Kamis, 15 April 2021

WAHYU YANG TERAKHIR TURUN

 

*WAHYU YANG TERAKHIR TURUN*

Oleh : Misbahudin

 

Para ‘ulama selain mengekplorasi, mengumpulan dan menyeleksi pendapat yang lebih kuat mengenai pendapat-pendapat berkaitan mengenai wahyu yang pertama turun, mereka juga melakukan hal yang sama terhadap pendapat-pendapat mengenai wahyu terakhir diturunkan oleh Allah.

 

Pendapat-pendapat tersebut itu adalah  :

 

Pertama, surat Al-Baqarah ayat 278.

 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَذَرُوْا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبٰوٓا اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ

 

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman”.

 

Berdasarkan hadits dari Ibnu Abbas.

حَدَّثَنَا قَبِيصَةُ بْنُ عُقْبَةَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَاصِمٍ عَنْ الشَّعْبِيِّ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَآخِرُ آيَةٍ نَزَلَتْ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آيَةُ الرِّبَا

 

Telah menceritakan kepada kami Qabishah bin Uqbah Telah menceritakan kepada kami Sufyan dari 'Ashim dari As Sya'bi dari Ibnu Abbas radliallahu 'anhuma dia berkata; Ayat terakhir yang di turunkan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah ayat tentang riba.' (HR. Bukhari : 4180)

 

Kedua, surat Al-Baqarah ayat 281

 

وَاتَّقُوْا يَوْمًا تُرْجَعُوْنَ فِيْهِ اِلَى اللّٰهِ ۗثُمَّ تُوَفّٰى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ

 

Dan takutlah pada hari (ketika) kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian setiap orang diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang telah dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi (dirugikan). (HR. An-Nasai : )

 

Berdasarkan hadit dari  riwayatkan oleh imam An-Nasai

 

 وَأَخْرَجَ النَّسَائِيُّ مِنْ طَرِيقِ عِكْرِمَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: " آخِرُ شَيْءٍ نَزَلَ مِنَ الْقُرْآنِ: (وَاتَّقُوا يَوْماً تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ) الْآيَةَ .

 

Ketiga, surat Al-Baqarah ayat 282,

 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوْهُۗ وَلْيَكْتُبْ بَّيْنَكُمْ كَاتِبٌۢ بِالْعَدْلِۖ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ اَنْ يَّكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللّٰهُ فَلْيَكْتُبْۚ وَلْيُمْلِلِ الَّذِيْ عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللّٰهَ رَبَّهٗ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْـًٔاۗ فَاِنْ كَانَ الَّذِيْ عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيْهًا اَوْ ضَعِيْفًا اَوْ لَا يَسْتَطِيْعُ اَنْ يُّمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهٗ بِالْعَدْلِۗ وَاسْتَشْهِدُوْا شَهِيْدَيْنِ مِنْ رِّجَالِكُمْۚ فَاِنْ لَّمْ يَكُوْنَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَّامْرَاَتٰنِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَۤاءِ اَنْ تَضِلَّ اِحْدٰىهُمَا فَتُذَكِّرَ اِحْدٰىهُمَا الْاُخْرٰىۗ وَلَا يَأْبَ الشُّهَدَۤاءُ اِذَا مَا دُعُوْا ۗ وَلَا تَسْـَٔمُوْٓا اَنْ تَكْتُبُوْهُ صَغِيْرًا اَوْ كَبِيْرًا اِلٰٓى اَجَلِهٖۗ ذٰلِكُمْ اَقْسَطُ عِنْدَ اللّٰهِ وَاَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَاَدْنٰىٓ اَلَّا تَرْتَابُوْٓا اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيْرُوْنَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ اَلَّا تَكْتُبُوْهَاۗ وَاَشْهِدُوْٓا اِذَا تَبَايَعْتُمْ ۖ وَلَا يُضَاۤرَّ كَاتِبٌ وَّلَا شَهِيْدٌ ەۗ وَاِنْ تَفْعَلُوْا فَاِنَّهٗ فُسُوْقٌۢ بِكُمْ ۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗ وَيُعَلِّمُكُمُ اللّٰهُ ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ

 

Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya, maka hendaklah dia menuliskan. Dan hendaklah orang yang berutang itu mendiktekan, dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi sedikit pun daripadanya. Jika yang berutang itu orang yang kurang akalnya atau lemah (keadaannya), atau tidak mampu mendiktekan sendiri, maka hendaklah walinya mendiktekannya dengan benar. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki di antara kamu. Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-laki, maka (boleh) seorang laki-laki dan dua orang perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai dari para saksi (yang ada), agar jika yang seorang lupa, maka yang seorang lagi mengingatkannya. Dan janganlah saksi-saksi itu menolak apabila dipanggil. Dan janganlah kamu bosan menuliskannya, untuk batas waktunya baik (utang itu) kecil maupun besar. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah, lebih dapat menguatkan kesaksian, dan lebih mendekatkan kamu kepada ketidakraguan, kecuali jika hal itu merupakan perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu jika kamu tidak menuliskannya. Dan ambillah saksi apabila kamu berjual beli, dan janganlah penulis dipersulit dan begitu juga saksi. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sungguh, hal itu suatu kefasikan pada kamu. Dan bertakwalah kepada Allah, Allah memberikan pengajaran kepadamu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

 

Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Sa’id Ibnu Musayab. Dia telah memberitahukan bahwa ayat yang paling muda (terakhir) di ars adalah ayat tentang hutan.

 

Ketiga riwayat  diatas yang nampaknya bertolak belakang, tetapi dapat dikompromikan atau di “thoriqatu jam’i”.  Ketiga ayat diatas  turun secara sekaligus sebagaimana dalam urutan mushaf Al-Qur’an, pertama ayat riba (Al-Baqarah :278),  kemudian ayat tentang  peringatan hari kebangkitan (Al-Baqarah : 281), kemudian ayat tentang hutan (Al-Baqarah : 282).

 

Ketiga ayat diatas adalah sebuah kisah yang padu yang dimana setiap rowi mengkhabarkan bagian ayat tersebut yang dianggap ayat terakhir, dan hal ini bisa dibenarkan dan tidak dianggap bertentangan.

 

Keempat, surat An-NIsa 176

 

يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ

 

Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

 

Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari

 

حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ مُوسَى عَنْ إِسْرَائِيلَ عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ عَنْ الْبَرَاءِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ آخِرُ آيَةٍ نَزَلَتْ خَاتِمَةُ سُورَةِ النِّسَاءِ } يَسْتَفْتُونَكَ قُلْ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلَالَةِ {

 

Telah menceritakan kepada kami Ubaidullah bin Musa dari Israil dari Abu Ishaq dari Al Barra` radliallahu 'anhu mengatakan; 'akhir ayat yang diturunkan adalah penutupan surat An Naisa`; 'Mereka memintamu fatwa tentang kalalah, katakanlah bahwa Allah memfatwakan kepada kalian.(QS. Annisa' 176). (HR. Bukhari : 6247 )

 

Kelima, surat At-Taubah ayat 128

 

لَقَدْ جَاۤءَكُمْ رَسُوْلٌ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ عَزِيْزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيْصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ

 

Sungguh, telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman.

 

Sebagaimana dalam Mustadrak, dari Ubay bin Ka’ab dia berkata, “Ayat yang terakhir turun adalah Laqad jaakum rusulum min anfusikum ... (sampai akhir surat). Dan Hal ini memberikan sebuah spekulasi bahwa  yang dimaksud ayat yang terakhir ini adalah  ayat yang terakhir dari surat At-Taubah.

 

Keenam, akhir surat Al-Maidah, berdasarkan hadist yang diriwayatkan  oleh At-Tirmidzi dan Hakim dari ‘Asiyah Radhiyalahu ‘anha. Dan yang dimaksud ayat terakhir ini adalah ayat terakhir  yang berkaitan dengan halal dan haram, Maka tidak ada hukum yang dihapus oleh ayat ini.

 

Ketujuh,  surat Ali-Imran 195, beradasarkan hadits yang dikeluarkan oleh Ibnu Mardaweh dari jalan Mujahid dari Ummi Salamah. Kemudian Dia bertanya, “wahai Rasulullah, sejauh pengamatanku, sesungguhnya Allah senantiasa menyebut laki-laki dalam firmannya dan tidak menyebutkan perempuan. Maka turunlah ayat  surat An-Nisa 32, kemudian turunlah  surat Al-Ahzab ayat 35. Maka ini adalah tiga  serangkai ayat yang turun yang ayat terakhir turun tidak secara khusus ditujukan kepada laki-laki.

 

Maka jelaslah, dari riwayat diatas, disebutkan tiga rangkaian ayat  yang turun, dan ayat terakhir menyebutkan perempuan secara tersendiri. Tidak dimasukan  secara langsung kedalam dhomir  yang bersifat mudzakar.

 

Kedelapan, surat An-Nisa 93,

 

وَمَنْ يَّقْتُلْ مُؤْمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَاۤؤُهٗ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيْهَا وَغَضِبَ اللّٰهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهٗ وَاَعَدَّ لَهٗ عَذَابًا عَظِيْمًا

“Dan barangsiapa membunuh seorang yang beriman dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka Jahanam, dia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya, dan melaknatnya serta menyediakan azab yang besar baginya”.

Berdasarkan hadits berikut  yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori

 

حَدَّثَنَا آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاسٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا مُغِيرَةُ بْنُ النُّعْمَانِ قَالَ سَمِعْتُ سَعِيدَ بْنَ جُبَيْرٍ قَالَآيَةٌ اخْتَلَفَ فِيهَا أَهْلُ الْكُوفَةِ فَرَحَلْتُ فِيهَا إِلَى ابْنِ عَبَّاسٍ فَسَأَلْتُهُ عَنْهَا فَقَالَ نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ} وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ {هِيَ آخِرُ مَا نَزَلَ وَمَا نَسَخَهَا شَيْءٌ

 

Telah menceritakan kepada kami Adam bin Abu Iyas Telah menceritakan kepada kami Syu'bah Telah menceritakan kepada kami Mughirah bin An Nu'man ia berkata; Aku mendengar Sa'id bin Jubair berkata; ada sebuah ayat yang menyebabkan penduduk Kufah berselisih tentangnya, maka aku berangkat menemui Ibnu Abbas untuk menanyakan ayat itu. Lalu Ibnu Abbas berkata; Yaitu ayat: "Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya." (An Nisa: 93). Ayat ini adalah ayat yang terakhir turun dari surat An Nisa, tidak ada yang menghapusnya sedikitpun. (HR. Bukhori : 4224).

 

Ayat diatas adalah ayat tang terakhir yang tidak ada ayat yang menghapus status hukumnya, ayat ini dipandang sebagai ayat yang terakhir tetapi terakhir dalam kaitannya hukum pembunuhan  seoarang mukmin dengan sengaja.

 

Kesembilan, surat An-Nasr

 

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ (1) وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا (2) فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا (3)

 

Hal ini berdasarkan hadits yang diriwaytkan oleh Imam Muslim

عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُتْبَةَ قَالَ قَالَ لِي ابْنُ عَبَّاسٍ تَعْلَمُ وَقَالَ هَارُونُ تَدْرِي آخِرَ سُورَةٍ نَزَلَتْ مِنْ الْقُرْآنِ نَزَلَتْ جَمِيعًا قُلْتُ نَعَمْ إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ قَالَ صَدَقْتَ.

 

2188- Dari Abdullah bin Ubay RA bahwasanya ia berkata, "Ibnu Abbas RA bertanya kepada saya, 'Tahukah kamu surah Al Qur'an yang terakhir turun secara lengkap?' Saya menjawab, "Ya saya tahu, yaitu surah Al Fath: Apabila pertolongan Allah dan kemenangan telah datang." Ibnu Abbas berkata, "Kamu benar." {Muslim 8/243}

 

Kesepuluh, surat Al-Maidah ayat 3

 

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيْرِ وَمَآ اُهِلَّ لِغَيْرِ اللّٰهِ بِهٖ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوْذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيْحَةُ وَمَآ اَكَلَ السَّبُعُ اِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْۗ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَاَنْ تَسْتَقْسِمُوْا بِالْاَزْلَامِۗ ذٰلِكُمْ فِسْقٌۗ اَلْيَوْمَ يَىِٕسَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ دِيْنِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِۗ اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ فَمَنِ اضْطُرَّ فِيْ مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّاِثْمٍۙ فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

 

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan pula) mengundi nasib dengan azlam (anak panah), (karena) itu suatu perbuatan fasik. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. Tetapi barangsiapa terpaksa karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.

Ayat diatas adalah ayat yang turun di ‘Arafah ketika haji wada, secara ekplisit  ayat ini memberikan sebuah gambaran  dari kesempurnaan sebuah kewajiban dan hukum, Secara historis ayat ini ternyata bukan ayat terakhir, sebagaimana pemaparan sebelumnya, setelah ayat ini  turun, maka turun juga ayat-ayat yang berkaitan dengan ayat riba, ayat yang berkaitan dengan hutang, dan ayat kalalah.

 

Oleh karena itu, para ‘ulama  membuat sebuah perpektif baru, yang menyatakan bahwa surat ini menunjukan  kesempurnaan agama. Karena pada ayat ini Allah  menyempurnakan nikmat kaum muslimin dengan  meneguhkan posisi mereka  di negeri haram (Makkah) dan membersihkan tempat tersebut dari kaum musyrikin.

 

Sebagaimana yang kita tahu bahwa kaum musyrik  pada awalnya mereka bercampur aduk dengan kaum muslimin Ketika ibadah haji. Sungguh setelah ayat ini turun, orang-orang muslimin berhajji  di Baitul haram tanpa kehadiran orang-orang musyrikin. Dan ini lah yang dimaksud dengan “Aku telah sempurnakan nikmat atas akalian …”.

 

 

Sebuah Analisis Yang Menukik

 

Sungguh banyaknya persilangan pendapat mengenai ayat yang terakhir turun, sungguh akan sedikit menjadikan kita mengerutkan dahi dan timbuh sebuah tanda tanya dalam hati kita, “ mana sieh ayat yang bener-bener terakhir?”.  Oleh karena itu Qadhi Abu Bakar Al-Baqilani  berkometar dalam Al-Intishar, “Pendapat-pendapat mengenai ayat yang terakhir turun sama sekali tidak disandarkan secara langsung kenapa Nabi, bahwa Nabi memberikan sebuah kepastian dalam sabdanya. Oleh karena itu, bisa jadi  pendapat-pendapat itu lahir dikarenakan mereka berasumi dan menduga-duga,  bisa jadi  juga mereka menyampaikan sebuah ayat yang mereka terakhir mendengar dari Nabi secara langsung ketika Nabi wafat atau tidak seberapa lama sebelum beliau sakit. Dan yang lainnya mungkin saja  mendengar secara tidak langsung  dari Nabi. Atau mungkin  juga ayat yang dibaca terakhir  oleh Nabi bersamaan dengan ayat yang turun bersamanya pada waktu itu, lalu Nabi menyuruh untuk mencatat  ayat yang turun  pada waktu bersamaan tersebut. Maka dia mengira  sesungguhnya ayat tersebut adalah ayat yang terakhir  yang tutun menurut tartib susunan urutannya”.  

 

 Reverensi

1.     Mabahis fil ‘ulumul Qur’an li syaikh mana’il qathan

2.     At-Tibyan fi ‘ulumul Qur’an li Syaikh Ali Ash-Shobuni

3.     Dan lain-lain

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar