Oleh : Misbahudin
Hidayah merupakan rejeki yang begitu berharga
dalam kehidupan, karena dengan petunjuk hidayah, manusia akan berada dalam
jalan yang benar ada dalam naungan dan rahmat Allah, sehingga akan menghasilkan
kehidupan yang berkah dan yang tidak kalah lebih penting adalah keselamatan di
akhirat.
Harta, tahta dan segala pernak pernik
kehidupan mungkin di satu sisi bisa mendatangkan kebahagiaan, tetapi
kebahagiaan itu pasti bersifat fana dan sementara, apalagi jika kehidupanya
jauh dari jalan yang Allah ridhoi. Maka akhirnya kelebihan dalam dunia tidak
menjadi washilah yang menghantarkannya lebih dekat kepada Allah, tetapi semakin
melupakannya dari kehidupan akhirat yang merupakan kehidupannya yang
sesungguhnya.
Hidayah Hak Priogatif Allah
Hidayah sangatlah begitu berharga untuk
keselamatan hidup di dunia dan akhirat, oleh karena itu Rasulullah tiada henti
ingin memberikan hidayah kepada pamannya yang sangat beliau cintai, tetapi
sungguh menyedihkan, beliaupun tidak bisa memberikan hidayah kepada seseorang
yang beliau inginkan memperolehnya. Tetapi hidayah hak priogatif Allah.
إِنَّكَ لَا
تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ
بِالْمُهْتَدِينَ
_ “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat
memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk
kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang
mau menerima petunjuk.”_ (QS Al-Qashash [28]: 56)
Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dari Ibnul
Musayyab radhiyallahu ‘anhu, dari ayahnya, bahwa bapaknya berkata: “Ketika Abu
Thalib akan meninggal dunia, Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam datang kepadanya
dan pada saat itu Abdullah bin Abi Umayyah dan Abu Jahl ada di sisinya,
kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam berkata kepadanya:
يَا عَمِّ،
قُلْ (لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ )كَلِمَةً أُحَاجُّ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللهِ
(Mendengar hal itu) maka Abu Jahl dan
Abdullah bin Abi Umayyah berkata: Wahai Abu Thalib, (apakah) engkau membenci
agama Abdul Muththalib?. Mereka berdua senantiasa mengatakan hal tersebut
kepadanya, hingga akhirnya (Abu Thalib) mengatakan kepada mereka: “Tetap pada
agama Abdul Muththalib”. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam berkata:
“Sungguh aku akan memintakan ampun untukmu, selama aku tidak dilarang untuk
itu.” Maka turunlah ayat:
مَا كَانَ
لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينِ
“Tidaklah sepatutnya bagi Nabi dan
orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang
musyrik.”
(QS At-Taubah [9]: 113).
Dan berkaitan dengan Abu Thalib, Allah
menurunkan firmanNya:
إِنَّكَ لاَ
تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat
memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi.” (QS Al-Qashash [28]:
56)
Butiaran Hikmah
1. Bantahan
terhada kaum musyrikin yang mencari syafa’at daropada mahluknya.
2. Bahwa
semua syafaat hidayah itu adalah milik Allah semata, maka wajib mencari dan
memintanya hanya kepada Allah.
3. Penjelasan
tentang keagungan dan kebesaran Allah serta ketundukan para mahluk kepada
kekusaanya.
4. Syafaat
hanya diberikan epada siapa saja yang diingankan oleh Allah
Sumber
Inpirasi
Syekh Shoih
Ibnu Fauzan Ibnu Abdullah Al-Fauzan dalam kitabnya “Mulakhos fi Syarah Kitab
At-Tauhid” dan lain-lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar