Minggu, 18 April 2021

MENYELAMI ASABAB AN-NUZUL AL-QUR’AN

 

*MENYELAMI ASABAB AN-NUZUL AL-QUR’AN*

Oleh : Misbahudin

 

 

*Al-Qur’an Sebagai Lentera Peradaban*

 

Allah menurunkan Al-Qur’an pasti dengan sebuah tujuan yang besar, tiada lain dan tiada bukan adalah untuk memberikan petuntuk kebenaran kepada manusia, memberikan secercah cahaya ilahiyah yang membimbing mereka untuk menapaki jalan hidup dan kehdiupan dengan benar, dan  Al-Qur’an pun menjadi sebuah pondasi tata kehidupan yang luhur.

 

Karena bisa jadi, tanpa bimbingan Allah, tanpa hidayah Al-Qur’an, kehidupan manusia  menjadi kacau balau dan akan  jauh dari petunjuk kebeberkahan hidup. Dengan di turun Al-Qur’an saja, manusia banyak yang berpaling dari ajaran agama Allah, apalagi jika manusia dibiarkan hidup bebas tanpa aturan.  Bisa jadi kehidupan mereka lebih liar dari pada bianatang.

 

Mereka diberi akal tetapi tidak digunakan akalnya untuk mencari kebeneran, mereka diberikan hati tetapi tidak mau menggunkannya untuk mentafakuri kebenaran, mereka enggan menghujamkan kebenaran itu kedalam hati mereka agar jiwanya terwarnai atau tershibgah dengan cahaya kebenaran dari Ilahi. Allah mengumpakan mereka tidak ubahnya seperti binatang,  bahkan lebih hina dari pada binatang.

 


وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيراً مِّنَ الْجِنِّ وَالإِنسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لاَّ يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لاَّ يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لاَّ يَسْمَعُونَ بِهَا أُوْلَـئِكَ كَالأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُوْلَـئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ

 

“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka Itulah orang-orang yang lalai.” [QS: Al A’raf: 179]

 

Al-Qur’an menjadi sebuah lentera peradaban bagi umat manusia, maka lentera peradaban itu adalah Al-Qur’an dan Risalah agama Islam, disana Al-Qur’an menceritakan bagaimana kisah hidup generasi yang telah lampau dan kejadian-kejadian yang senantiasa berlangsung dalam kehidupan yang semua berjalan dengan penuh keseimbangan yang luar biasa diluar kendali kekuatan manusia sebagai pemakmur bumi itu sendiri. hal ini menjadi sebuah pelajaran berharga untuk manusia yang sedang hidup sekarang.

 

Al-Qur’an juga senantiasa membawa alam pikir manusia untuk melintasi dimenasi kehidupan yang berbeda, mereka diberikan sebuah gambaran bagaimana kehidupan setelah kematian di dunia, bagaimana mereka akan dibangkitakan, bagaimana mereka akan mempertanggung jawabkan semua perbuatannya di dunia.  Akhinya Al-Qur’an juga memberikan sebuah gambaran kehidupan yang sebenarnya yaitu kehidupan di surga dengan segala kenikmatanya dan kehidupan di neraka dengan segala kengeriannya.

 

“Kusiapkan bagi hamba-hambaKu yang sholih (di dalam surga), yaitu apa yang tak pernah dilihat mata, tak pernah didengar telinga, dan tak pernah terlintas dalam hati semua manusia”, kemudian Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda: “Bacalah jika kalian mau, ‘Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang’ (QS. As-Sajdah : 17)” HR. Bukhari [3244].

 

 Di tempat lain, Allah membandingkan kenikmatan surga dengan dunia untuk menjatuhkan dan merendahkannya. Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda, “Tempat cemeti di dalam surga lebih baik dari dunia dan seisinya”. (HR. Bukhari :  3250).

 

Kenikmatan surga juga Allah Ta’ala gambarkan dengan menyebut manusia yang berhasil memasuki surga dan selamat dari adzab neraka, sebagai orang yang beroleh kemenangan yang besar. Sebagaimana Allah Ta’ala firmankan (yang artinya), “Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar” (QS. An-Nisaa’ : 13)

 

Di hadapannya ada Jahannam dan dia akan diberi minuman dengan air nanah, diminumnnya air nanah itu dan hampir dia tidak bisa menelannya” (QS. Ibrahim : 16-17). Yaitu mereka diberi air yang amatlah busuk baunya lagi kental, maka merekapun merasa jijik dan tidak mampu menelannya. “Diberi minuman dengan hamiim (air yang mendidih) sehingga memotong ususnya” (QS. Muhammad : 47). Hamiim ialah air yang mendidih oleh panasnya api Jahannam, yang mampu melelehkan isi perut dan menceraiberaikan kulit mereka yang meminumnya. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dengan air itu dihancur luluhkan segala apa yang ada dalam perut mereka dan juga kulit (mereka)” (QS. Al Hajj : 20).

Al-Qur’an adalah gambaran darimana kasih sayang Allah kepada manusia, agar mereka mempunyai “guide” yang menunut mereka agar bisa menjalani hidup dan kehidupan dengan benar, selamat di dunia dan akhirat. Oleh karena itu terkadang Al-Qur’an turun sebagai respon atas sebuah peristiwa yang terjadi atau bahkan menjadi sebuah respon jawaban bagi pertanyaan yang muncul dan hadir kepada Rasulullah. Maka hal ini disebut dengan “asbabu nuzul” atau  sebab-sebab turunnya Al-Qur’an.  Tetapi kebanyakan Al-Qur’an turun dengan proses alami tanpa adanya kejadian atau bahkan sebuah pertanyaan.

 

 

*Perhatian ‘Ulama Terhadap Asbab An-Nuzul*

 

Para ‘ulama begitu memberikan sebuah perhatian besar terhadap ilmu-ilmu yang berkaitan dengan Al-Qur’an, tidak terkecuali adalah ilmu Asbab An-Nuzul atau ilmu tentang sebab-sebab turunya Al-Qur’an. Al-Qur’an akan benar-benar membumi dalam hati-hati umatnya Ketika mereka benar-benar tahu dan menghayati peyebab dan bagaimana wahyu itu turun.

 

Dalam bidang tafsir Al-Qur’an, ilmu Asbab An-Nuzul mempunyai kedudukan begitu penting, karena bisa menginterpretasikan Al-Qur’an lebih meluas dan lebih mendalam, oleh karena itu muncul diantara ‘ulama yang Menyusun sebuah kita tersendiri, yang berkaitan dengan ilmu Asbab An-Nuzul. 

 

Diantara mereka yang terkenal adalah ‘Ali Al-Madani, sang guru Imam Bukhari, kemudian Al-Wahidi dengan kitabnya “Asbab An-Nuzul”, kemudian Al-Za’fari yang meringkas kitab Al-Wahidi dengan cara membuang semua sanad untuk efektivitas dan efesiensi para pembaca agar mereka langsun focus terhadap segala peritiwa yang menjadi “stimulus” turunya Al-Qur’an.

 

Disana juga Ada Syekh Islam, Ibnu Hajar Al-Asqolani  yang Menyusun sebuah kitab tentang asbab An-Nuzul juga, Cuma sungguh amat disayangkan, kitabnya tidak ditemukan secara utuh dan komprehensif.  Imam As-Suyuti hanya menemukan satu juz  dari naskah tulisannya. 

 

Kemudian imam As-Suyuti juga melakukan hal yang sama, beliau mengerahkan segala ikhir jiwa dan raga, memeras keringat dan otak untuk Menyusun sebuah kitab yang berkaitan dengan asbab An-Nuzul. Sehingga terlontarlah sebuah ucapan yang menunjukan kepuasan dari maha karyanya atas segala kemudah yang Allah berikan, “Sungguh aku telah Menyusun sebuah kitab yang lengkap, ringkas dan komprehensif. Tidak ada orang yang telah menulis karya yang sebanding  dalam bidang ini, aku menamai kitab itu, Lubbabu Al-Manqul  fi Asbab An-Nuzul”.

 

 

Reverensi

1.     Mabahis fil ‘ulumul Qur’an li syaikh mana’il qathan

2.     At-Tibyan fi ‘ulumul Qur’an li Syaikh Ali Ash-Shobuni

3.     Dan lain-lain

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar