Materi ketujuh
dalam kegiatan *KADERISASI
ULAMA MIUMI (KUM-1)*, membahas tema tentang *”GENDER DAN LIBERALISASI DI INDONESIA”* yang disampaikan oleh *Dr. Saiful Bahri*, beliau
mengungkapkan bahwa Gender dan
liberalisme merupakan satu mata rantai pemikikan yang memiliki akar idiologis yang saling
berkaitan, Issue gender adalah
issue yang lahir akhir-akhir ini, tetapi jika kita ekpolrasi dari rentetan
sejarah perkembangan liberalisme, maka kita akan mendapti sebuah benang merah,
sebuah rentatan mata rantai arus pemikiran dari mulai liberalisme,
sekularisme, hedonisme, feminisme dan
terakhir gender. Semua aliran konsep hidup itu bermuara kepada satu titik yang
nama kebebasan
dan hak asasi manusia.
*DIMENSI LIBERALISASI*
Liberalisasi
berkembang bukan hanya dalam satu dimensi idioligis saja, tetapi virus dan
embiro liberalisasi ini menggurita sampai ke ranah Pendidikan dengan cara sekularisasi kurikulum, dalam dimensi Ekonomi, liberalisasi masuk dengan cara menyebarkan kapitalisme dan
elitis, dalam dimensi Sosial liberalisasi menyusup dengan cara menancapkan pemikiran anti kemapanan sosial (keluarga) dengan menyuarakan kesetaraan gender dsb.
Dalam dimensi Budaya liberalisasi masuk dengan cara membawa
perfektif , bahwa seni tanpa batas norma
dan agama, dalam dimensi Politik,
liberalisasi masuk dengan cara dengan
memisahkan agama dan Negara dan terakhir dengan Desakralisasi agama.
Jika ditarik sebuah intisari dari liberalisasi ini mencakup semua aspek
kehidupan. Membebaskan manusia sebebas-bebasnya, melabrak aturan-aturan agama
dan norma, semua pemikiran dan tindakan berasaskan kebebasan hak asasi
manusia. Sehingga puncak dari gerakan ini adalah desakralisasi
agama, agama bukan lagi sebagai sebuah
pedoman hidup, sebagai sebuah jalan
kehidupan (way of life) yang Allah berikan kepada umat manusia, tetapi agama
menjadi bak penjara yang mengungkung kebebasan manusia itu sendiri.
*APA ITU GENDER*
Istilah
gender berasal dari “Middle English”, gendre, yang diambil dari era penaklukan Norman
pada zaman Perancis Kuno. Kata ‘gender’
berasal dari bahasa Latin, genus,
berarti tipe atau jenis. Kedua istilah gendre
dan genus, memiliki arti tipe, jenis, dan kelompok. Gender adalah himpunan karakteristik yang terlihat membedakan
laki-laki dan perempuan. Kata Gender
dapat diperpanjang dari sekedar kata
“seks” sampai dengan “peran sosial atau
identitas gender.” Kata, ‘gender’
memiliki lebih dari satu definisi yang valid.
Maka sebagai
sesuatu yang baru, batasan- batasan gender
menjadi sangat debatable. Gender bisa
merupakan peran-peran yang diakibatkan
dari jenis kelamin seseorang (laki-laki
atau perempuan).Dan tak bisa dipungkiri, peran- peran ini tentu memiliki sudut pandang
dan implementasi yang berbeda dari suatu
komunitas masyarakat dengan masyarakat
yang lainnya Biasanya merujuk pada kepatutan dan etika sosial yang berlaku di sebuah masyarakat.
Maka issu gender begitu leberal
sehingga tatanan konsep wahyupun dipretelin sesakralannya, sehingga perlu
dikaji ulang, perlu direvisi layaknya aturan-aturan yang dibuat oleh manusia,
1. Syariat
Islam itu Misoginis, Diskriminatif.
2. Tak ada
persamaan dalam taklif
3. Marginalisasi
peran-peran publik perempuan
4. Melegitimasi
kekerasan
5. Monopoli dan
dominasi patriarki
6. maka perempuan
perlu segera dibela dan dibebaskan dari cengkraman syariat yang
kaku dan perlu adanya penyerataan gender
Gender ini adalah sebuah virus pemikiran yang merusak tatanan keluarga dan
sosial, sebuah virus pemikiran yang mengusung kebebasan, tetapi sebuah
kebebasan tanpa arah, mau jadi apakah manusia?, mau jadi seperti apakah wanita
jika tanpa sebuah aturan?, maka kebebasanpun akan menjadi bomerang bagi wanita
itu sendiri.
Kebebasan akan menjadi musibah dan
malapetaka bagi manusia secara umum, manusia pada akhirnya akan hidup bebas
sebebas-bebasnya, layaknya hewan yang
bebas melakukan apapun tidak arah dan tanpa batas asal semua dilakukan atas
dasar kebebasan.
Maka tidaklah mengherankan, manusia yang hatinya tidak mau merenungkan
petunjuka kebenaran, matanya tidak mau melihat kebenaran yang nyata dan
pendengarannya tidak digunakan untuk mendengar kebenaran-kebenaran yang dating
dari Tuhan pencipta mansuia yang segala hal di alam semesta ini. Allah mencao
mereka akan seperti binatang bahkan lebih parah lagi daripada binatang.
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ
كَثِيراً مِّنَ الْجِنِّ وَالإِنسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لاَّ يَفْقَهُونَ بِهَا
وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لاَّ يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لاَّ يَسْمَعُونَ بِهَا
أُوْلَـئِكَ كَالأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُوْلَـئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari
jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk
memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka
mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat
Allah). Mereka itu
sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka Itulah
orang-orang yang lalai.” [QS: Al A’raf: 179]
Maka virus pemikiran gender bukan hanya “menyerang” kaum hawa saja, tetapi
issue gender ini menjadi virus pemikiran yang akan merusak tatanan keluarga
yang harmonis, merusak kebahagiaan anak-anak, dan memporak-porandakan janji
suci dalam sebuah pernikahan "mitsaqan ghalidhan", dan merusak generasi masa depan,
Karena Musuh para Pejuang Gender Adalah Fitrah Dan Keharmonisan.
*SEJARAH GENDER*
1.
Pertama kali muncul issue gender itu di sidang PBB: Gender Ü Perempuan dan Anak-Anak, muncul sekitar pertengahan abad XX, dan Majelis Umum PBB menyetujui Convention on
the Elimination of All Forms of
Discrimination against Women (CEDAW), pd 18 Desember 1979.
2.
Pemerintah Indonesia menandatangani konvensi
ini tanggal 29 Juli 1980 saat ikut
Konferensi Perempuan se-Dunia II di Kopenhagen.
Konvensi tersebut diratifikasi menjadi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
terhadap Wanita atau lebih dikenal dengan
Konvensi Perempuan pada tanggal 24 Juli 1984.
3.
Indonesia bersama 188 negara lainnya juga
menyepakati Deklarasi dan Landasan Aksi
Beijing (Beijing Declaration and Platform for Action/ BPFA) yang merupakan hasil Konferensi
Perempuan se-Dunia IV yang
diselenggarakan di Beijing pada tahun 1995.
4.
Dalam Millenium Development Goals (MDGs)
yang dicanangkan PBB dalam Millenium
Summit yang diselenggarakan pada bulan September 2000, juga tak luput dari isu dan tekanan
kesetaraan gender. Sampai saat ini di
poin (SDGs)
*TAHAPAN
GENDER MENGGELIAT DI INDONESIA*
Tahapan di Indonesia, dimulai dari
“setiingan” yang dibuat atas anama emansipasi wanita dengan mengangkat Personal : RA.
Kartini sebagai tokoh Emansipasi wanita yang mampu mendobrak adat istiadat lokal yang mendiskriditkan
wanita. Memporak-porandakan
stigma bahwa wanita tidak seperti laki-laki dalam pemenuhan
hak hidup, mereka hidup hanya sebatas
kasur, dapur dan sumur. Mereka tidak memiliki hak bebas dalam pendidikan dan
berkifrah di masyarakat seperti kaum lelaki.
Maka lahirlah setelahnya gerakan-gerakan wanita secara kelembagaan lahir seperti
Aisyiyah (1917), Fatayat (1950),
Gerwani (1954). Pada
tahun lahirlah gerakan peminisme sekitar tahun
1980-an (Pasca Konferensi Perempuan 1 di Meksiko 1975). Dan tahun 2000-an peminisme bermetamorposisi menjadi Feminisme Liberal setelah euforia kebebasan di berbagai sektor kehidupan nasional.
*TEMA-TEMA
GENDER*
Tema-tema
gender yang mereka angkat dan selalu issue nya digoreng-goreng agar tetap
panas, untuk menjadi issue kampanye yang senantiasa
digelorakan adalah :
1. Poligami
Adapun poligami yang dihalalkan Allah
disosialisasikan untuk diperangi,
sebagai bentuk perbudakan dan perlakuan
tidak adil yang dialami perempuan. Karena
perempuan tidak diperbolehkan memiliki pasangan lebih dari satu. Sebuah upaya untuk menutupi
perilaku selingkuh dan perzinahan. Hal
ini memanfaatkan sisi emosional para
perempuan yang memang sangat sedikit
atau bahkan tak ada yang bersedia diduakan.
Pembahasan ini berkaitan dengan tema “NUSYUZ” yang juga sering disalahpahami atau
didramatisir secara berlebihan dan di
luar konteks tema sebenarnya.
2. Ayat-ayat
nusyuz
ü Ayat-ayat
poligami:
tidak dikumpulkan dalam satu kumpulan
ayat, tapi dipisah (QS. An-Nisa’:3) u
membahas anak yatim perempuan dan (QS.
An- Nisa’:129) u setelah membahas nusyuz yg terjadi dari pihak laki-laki (suami).
ü Ayat-ayat
nusyuz:
juga dipisah, nusyuz istri beserta
solusinya; solusi islah (QS. An-Nisa’:34-35) dan nusyuz suami beserta solusinya; solusi
islah tp ada kemungkinan berpisah
(QS. An-Nisa’:128-130).
ü Kesimpulan: terlepas
dari pro kontra pembahasan &
keterlibatan emosi, al-Qu’ran menawarkan solusi
yg matang dan rasional.
3. Waris
Satu-satunya wacana klasik yang diperdebatkan
dalam masalah ini adalah bahwa dalam
masalah perwarisan perempuan mendapatkan
jatah setengah bagian laki-laki. Padahal warisan adalah sebuah sistem komprehensif & tidak
boleh dipahami/dilaksanakan secara
parsial saja.
a. Hanya ada saat itu
perempuan menerima bagian laki-laki
b. Ada saat itu
perempuan menerima bagian seperti laki-laki
c. Ada saat itu
perempuan menerima bagian dari laki-laki.
d. Bahkan ada
beberapa kondisi saat itu perempuan menerima bagian, sementara laki-laki tidak
mendapatkannya.
4. Masalah Thalaq
Dan Cerai
Talak yang diklaim sebagai bentuk lain
hegemoni laki- laki atas perempuan juga
tak luput dari sasaran target. Karena
hak talak antara suami (laki-laki) dan istri
(perempuan) tidaklah sama.
5. Hijab/aurat
perempuan
Kewajiban kaum muslimah
ini didesakralisasi dengan meluaskan
wilayah khilafiyah dari yg sudah maklum;
yaitu antara wajah & kedua telapak tangan. Diperluas menjadi redefinisi & pembatasan aurat
perempuan (di depan publik dan laki-laki
yang bukan suami atau mahramnya) menjadi
lebih luas; bukan hanya sekedar wajah
dan dua telapak tangan
6. Hal-hal yang
berkaitang dengan perempuan
Konsep aurat perempuan
harus reformulasi, dianggap sangat relatif,
dan bisa mengalami perubahan sesuai dengan kondisi tempat dan zaman.
Mempersempit asbabul
nujul, perintah berjilbab dipadang sebuah perintah yang temporal yang berkaitan
dengan kondisi pada masa itu, untuk
menghindari dua pelecahan seksual karena
dua permasalahan, pertama sebagai identitas
perempuan merdeka dan masalah toilet yang berada diluar rumah.
7. Asal
kejadian manusia
Sangat diskriminatif jika dikatakan
bahwa Adam adalah manusia pertama. Klaim
yang disosialisasikan adalah bahwa “nafsun wahidah” lah yang pertama kali
diciptakan Allah, dan bukan laki-laki.
8. Kepemimpinan
Pembahasan kepemimpinan lokal dalam skup
rumah tangga yang diluaskan seolah
menjadi genderang perang terhadap
Al-Quran yang diklaim menutup hak politik dan
publik para perempuan.
9. Persaksian
perempuan
Sama seperti poin-poin sebelumnya, perlakuan
tak adil (diskriminatif) terhadap
perempuan dlm masalah persaksian sama
halnya menempatkan perempuan sebagai
setengah manusia.
10. Orentasi
seksual menyimpang (LGBT)
Pembenaran perilaku menyimpang di atas
diperjuangkan atas nama HAM. Sebagian
menakwilkan kisah Nabi Luth as. dari
sumber yang tak jelas dan tidak otoritatif, dan tak bisa dipertanggungjawabkan
11. Nikah
dibawah Umur
Sama seperti
poin-poin sebelumnya, perlakuan tak adil
(diskriminatif) terhadap perempuan usia pernikahan di bawah umur. Modernitas saat ini diukur dgn
usia, kemandirian ekonomi dan equality
dg laki-laki. Tetapi ada faktor penting
yang dihilangkan > kesiapan dan kedewasaan.
*GERAKAN FEMINISME*
1.
Pengertian Peminisme
Feminisme adalah
serangkaian gerakan sosial, gerakan politik, dan ideologi yang memiliki tujuan
yang sama, yaitu untuk mendefinisikan, membangun, dan mencapai kesetaraan
gender di lingkup politik, ekonomi, pribadi, dan sosial.
Feminisme menggabungkan posisi bahwa
masyarakat memprioritaskan sudut pandang laki-laki, dan bahwa perempuan
diperlakukan secara tidak adil di dalam masyarakat tersebut. Upaya untuk
mengubahnya termasuk dalam memerangi stereotip gender serta berusaha membangun
peluang pendidikan dan profesional yang setara dengan laki-laki.
Gerakan feminis telah
dan terus mengkampanyekan hak-hak perempuan, termasuk hak untuk memilih,
memegang jabatan politik, bekerja, mendapatkan upah yang adil, upah yang setara
dan menghilangkan kesenjangan upah gender, untuk memiliki properti, mendapatkan
pendidikan, masuk kontrak, memiliki hak yang sama dalam pernikahan, dan untuk
memiliki cuti kehamilan. Feminis juga berupaya untuk memastikan akses terhadap
aborsi yang legal dan integrasi sosial, serta untuk melindungi perempuan dari
pemerkosaan, pelecehan seksual, dan kekerasan dalam rumah tangga. Perubahan
dalam berpakaian dan aktivitas fisik yang dapat diterima sering menjadi bagian
dari gerakan feminis.
Beberapa cendekiawan
menganggap kampanye feminis sebagai kekuatan utama di balik perubahan sosial
utama dalam sejarah terhadap hak-hak perempuan, khususnya di Barat, di mana
mereka hampir secara universal dihargai atas pencapaian hak pilih perempuan,
bahasa netral gender, hak reproduksi bagi perempuan (termasuk akses terhadap
kontrasepsi dan aborsi, serta hak untuk memasuki kontrak dan memiliki
properti.[9] Meski anjuran feminis terutama berfokus pada hak-hak perempuan,
beberapa feminis, termasuk Bell hooks, berpendapat untuk memasukkan pembebasan
laki-laki di dalam tujuan feminisme karena mereka percaya bahwa laki-laki juga
dirugikan oleh peran gender tradisional mereka.[10] Teori feminis, yang muncul
dari gerakan feminis, bertujuan untuk memahami sifat ketidaksetaraan gender
dengan memeriksa peran sosial dan pengalaman hidup perempuan; ini telah
mengembangkan teori-teori dalam berbagai disiplin ilmu untuk menanggapi isu-isu
tentang gender.
2.
Akar peminisme adalah
a.
Materialistik
b.
Anti kemapanan
c.
Desakralisasi agama
d.
Pelampiasan ketidak adilan
e.
Distrust pada sistem
f.
Proxy war
g.
Ekploitasi perempaun
h.
Kekuasaan /hegemoni
3.
Sejarah peminisme
Gerakan feminisme
dimulai akhir abad ke-18, suara wanita di bidang hukum, khususnya teori hukum, muncul dan berarti.
Hukum feminis yang dilandasi sosiologi
feminis, filsafat feminis Sejarah feminis merupakan perluasan perhatian wanita dikemudian hari. Di akhir
abad 20, gerakan feminis banyak
dipandang sebagai sempalan gerakan Critical Legal Studies, yang pada
intinya banyak memberikan kritik
terhadap logika hukum yang selama ini digunakan, sifat manipulatif dan ketergantungan hukum
terhadap politik, ekonomi, peranan hukum
dalam membentuk pola hubungan sosial, dan pembentukan hierarki oleh ketentuan hukum secara tidak mendasar.
Walaupun pendapat
feminis bersifat pluralistik, namun satu hal yang menyatukan mereka adalah keyakinan mereka
bahwa masyarakat dan tatanan hukum
bersifat patriaki. Aturan hukum yang dikatakan netral dan objektif sering kali hanya merupakan kedok terhadap
pertimbangan politis dan sosial yang
dikemudikan oleh idiologi pembuat keputusan, dan ideologi tersebut
tidak untuk kepentingan wanita. Sifat
patriaki dalam masyarakat dan ketentuan
hukum merupakan penyebab ketidakadilan, dominasi dan subordinasi
terhadap wanita, sehingga sebagai
konsekuensinya adalah tuntutan terhadap
kesederajatan gender.
4.
Sekte aliran feminisme
Aliran peminisme ini
ternyata berkembang menjadi aliran-aliran yang bermacam-macam, diantaranya
adalah :
a.
aliran feminisme liberal
b.
aliran feminisme radikal
c.
aliran feminisme eksitensialis
d.
aliran feminisme psikoanalisa
e.
aliran feminisme posmodern
f.
aliran feminisme multikultural
g.
aliran posfeminis
5.
Sebuah
problem solving
Pengokohan tatanan
keluarga (family mainstreaming), menanamkan nilai-nilai keislaman yang kaafah
kepada anak-anak kita, keluarga kita, lingkungan kita, dan yang lebih
sistematis adalah menanamkan nilai-nilai keislaman yang benar di ranah
pendidikan agar tercipta anak didik yang mempunyai mindset dan karakter muslim
yang sejati.
By. Misbahudin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar