Minggu, 20 Desember 2020

HIDAYAH ANUGRAH TERINDAH

 

Oleh : Misbahudin

 

 

Hidayah merupakan rejeki yang begitu berharga dalam kehidupan, karena dengan petunjuk hidayah, manusia akan berada dalam jalan yang benar ada dalam naungan dan rahmat Allah, sehingga akan menghasilkan kehidupan yang berkah dan yang tidak kalah lebih penting adalah keselamatan di akhirat.

 

 

Harta, tahta dan segala pernak pernik kehidupan mungkin di satu sisi bisa mendatangkan kebahagiaan, tetapi kebahagiaan itu pasti bersifat fana dan sementara, apalagi jika kehidupanya jauh dari jalan yang Allah ridhoi. Maka akhirnya kelebihan dalam dunia tidak menjadi washilah yang menghantarkannya lebih dekat kepada Allah, tetapi semakin melupakannya dari kehidupan akhirat yang merupakan kehidupannya yang sesungguhnya.

 

 

Hidayah Hak Priogatif Allah

 

 

Hidayah sangatlah begitu berharga untuk keselamatan hidup di dunia dan akhirat, oleh karena itu Rasulullah tiada henti ingin memberikan hidayah kepada pamannya yang sangat beliau cintai, tetapi sungguh menyedihkan, beliaupun tidak bisa memberikan hidayah kepada seseorang yang beliau inginkan memperolehnya. Tetapi hidayah hak priogatif Allah.

 

 

إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

 

 

_ “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.”_ (QS Al-Qashash [28]: 56)

 

 

Diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dari Ibnul Musayyab radhiyallahu ‘anhu, dari ayahnya, bahwa bapaknya berkata: “Ketika Abu Thalib akan meninggal dunia, Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam datang kepadanya dan pada saat itu Abdullah bin Abi Umayyah dan Abu Jahl ada di sisinya, kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam berkata kepadanya:

 

 

يَا عَمِّ، قُلْ (لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ )كَلِمَةً أُحَاجُّ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللهِ

 

(Mendengar hal itu) maka Abu Jahl dan Abdullah bin Abi Umayyah berkata: Wahai Abu Thalib, (apakah) engkau membenci agama Abdul Muththalib?. Mereka berdua senantiasa mengatakan hal tersebut kepadanya, hingga akhirnya (Abu Thalib) mengatakan kepada mereka: “Tetap pada agama Abdul Muththalib”. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam berkata: “Sungguh aku akan memintakan ampun untukmu, selama aku tidak dilarang untuk itu.” Maka turunlah ayat:

 

 

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينِ

 

 

“Tidaklah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik.” (QS At-Taubah [9]: 113).

 

Dan berkaitan dengan Abu Thalib, Allah menurunkan firmanNya:

 

إِنَّكَ لاَ تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ

 

 

“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi.” (QS Al-Qashash [28]: 56)

 

Butiaran Hikmah

 

1.       Bantahan terhada kaum musyrikin yang mencari syafa’at daropada mahluknya.

2.       Bahwa semua syafaat hidayah itu adalah milik Allah semata, maka wajib mencari dan memintanya hanya kepada Allah.

3.      Penjelasan tentang keagungan dan kebesaran Allah serta ketundukan para mahluk kepada kekusaanya.

4.      Syafaat hanya diberikan epada siapa saja yang diingankan oleh Allah

 

 

 

Sumber Inpirasi

Syekh Shoih Ibnu Fauzan Ibnu Abdullah Al-Fauzan dalam kitabnya “Mulakhos fi Syarah Kitab At-Tauhid” dan lain-lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar