuliyyah, bukan furu'iyyah. Perbedaan ini dalam  wilayah prinsip-prinsip  akidah. Klaimnya antara sesat dan lurus ( tadhlil ),  jika secara dhahir dia masih muslim dan klaim takfir  sudah keluar dari Islam, jika sudah keluar secara dhahir dari prinsip aqidah muslim.  Sebagaimana dijelaskan dalam  Konsep Iftiraq dan ikhtilaf (Abdul Karim al-'Aql; Qadhaya 'Aqdiyyah Mu'ashirah ) dan  Konsep Takfir, Tadhlil dan Takhthi' (Abdul Fath al-Bayanuni).

 

 

BY. Misbahudin




 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar