Sabtu, 09 Januari 2021

GENDER DAN LIBERALISASI DI INDONESIA

 

Materi ketujuh dalam kegiatan *KADERISASI ULAMA MIUMI (KUM-1)*, membahas tema  tentang *”GENDER DAN LIBERALISASI DI INDONESIA”* yang disampaikan oleh *Dr. Saiful Bahri*,  beliau mengungkapkan bahwa  Gender dan liberalisme merupakan satu mata rantai pemikikan  yang memiliki akar idiologis yang saling berkaitan,   Issue gender adalah issue yang lahir akhir-akhir ini, tetapi jika kita ekpolrasi dari rentetan sejarah perkembangan liberalisme,  maka kita akan mendapti sebuah benang merah, sebuah rentatan mata rantai arus pemikiran dari mulai liberalisme, sekularisme,  hedonisme, feminisme dan terakhir gender. Semua aliran konsep hidup itu bermuara kepada satu titik yang nama kebebasan dan hak asasi manusia.

 

*DIMENSI LIBERALISASI*

 

Liberalisasi berkembang bukan hanya dalam satu dimensi idioligis saja, tetapi virus dan embiro liberalisasi ini menggurita sampai ke ranah Pendidikan dengan cara  sekularisasi kurikulum, dalam dimensi  Ekonomi, liberalisasi masuk  dengan cara menyebarkan kapitalisme dan elitis,  dalam dimensi  Sosial liberalisasi menyusup dengan cara  menancapkan pemikiran  anti kemapanan sosial (keluarga) dengan  menyuarakan kesetaraan gender dsb.

 

Dalam dimensi  Budaya liberalisasi masuk dengan cara membawa perfektif , bahwa  seni tanpa batas norma dan agama, dalam dimensi  Politik, liberalisasi masuk dengan cara dengan  memisahkan agama dan Negara dan terakhir dengan Desakralisasi agama.

 

Jika ditarik sebuah intisari dari liberalisasi ini mencakup semua aspek kehidupan. Membebaskan manusia sebebas-bebasnya, melabrak aturan-aturan agama dan norma, semua pemikiran dan tindakan berasaskan kebebasan hak asasi manusia.   Sehingga puncak dari gerakan ini adalah desakralisasi agama, agama bukan lagi  sebagai sebuah pedoman hidup, sebagai  sebuah jalan kehidupan (way of life) yang Allah berikan kepada umat manusia, tetapi agama menjadi bak penjara yang mengungkung kebebasan manusia itu sendiri.

 

*APA ITU GENDER*

 

Istilah gender berasal dari “Middle English”, gendre,  yang diambil dari era penaklukan Norman pada  zaman Perancis Kuno. Kata ‘gender’ berasal dari  bahasa Latin, genus, berarti tipe atau jenis. Kedua  istilah gendre dan genus, memiliki arti tipe, jenis,  dan kelompok. Gender adalah himpunan  karakteristik yang terlihat membedakan laki-laki  dan perempuan. Kata Gender dapat diperpanjang  dari sekedar kata “seks” sampai dengan “peran  sosial atau identitas gender.” Kata, ‘gender’  memiliki lebih dari satu definisi yang valid.

 

Maka sebagai sesuatu yang baru, batasan-  batasan gender menjadi sangat debatable.  Gender bisa merupakan peran-peran yang  diakibatkan dari jenis kelamin seseorang (laki-laki  atau perempuan).Dan tak bisa dipungkiri, peran-  peran ini tentu memiliki sudut pandang dan  implementasi yang berbeda dari suatu komunitas  masyarakat dengan masyarakat yang lainnya Biasanya merujuk pada kepatutan dan etika sosial  yang berlaku di sebuah masyarakat.

 

Maka issu gender  begitu leberal sehingga tatanan konsep wahyupun dipretelin sesakralannya, sehingga perlu dikaji ulang, perlu direvisi layaknya aturan-aturan yang dibuat oleh manusia,

 

1.      Syariat Islam  itu Misoginis, Diskriminatif.

2.      Tak ada persamaan dalam taklif

3.      Marginalisasi peran-peran publik  perempuan

4.      Melegitimasi kekerasan

5.      Monopoli dan dominasi patriarki

6.      maka perempuan perlu segera dibela dan dibebaskan dari cengkraman syariat yang kaku dan perlu adanya penyerataan gender

 

 

Gender ini adalah sebuah virus pemikiran yang merusak tatanan keluarga dan sosial, sebuah virus pemikiran yang mengusung kebebasan, tetapi sebuah kebebasan tanpa arah, mau jadi apakah manusia?, mau jadi seperti apakah wanita jika tanpa sebuah aturan?, maka kebebasanpun akan menjadi bomerang bagi wanita itu sendiri.

 

Kebebasan akan menjadi musibah  dan malapetaka bagi manusia secara umum, manusia pada akhirnya akan hidup bebas sebebas-bebasnya,  layaknya hewan yang bebas melakukan apapun tidak arah dan tanpa batas asal semua dilakukan atas dasar kebebasan.

 

Maka tidaklah mengherankan, manusia yang hatinya tidak mau merenungkan petunjuka kebenaran, matanya tidak mau melihat kebenaran yang nyata dan pendengarannya tidak digunakan untuk mendengar kebenaran-kebenaran yang dating dari Tuhan pencipta mansuia yang segala hal di alam semesta ini. Allah mencao mereka akan seperti binatang bahkan lebih parah lagi daripada binatang.

 


وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيراً مِّنَ الْجِنِّ وَالإِنسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لاَّ يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لاَّ يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لاَّ يَسْمَعُونَ بِهَا أُوْلَـئِكَ كَالأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُوْلَـئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ

 

“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka Itulah orang-orang yang lalai.” [QS: Al A’raf: 179]

 

Maka virus pemikiran gender bukan hanya “menyerang” kaum hawa saja, tetapi issue gender ini menjadi virus pemikiran yang akan merusak tatanan keluarga yang harmonis, merusak kebahagiaan anak-anak, dan memporak-porandakan janji suci dalam sebuah pernikahan "mitsaqan ghalidhan",  dan merusak generasi masa  depan,   Karena Musuh para Pejuang Gender Adalah Fitrah Dan Keharmonisan.

 

 

*SEJARAH GENDER*

 

1.      Pertama kali muncul issue gender itu di sidang  PBB: Gender Ü Perempuan dan Anak-Anak, muncul sekitar pertengahan  abad XX,  dan  Majelis Umum PBB menyetujui Convention on the Elimination of All  Forms of Discrimination against Women (CEDAW), pd 18 Desember 1979.

 

 

2.      Pemerintah Indonesia menandatangani konvensi ini tanggal 29 Juli  1980 saat ikut Konferensi Perempuan se-Dunia II di Kopenhagen.  Konvensi tersebut diratifikasi menjadi Undang-Undang Nomor 7 Tahun  1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala  Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita atau lebih dikenal dengan  Konvensi Perempuan pada tanggal 24 Juli 1984.

 

3.      Indonesia bersama 188 negara lainnya juga menyepakati Deklarasi dan  Landasan Aksi Beijing (Beijing Declaration and Platform for Action/  BPFA) yang merupakan hasil Konferensi Perempuan se-Dunia IV yang  diselenggarakan di Beijing pada tahun 1995.

 

 

 

4.      Dalam Millenium Development Goals (MDGs) yang dicanangkan PBB  dalam Millenium Summit yang diselenggarakan pada bulan September  2000, juga tak luput dari isu dan tekanan kesetaraan gender. Sampai  saat ini di poin (SDGs)

 

*TAHAPAN GENDER MENGGELIAT DI INDONESIA*

 

Tahapan di Indonesia, dimulai  dari “setiingan”  yang dibuat  atas anama emansipasi wanita dengan mengangkat  Personal : RA. Kartini  sebagai tokoh Emansipasi wanita yang mampu mendobrak adat istiadat lokal yang mendiskriditkan wanita. Memporak-porandakan stigma bahwa wanita tidak seperti laki-laki dalam pemenuhan hak hidup,  mereka hidup hanya sebatas kasur, dapur dan sumur. Mereka tidak memiliki hak bebas dalam pendidikan dan berkifrah di masyarakat seperti kaum lelaki.

 

Maka lahirlah setelahnya gerakan-gerakan wanita secara kelembagaan lahir  seperti   Aisyiyah (1917), Fatayat (1950), Gerwani (1954).  Pada tahun lahirlah gerakan peminisme sekitar tahun   1980-an (Pasca Konferensi  Perempuan 1 di Meksiko 1975). Dan tahun 2000-an peminisme bermetamorposisi menjadi  Feminisme Liberal  setelah euforia kebebasan di  berbagai sektor kehidupan nasional.

 

*TEMA-TEMA GENDER*

 

Tema-tema gender yang mereka angkat dan selalu issue nya digoreng-goreng agar tetap panas, untuk menjadi issue kampanye yang senantiasa digelorakan adalah :

 

1.      Poligami

 

Adapun poligami yang dihalalkan Allah disosialisasikan  untuk diperangi, sebagai bentuk perbudakan dan  perlakuan tidak adil yang dialami perempuan. Karena  perempuan tidak diperbolehkan memiliki pasangan  lebih dari satu. Sebuah upaya untuk menutupi perilaku  selingkuh dan perzinahan. Hal ini memanfaatkan sisi  emosional para perempuan yang memang sangat  sedikit atau bahkan tak ada yang bersedia diduakan.

 

 

Pembahasan ini berkaitan dengan tema “NUSYUZ  yang juga sering disalahpahami atau didramatisir secara  berlebihan dan di luar konteks tema sebenarnya.

 

 

 

2.      Ayat-ayat nusyuz

 

ü  Ayat-ayat poligami: tidak dikumpulkan dalam  satu kumpulan ayat, tapi dipisah (QS. An-Nisa’:3)  u membahas anak yatim perempuan dan (QS.  An- Nisa’:129) u setelah membahas nusyuz yg  terjadi dari pihak laki-laki (suami).

 

 

ü  Ayat-ayat nusyuz: juga dipisah, nusyuz istri beserta  solusinya; solusi islah (QS. An-Nisa’:34-35) dan  nusyuz suami beserta solusinya; solusi islah tp ada  kemungkinan berpisah (QS. An-Nisa’:128-130).

 

 

ü  Kesimpulan: terlepas dari pro kontra pembahasan  & keterlibatan emosi, al-Qu’ran menawarkan solusi  yg matang dan rasional.

 

 

3.      Waris

 

 

Satu-satunya wacana klasik yang diperdebatkan dalam masalah  ini adalah bahwa dalam masalah perwarisan perempuan  mendapatkan jatah setengah bagian laki-laki. Padahal warisan  adalah sebuah sistem komprehensif & tidak boleh  dipahami/dilaksanakan secara parsial saja.

 

 

a.       Hanya ada saat itu perempuan menerima  bagian laki-laki

b.      Ada saat itu perempuan menerima bagian seperti laki-laki

c.       Ada saat itu perempuan menerima bagian  dari laki-laki.

d.      Bahkan ada beberapa kondisi saat itu perempuan menerima bagian, sementara laki-laki tidak mendapatkannya.

 

 

4.      Masalah Thalaq Dan Cerai

 

Talak yang diklaim sebagai bentuk lain hegemoni laki-  laki atas perempuan juga tak luput dari sasaran target.  Karena hak talak antara suami (laki-laki) dan istri  (perempuan) tidaklah sama.

 

 

5.      Hijab/aurat perempuan

 

Kewajiban kaum muslimah ini didesakralisasi dengan  meluaskan wilayah khilafiyah dari yg sudah maklum;  yaitu antara wajah & kedua telapak tangan. Diperluas  menjadi redefinisi & pembatasan aurat perempuan (di  depan publik dan laki-laki yang bukan suami atau  mahramnya) menjadi lebih luas; bukan hanya sekedar  wajah dan dua telapak tangan

 

 

6.      Hal-hal yang berkaitang dengan perempuan

 

Konsep aurat perempuan harus reformulasi, dianggap sangat relatif,  dan bisa mengalami perubahan sesuai dengan kondisi tempat dan zaman.

 

Mempersempit asbabul nujul, perintah berjilbab dipadang sebuah perintah yang temporal yang berkaitan dengan kondisi pada masa itu,  untuk menghindari dua pelecahan  seksual karena dua  permasalahan, pertama sebagai identitas perempuan merdeka dan masalah toilet yang berada diluar rumah.

 

 

7.      Asal kejadian manusia

 

Sangat diskriminatif jika dikatakan bahwa  Adam adalah manusia pertama. Klaim yang  disosialisasikan adalah bahwa “nafsun  wahidah” lah yang pertama kali diciptakan  Allah, dan bukan laki-laki.

 

 

8.      Kepemimpinan

 

Pembahasan kepemimpinan lokal dalam skup rumah  tangga yang diluaskan seolah menjadi genderang perang  terhadap Al-Quran yang diklaim menutup hak politik dan  publik para perempuan.

 

 

9.      Persaksian perempuan

 

Sama seperti poin-poin sebelumnya, perlakuan tak adil  (diskriminatif) terhadap perempuan dlm masalah  persaksian sama halnya menempatkan perempuan  sebagai setengah manusia.

 

 

10.  Orentasi seksual menyimpang (LGBT)

 

Pembenaran perilaku menyimpang di atas diperjuangkan  atas nama HAM. Sebagian menakwilkan kisah Nabi Luth  as. dari sumber yang tak jelas dan tidak otoritatif, dan tak  bisa dipertanggungjawabkan

 

 

11.  Nikah dibawah Umur

Sama seperti poin-poin sebelumnya, perlakuan tak adil  (diskriminatif) terhadap perempuan usia pernikahan di  bawah umur. Modernitas saat ini diukur dgn usia,  kemandirian ekonomi dan equality dg laki-laki. Tetapi ada  faktor penting yang dihilangkan > kesiapan dan kedewasaan.

 

*GERAKAN FEMINISME*

 

1.      Pengertian Peminisme

 

 

Feminisme adalah serangkaian gerakan sosial, gerakan politik, dan ideologi yang memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk mendefinisikan, membangun, dan mencapai kesetaraan gender di lingkup politik, ekonomi, pribadi, dan sosial.

 

 

 Feminisme menggabungkan posisi bahwa masyarakat memprioritaskan sudut pandang laki-laki, dan bahwa perempuan diperlakukan secara tidak adil di dalam masyarakat tersebut. Upaya untuk mengubahnya termasuk dalam memerangi stereotip gender serta berusaha membangun peluang pendidikan dan profesional yang setara dengan laki-laki.

 

 

Gerakan feminis telah dan terus mengkampanyekan hak-hak perempuan, termasuk hak untuk memilih, memegang jabatan politik, bekerja, mendapatkan upah yang adil, upah yang setara dan menghilangkan kesenjangan upah gender, untuk memiliki properti, mendapatkan pendidikan, masuk kontrak, memiliki hak yang sama dalam pernikahan, dan untuk memiliki cuti kehamilan. Feminis juga berupaya untuk memastikan akses terhadap aborsi yang legal dan integrasi sosial, serta untuk melindungi perempuan dari pemerkosaan, pelecehan seksual, dan kekerasan dalam rumah tangga. Perubahan dalam berpakaian dan aktivitas fisik yang dapat diterima sering menjadi bagian dari gerakan feminis.

 

Beberapa cendekiawan menganggap kampanye feminis sebagai kekuatan utama di balik perubahan sosial utama dalam sejarah terhadap hak-hak perempuan, khususnya di Barat, di mana mereka hampir secara universal dihargai atas pencapaian hak pilih perempuan, bahasa netral gender, hak reproduksi bagi perempuan (termasuk akses terhadap kontrasepsi dan aborsi, serta hak untuk memasuki kontrak dan memiliki properti.[9] Meski anjuran feminis terutama berfokus pada hak-hak perempuan, beberapa feminis, termasuk Bell hooks, berpendapat untuk memasukkan pembebasan laki-laki di dalam tujuan feminisme karena mereka percaya bahwa laki-laki juga dirugikan oleh peran gender tradisional mereka.[10] Teori feminis, yang muncul dari gerakan feminis, bertujuan untuk memahami sifat ketidaksetaraan gender dengan memeriksa peran sosial dan pengalaman hidup perempuan; ini telah mengembangkan teori-teori dalam berbagai disiplin ilmu untuk menanggapi isu-isu tentang gender.

 

 

2.      Akar peminisme adalah

a.       Materialistik

b.      Anti kemapanan

c.       Desakralisasi agama

d.      Pelampiasan ketidak adilan

e.       Distrust pada sistem

f.        Proxy war

g.       Ekploitasi perempaun

h.      Kekuasaan /hegemoni

 

 

3.      Sejarah peminisme

 

 

Gerakan feminisme dimulai akhir abad ke-18, suara wanita di bidang hukum,  khususnya teori hukum, muncul dan berarti. Hukum feminis yang dilandasi  sosiologi feminis, filsafat feminis Sejarah feminis merupakan perluasan  perhatian wanita dikemudian hari. Di akhir abad 20, gerakan feminis banyak  dipandang sebagai sempalan gerakan Critical Legal Studies, yang pada intinya  banyak memberikan kritik terhadap logika hukum yang selama ini digunakan,  sifat manipulatif dan ketergantungan hukum terhadap politik, ekonomi, peranan  hukum dalam membentuk pola hubungan sosial, dan pembentukan hierarki  oleh ketentuan hukum secara tidak mendasar.

 

 

Walaupun pendapat feminis bersifat pluralistik, namun satu hal yang  menyatukan mereka adalah keyakinan mereka bahwa masyarakat dan tatanan  hukum bersifat patriaki. Aturan hukum yang dikatakan netral dan objektif sering  kali hanya merupakan kedok terhadap pertimbangan politis dan sosial yang  dikemudikan oleh idiologi pembuat keputusan, dan ideologi tersebut tidak  untuk kepentingan wanita. Sifat patriaki dalam masyarakat dan ketentuan  hukum merupakan penyebab ketidakadilan, dominasi dan subordinasi terhadap  wanita, sehingga sebagai konsekuensinya adalah tuntutan terhadap  kesederajatan gender.

 

 

4.      Sekte aliran feminisme

 

Aliran peminisme ini ternyata berkembang menjadi aliran-aliran yang bermacam-macam, diantaranya adalah :

 

 

a.       aliran feminisme liberal

b.      aliran feminisme radikal

c.       aliran feminisme eksitensialis

d.      aliran feminisme psikoanalisa

e.       aliran feminisme posmodern

f.        aliran feminisme multikultural

g.       aliran posfeminis

 

 

5.      Sebuah problem solving

 

Pengokohan tatanan keluarga (family mainstreaming), menanamkan nilai-nilai keislaman yang kaafah kepada anak-anak kita, keluarga kita, lingkungan kita, dan yang lebih sistematis adalah menanamkan nilai-nilai keislaman yang benar di ranah pendidikan agar tercipta anak didik yang mempunyai mindset dan karakter muslim yang sejati.

 

 

By. Misbahudin

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar